ANAK SONGONG

39.5K 2.5K 99
                                    

Teng ... teng ... teng ... teng ....

Suara panci dipukul dengan sendok, untuk membangunkan semua orang yang ada di rumah ini.

"Agathaaaaaaa!!!" teriakan itu memekakkan telinga gadis yang masih bergumul dengan selimut tebalnya.

"Digoooooo!!!" Lagi-lagi teriakan itu memenuhi seluruh ruang di rumah itu.

Seorang pria dewasa namun ketampanannya masih selalu lestari, mendekati nyonya penguasa rumah itu yang sibuk berteriak sambil menata sarapan di meja makan. Pria itu duduk di salah satu kursi dan menggulung kemejanya sedikit dan menyeruput kopinya.

"Hemmm ... pagi yang indah," gumamnya tersenyum sangat manis seraya membuka koran, kakinya yang satu dia angkat, bertumpu di kaki satunya lagi.

"Siapa bilang pagi yang indah? Setiap pagi mood-ku selalu berantakan. Bagaimana kamu bisa mengatakan pagi ini indah?" protes wanita dewasa tadi sembari memasangkan dasi untuk sang suami yang sudah mendampinginya lebih dari dua puluh tahun.

"Astaga Mam, jangan suka teriak-teriak, nanti rumah kita bisa rubuh." Seorang pemuda, tinggi, berkulit putih, perawakan arab yang cukup kental dan tampan turun dari lantai dua, dengan pakaian rapi yang siap untuk pergi ke kampus.

"Bagaimana Mama tidak teriak setiap pagi, jika kalian selalu saja membuat Mama kesal," tukasnya selesai memasangkan dasi untuk sang suami.

Pemuda itu duduk di salah satu kursi dan siap mengambil sarapannya, namun tertahan oleh tangan sang ibu.

"Di mana adikmu?" tanya sang ibu menatap pemuda itu intens.

"Astagaaaaa!! Anak itu pasti belum bangun!" ujar pemuda itu yang langsung berdiri dan berlari ke lantai dua.

Sang ibu menepuk dahinya, selalu saja setiap pagi ada sesuatu hal yang membuatnya merasa pusing dan mengelus dada.

"Sudahlah Sayang, duduklah, kita tunggu Queen rumah ini turun dan bergabung bersama kita." Pria dewasa itu menarik tangan istrinya pelan agar dia duduk di kursi.

"Papa, anak-anak itu sudah besar, tapi kenapa mereka belum bisa berubah? Itu karena kamu terlalu memanjakannya," ujarnya sebal mengambilkan roti gandum untuk sang suami.

"Mamaaaaa!!! Agatha nggak mau bangun!!!" Teriakan itu mengurungkan sang ibu mengoleskan selai di roti gandumnya.

"Astaga, jam berapa ini?" gumam Prilly melihat jam tangannya.

Prilly adalah seorang ibu yang bawel, berisik, banyak aturan namun juga toleransinya tinggi. Tidak tega jika melihat anak-anaknya sakit dan bersedih. Meskipun seperti itu, dia adalah penguat cinta di keluarga itu. Menikah selama lebih dari 20 tahun bersama Ali, membuahkan hasil dua orang anak dengan sifatnya yang berbeda-beda. Digo, anak pertamanya yang jahil dan gokil, harus selalu menghadapi adik kecilnya yang manja, bawel dan ribet, yaitu Agatha. Walaupun seperti itu, keluarga ini selalu kompak dan saling melengkapi.

"Agatha!!!" teriak Prilly sudah berdiri di samping tempat tidur Queen, begitulah sapaan Agatha di istana Ali ini.

"Aaaarrrggggh ... Mama berisik, masih subuh juga, sudah pada berisik semua," lenguh Agatha yang hanya menggeliat mengubah posisi tidurnya.

Prilly menepuk dahinya dan menarik napasnya dalam. "Digo, angkat adikmu ke kamar mandi," titah Prilly yang langsung disanggupi Digo.

Dengan wajah sumringah Digo mengangkat tubuh sital Agatha, lantas dia mendudukkan adiknya di dalam bed tub. Tidak hanya itu, untuk membuat Agatha membuka mata, Digo juga mengucurinya air hangat, agar tidak terlalu terkejut jika menggunakan air dingin.

GENERASI (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang