MENAHAN RASA

14.4K 1.7K 118
                                    

Digo POV

"Digo," panggil Sisi pelan saat kami sedang duduk di bangku pinggir danau.

Kami sekarang sedang berwisata alam. Sepulang kuliah kami langsung menuju ke lokasi wisata alam tak jauh dari perkotaan.

"Hem..., apa, Si?" sahutku menoleh padanya, dia sedang menikmati pemandangan danau ini.

Hamparan air yang bening, terapung enceng gondok dan daun teratai yang menutupi sebagian permukaan airnya.

"Kamu pernah menyukai seseorang?" tanya Sisi dengan tatapan masih ke depan.

Jantungku langsung berdebar tak karuan.

'Iya, gue cinta sama lo, Si.' Kata itu hanya dapat terucap dalam batinku. Sungguh tersiksa aku memiliki rasa ini untuk Sisi.

"Ya," jawabku singkat.

"Apa dia membalas perasaan lo?" tanyanya lagi, kini dia menoleh padaku.

Kami saling berpandangan, matanya meneduhkan, bibir merahnya tertarik sangat manis. Sisi! Nama yang selalu membuatku tak dapat hidup tenang, meski hanya satu detik saja, karena nama itu selalu menggeliat di dalam hati dan pikiranku.

"Entahlah!" jawabku. Dia mengerutkan dahinya, menatapku heran.

"Kok, 'Entahlah!'? Apa lo nggak mengungkapkannya?"

'Yang gue cintai lo, Si.' Lagi-lagi aku hanya dapat membantin.

"Nggak!" balasku singkat menghindari tatapan matanya yang menuntut penjelasan.

"Kenapa?" desaknya penasaran.

"Gue takut," jawabku jujur, mengalihkan pandangan ke samping danau. Aku melihat seorang ibu dan anak sedang menikmati kebersamaan mereka di tempat ini.

"Takut??? Takut kenapa?" Lagi-lagi Sisi mendesakku.

Aku bisa berbuat apa? Sedangkan aku tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatiku padanya. Jatuh cinta memang mudah, berusaha untuk memilikinya, memang selalu ada cara, tapi mengatakan kejujuran hati itu, sulit! Masalah terbesarku selama ini, adalah, tak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan rasa padanya.

"Gue takut, akan patah hati lagi." Pembicaraan kami mengalir begitu saja.

Aku mendengar Sisi menghela napas dalam. Dia berdiri, dan berjalan dua langkah ke depan, mendekati tepi danau.

"Memang hal yang paling menyakitkan adalah, saat kita mencintai, namun yang kita cintai, mencintai dan mempertahankan orang lain. Gue juga pernah, mengalami hal itu, Dig. Gue juga pernah kok, mengalami sakitnya patah hati," curhat Sisi.

Aku tertarik dengan kisah masa lalunya. Ada sesuatu dalam hatiku yang mendorong untuk mengulik pribadinya lebih dalam. Aku beranjak dari bangku, lantas berdiri di sampingnya memasukkan kedua tangan ke saku celana.

"Terus, apa yang lo lakukan setelah itu?" tanya gue menatapnya, namun dia tak membalas tatapanku.

Sisi malah tersenyum lebar, dia juga menarik napasnya dalam-dalam, dan menghembuskan kasar dari mulutnya, desahan berat dia lontarkan.

"Cinta?!!! Satu rasa yang memiliki seribu makna. Aneh!" Dia malah tertawa kecil, aku tak paham dengan maksud tawanya itu. "Dari sakit hati itu, gue belajar menjadi orang yang kuat dan menjadi wanita yang berhati baja. Gue juga belajar untuk menerima kenyataan, bahwa apa yang kita inginkan, tidak selalu harus tergenggam. Semampunya saja, jangan memaksakan diri, jika akhirnya akan menyakiti," imbuhnya.

Aku terkekeh, benar katanya. Semenjak rasa sakit hati itu melandaku, kenapa aku tidak pernah memiliki pemikiran sepertinya ya? Kenapa baru sekarang aku bisa mengerti hal itu?

GENERASI (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang