01 - What is Love?

630 74 32
                                    

Perkenalkan, aku Park Sooyoung.

Beberapa bulan yang lalu aku baru saja menginjakan kaki di usia 21 tahun. Seharusnya di usia ini aku pergi minum, berkencan dan menikmati dunia dengan teman-temanku.

Tapi boro-boro menikmati dunia, hidupku malah harus hancur tak karuan.

Orang-orang bilang hidupku bagaikan cerita novel. Bahagia tanpa cela. Wajah cantik dari keluarga kaya raya. Kehidupan yang cukup sempurna—sangat sempurna malah apabila kau melihatnya dari jauh—namun sayangnya apa yang dilihat orang terkadang tak seperti kenyataan.

Walaupun aku orang Korea asli, namun lebih dari separuh hidupku di habiskan di negeri Sakura dengan kedua orangtua ku.

Aku sangat menyayangi mereka berdua, sungguh.

Appa-ku seorang General Manager di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Semikonduktor. Seumur hidup ia tak pernah mendelikan mata atau pun meninggikan suaranya padaku. Tak henti-hentinya ia menghujani ku dengan kasih sayang dan hadiah-hadiah yang bahkan tak pernah sekalipun ku minta.

Sedangkan Eomma.. sungguh aku bersumpah bahwa aku sangat menyanginya lebih dari apapun di dunia ini. Namun aku tak akan berbohong, tatapan matanya itu... entah mengapa seolah mengulitiku hingga ke dalam tulang. Tatapan matanya membuatku merasa bahwa aku tak lebih dari anak nakal yang tak ia inginkan.

Sama seperti appa, ia pun tak pernah meninggikan suara atau melayangkan tanganya padaku, namun lebih baik dia memukul tubuhku hingga biru dan mengatakan apa salahku dari pada aku harus mendengar nada bicaranya yang dingin dan kaku seolah aku tak lebih dari orang asing yang terpaksa ia urus.

Eomma sangat ingin aku sempurna.

Sempurna dalam hal apapun di matanya. Sempurna untuk ditunjukkan pada teman-teman atau siapapun yang mengenalnya.

Selama dua puluh satu tahun hidupku, apapun yang melekat ditubuhku yang jenjang ini, pendidikanku hingga kegiatan ekstrakurikuler pun ia yang tentukan. Tak pernah sekalipun aku menolak atau menentangnya, aku melakukannya dengan semangat dan ceria karena sesungguhnya aku juga tak keberatan dengan pilihannya. Aku hanya ingin melihat binar bangga di matanya.

Namun sepertinya aku lagi-lagi harus menelan kekecewaanku dalam-dalam, sebab tak sekalipun ku lihat hal tersebut di matanya.

Tak sekalipun.... bahkan ketika aku memenangkan perlombaan tari tradisional Korea di kedutaan besar saat hari kemerdekaan Korea Selatan beberapa tahun silam.

Aku masih ingat dengan sangat jelas, saat itu aku membawakan Taepyeongmu. Tari tradisional Korea yang melambangkan hasrat perdamaian. Tari yang bahkan ia pilihkan sendiri sebagai kegiatan tambahanku.

Namun, secercah binar bangga yang ku harapkan tak sedetikpun muncul di matanya. Ia hanya terdiam dengan wajah datarnya sambil memegangi tas kecilku di sudut ruang saat aku berdiri diatas panggung menerima piagamku dengan Gwangbok merah, putih, dan biru layaknya seorang daebi mama.

Seumur hidupku aku selalu bertanya pada diriku sendiri,

Hey, Park Sooyoung! dosa besar apa  sih yang telah kau perbuat padanya hingga dia sedingin dan semenjaga jaraknya ini terhadapmu?


Apakah semua ini karena aku sempat memintanya untuk mengijinkanku kuliah di Korea sedangkan ia ingin aku kuliah di Todai?

Atau karena dulu aku merengek ingin ikut kelas tari pedang?

Atau kah karena aku pernah memecahkan china set favoritnya ketika SD dulu?

Tidak, ku rasa 'kedinginannya' padaku berawal jauh sebelum itu. Bahkan aku pun tak pernah mengingat kapan terakhir kali ia menyunggingan senyum di bibirnya dengan tulus untukku.

Wounded Where stories live. Discover now