Pertemuan

511 117 128
                                    

Aku menatap lamat-lamat kamarku sebelum aku pergi ke sekolah, oke, tas sudah siap, dan kamar sudah rapi. Aku sudah siap untuk berangkat.

Aku berjalan menuju sekolah, sekolahku tidak begitu jauh, jadi berjalan kaki bukan sebuah masalah yang besar. Aku selalu antusias menghadiri sekolah, tidak, aku bukan anak culun, yang terlalu terobsesi pada pelajaran. Aku hanya antusias, karena ada perpustakaan di dalam sekolah. Sekali lagi, aku bukan anak culun. Aku pergi ke perpustakaan hanya untuk meminjam novel-novel horor, bukan buku pelajaran.

Oh, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Aerona Arianrhod, aneh?Unik? Sulit dibaca? Itulah kata-kata orang saat mereka mendengar namaku. Aku biasa dipanggil Aerona. Aku duduk di kelas delapan Luke Wrine Junior Highschool, tepatnya di Wales, Inggris.

Hujan, pikirku saat melihat titik-titik air mulai membasahi jalanan, mobil, dan bangunan-bangunan. Aku tidak membawa mantel ataupun payung, tapi siapa peduli, toh sebentar lagi aku sampai di sekolah. Aku mempercepat langkahku. Orang-orang mulai membuka payung dan memakai mantel yang mereka bawa, bagi mereka yang tidak membawa kedua benda tersebut berlarian kalap di sepanjang jalan.

Hujan bertambah deras, orang-orang mulai berlarian, ingin segera sampai di tujuan mereka. Bagi mereka yang membawa mobil sangat beruntung pada saat-saat ini. Aku merapatkan jaketku, setidaknya aku memakai jaket.

Aku melirik jam tanganku. Gawat! Sebentar lagi pukul tujuh, bel sekolah akan berbunyi! Aku terpaksa berlari. Tidak peduli dengan jalanan yang licin.

Tiba-tiba seseorang menahan bahuku dari belakang, aku berhenti mendadak, membuatku hampir saja terpeleset. Aku menoleh ke belakang. Seorang anak laki-laki dengan rambut pirang, dan kulit yang pucat memayungiku. Ia tidak berkata apapun, ekspresinya datar. Aku melirik seragamnya, sama dengan seragamku, jadi dia satu sekolah denganku.

"T-terimakasih," ucapku gugup.

Ia mengangguk, namun ia sama sekali tidak menatapku, ia hanya fokus pada jalanan yang ada di depan.

"Kau tidak kedinginan?" aku menoleh kearahnya, ia basah kuyup.

Ia menggeleng.

Aku menatap wajahnya, aneh, dia memakai perban di wajahnya, namun hanya wajah bagian kanan.

"Kau bisa memakai payungnya jika kau mau, aku sudah memakai jaket," kataku lagi. Apakah dia bodoh? Dia memakai seragam!

Ia menggeleng, lagi. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun dan tanpa ekspresi.

"B-baiklah, terimakasih banyak," aku menunduk. Anak yang aneh.

Ia mengangguk.

Tanpa kusadari, kita sudah sampai di sekolah. "Terimakasih banyak," kataku. Ia mengangguk, lalu melangkah pergi dengan payungnya.

***

Aku membuka pintu kelas, lalu duduk di bangkuku. Bangku yang miris, karena tidak ada anak yang mau duduk di sebelah bangkuku.

Teman sebangkuku, sahabatku, telah direbut seseorang. Waktu itu aku menangis, menangis karena kepergiannya. Tapi sekarang aku sudah terbiasa, dan kejadian itu membuatku trauma untuk memiliki seorang teman hingga sekarang.

Aku memasukkan buku-bukuku di laci yang ada di bawah bangkuku. Tapi aku urung melakukannya karena aku melihat sebuah kertas,aku mengambilnya, membacanya.

Kepada: Aerona Arianrhod

Dari: Stella Ward

Hai, mantan sahabat. Bagaimana? Kau sudah mempunyai teman baru? Kuharap sudah. Aku sudah mempunyai teman, bukan, sahabat yang jauh lebih baik darimu. Dia jauh lebih pintar, dan dia bukan anak rumahan sepertimu. Hahaha, lucu, ya? Seharusnya dari dulu aku sudah berteman dengan mereka, kenapa aku bisa berteman denganmu, ya? Kuharap kata-kataku tidak menyakiti hatimu karena ini kenyataan.

The Right EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang