"Briana, tidak perlu menangis nak. Ayo, aku antar kau ke kamarmu yang baru," dengan lembut, Helen merangkul dan mengajak gadis yang ternyata bernama Briana itu ke kamar barunya.
Kamar itu adalah kamar terbesar dan termewah yang pernah dilihat Briana. Dindingnya yang berwarna putih dengan langit-langit bercorak awan biru. Di tengah terdapat kasur king size dengan cover berwarna biru. Di sebelah kanannya terdapat meja kecil antik dengan lampu tidur bercorak bunga di atasnya. Sementara di sebelah kiri terdapat meja rias lengkap dengan peralatan make up yang terlihat sangat mahal. Di hadapan kasur itu terdapat lemari besar berwarna coklat lembut. Dua buah kursi santai diletakkan di depan sebuah jendela yang menghadap langsung ke arah taman keluarga Wilson.
" Ini kamar ibuku dulu. Bagaimana, Nak? Apa kau menyukainya?" suara Helen membangunkan Briana dari keterpukauannya.
" I-i-iya Nyonya. Ini sangat
indah," ucap Briana. Matanya berkilau senang, sejenak melupakan masalahnya.Helen tersenyum. Anak ini sangat manis, tidak heran Adrian tertarik dengannya, pikir Helen.
" Aku senang kau menyukainya. Eemm baiklah. Aku yakin kau sedang membutuhkan waktu untuk berfikir. Jadi aku akan pergi untuk menyelesaikan tugas lain. Jangan lupa untuk turun saat jam makan siang nanti," Helen mengusap lembut rambut Briana sebelum pergi meninggalkannya sendiri.
Kini Briana sendiri. Ia merasa sangat canggung karena berada di ruangan semewah itu. Rumah bibinya di kampung halaman mungkin lebih kecil dari kamar ini. Dan itu adalah salah satu alasan mengapa ia mau bekerja sebagai pelayan di rumah ini. Ia ingin membahagiakan bibinya.
Kakinya kini bergerak, membawanya menyusuri setiap sudut kamar itu. Jari-jemari panjangnya menyapu dengan perlahan dan hati-hati dinding bercat putih seakan dinding itu akan runtuh jika ia menyentuhnya sedikit saja.
Ketika dirinya sampai di depan jendela, netranya kembali dimanjakan dengan bunga-bunga indah yang berbaris di kebun keluarga Wilson. Mawar, anyelir, aster, dan yang paling ia sukai, bunga azalea. Keindahan yang setidaknya bisa sedikit meringankan pikirannya.
---
Sementara di kamar mewah lain, seorang laki-laki tengah berjalan mondar-mandir. Matanya menatap liar ke segala arah. Bagaimana ini bisa terjadi padanya? Ada apa dengannya? Belum pernah ia merasakan perasaan seperti ini. Tidak selama 25 tahun hidupnya ini. Perasaan begitu ingin memiliki. Perasaan ingin memiliki dan tidak membaginya pada siapapun. Mungkin ia pernah, tapi tidak separah ini.
Adrian menghempaskan tubuhnya di kursi dan menarik nafas lelah. Tangannya mengacak rambutnya kasar. Matanya terpejam. Sialnya, bayangan gadis pelayan itu terlihat jelas di sana. Membuat perasaan ingin memilikinya semakin besar saja. Ia membuka mata sambil menghembuskan nafas kesal. Lebih baik ia menjenguk Albert. Berharap anjing piaraannya itu bisa menjernihkan pikirannya.
Ia berjalan menuju ke taman belakang rumahnya. Ketika melewati kamar neneknya, ia seperti melihat seseorang. Ia masuk untuk sekedar memastikan.
Di dalam sana, terdapat seorang gadis yang tengah memandang ke luar taman. Itu adalah gadis pelayannya. Ia memang tidak bisa melihat wajahnya, tapi ia yakin bahwa itu adalah gadisnya. Gadis berambut pirang ikal. Dari belakang sini, ia bisa melihat cahaya matahari yang menimpa gadis itu, juga angin yang memainkan rambut pirang ikalnya. Ia benar-benar dibuat terpana oleh pemandangan itu.
Entah sudah berapa lama ia menatap gadis itu hingga suara dentingan lonceng tanda makan siang berbunyi. Ia melihat tubuh gadis terlonjak kaget. Ia tertawa kecil melihat itu. Gadis itu berbalik dan membulatkan matanya.
" Tu-Tuan!"
Adrian segera memasang wajah datar. Ia melangkah masuk ke tengah kamar, " Sedang apa kau di sini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
YOU'RE MY OBSESSION
Любовные романыMata birunya tidak sengaja bertubrukan dengan sepasang mata coklat lembut milik seorang gadis pelayan. Dunia seakan berhenti berputar. Tatapannya hanya tertuju pada gadis itu. Gadis dengan rambut pirang ikal dan pipi merah merona. Menyadari dirinya...