LIMA

6.2K 508 23
                                    

Wanita paruh baya itu menatap tajam rumah kontrakan kecil yang ada di depannya. Dia tidak percaya bahwa putra tunggalnya tinggal di rumah kecil dan menyesakkan seperti yang ada di hadapannya.

Lalu apa arti perjuangannya selama ini jika putranya yang begitu ia cintai harus tinggal di lingkungan miskin seperti ini?

Lihat saja orang-orang yang bermukim di daerah itu, terlihat rendah dan sangat tidak layak bergaul dengan anaknya. Itu yang dipikirkan wanita itu sejak menjejakkan kakinya di daerah tempat tinggal Arvin dan Jena.

Ratih -mamanya Arvin- berniat memberi kejutan pada putra semata wayangnya dengan datang ke Jakarta tanpa sepengetahuan putranya. Tetapi, informasi apa yang dia dapatkan dari salah satu asisten rumah tangga mantan suaminya itu benar-benar membuatnya terkejut. Putranya sudah menikah, tanpa restu darinya dan tinggal di lingkungan miskin seperti ini.

Ratih yakin pasti perempuan yang dinikahi Arvin berasal dari kaum menengah ke bawah. Dan perempuan itulah yang membawa Arvin untuk hidup bersusah payah dan meninggalkan semua fasilitas kemewahan yang dimiliki putranya.

"Cari siapa, Bu?" tanya Bu Nini heran melihat Ratih hanya diam memandangi rumah kontrakan Jena dan Arvin.

Ratih tidak menghiraukan pertanyaan Bu Nini dan memilih meneruskan langkah kakinya mendekati pintu rumah Jena.

"Huh.., dasar orang kaya sombong," gerutu Bu Nini.

Ratih mengetuk pintu rumah Jena berulang kali dengan tak sabaran. Jena yang sedang memasak terpaksa menghentikan kegiatannya karena ulah Ratih tersebut.

"Iya.., sebentar.."

Samar-samar Ratih bisa mendengar suara Jena dari dalam rumah. Lalu saat pintu terbuka, Ratih memandang tidak suka ke arah Jena.

Inikah perempuan sialan yang dinikahi anakku? batin Ratih.

Jelas saja Ratih memandang tak suka pada Jena. Lihat saja cara berpakaian Jena yang terkesan asal dan acak-acakan. Jena memakai daster panjang yang agak kebesaran di tubuhnya, sementara rambutnya dikucir asal.

Dan dari penilaian Ratih, perempuan di depannya ini sangat tidak layak untuk mendampingi putra semata wayangnya.

"Cari siapa, Bu?" tanya Jena sopan.

"Benar ini rumahnya Arvin?" tanya Ratih dengan gaya sombongnya.

"Iya, Bu. Saya istrinya. Ibu siapa ya? Ada perlu apa mencari suami saya?"

Istri katanya?? Teriak Ratih dalam hati.

Bagaimana bisa perempuan di depannya ini mengaku sebagai istri Arvin tetapi tidak mengenali siapa dirinya.

"Saya Mamanya Arvin."

Jena terkejut mendengar pengakuan wanita di depannya itu. Mamanya Arvin? Berarti yang berdiri di depannya saat ini adalah mertuanya bukan?

"Ma..Mama," ucap Jena terbata. "Maaf Jena nggak ngenalin Mama. Ya ampun.., Mama kapan nyampe di Indonesia?"

Jena bertanya sambil meraih tangan Ratih, berniat ingin mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkan suaminya ke dunia.

Namun Ratih menepis tangan Jena dengan kasar. Membuat Jena sedikit syok dengan perlakuan ibu mertuanya itu.

"Jangan sok tau kamu. Kapan saya ke luar negeri?" tanyanya angkuh.

"Masuk dulu, Ma.." ajak Jena tanpa menghiraukan pertanyaan Ratih.

Pertanyaan yang ditujukan Ratih padanya menyadarkan Jena bahwa Arvin menipunya selama ini. Mertuanya tidak sedang berada di luar negeri seperti apa yang dikatakan pria itu.

Kamu di Hatiku SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang