2. Damn it

83 14 4
                                    

     Sama seperti hari-hari sebelumnya, cuaca pagi hari ini sangat berkabut. Dari daun hingga kaca jendela semuanya berembun. Sepertinya kemaren hujan turun sangat deras. Namun, Refaya masih terlelap di tempat tidur kesayangannya itu.

"Non Faya, ayo bangun. Nanti kesiangan loh." ucap sang bibi.

Refaya pun bangun dari tidurnya dengan wajah sendu dan mata lembap. Siapa yang tahu ia kemaren habis ngapain. Karena waktu sudah menunjukan pukul enam lewat sepuluh menit, bergegas lah ia masuk ke kamar mandi seperti biasanya. Selesai mandi ia tak lupa menunaikan ibadah yaitu sholat subuh.

"Anjir, gua baru inget hari ini kan gua Upacara. Bego banget sih lu Faya" lirih nya.

Segeralah ia memakai seragam dan memasukan peralatan sekolahnya ke dalam tas. Ia menuruni anak tangga yang panjang itu sambil berlari.

"Faya, gausah lari-larian turun tangganya woy." teriak abangnya Revan.

"Abanggggggggg" teriak Faya.

"Tuh kan gua bilang juga apa, untung sempat gua tangkep kan. Kalo nggak gimana? Mau lu masuk Rumah sakit lagi?" Omel Revan memandang Faya dengan memasang wajah yang mengerikan.

"Ya, maafin gua bang. Gua takut telat tadi, kan gua hari ini Upacara. Please, bang jangan ngomong Rumah Sakit lagi." balas Faya dengan sedih dan terlintas di kepalanya betapa mengerikannya rumah sakit itu.

"Karena lo lari larian tadi, kan akhirnya lo telat juga. Oon banget sih punya ade." bales Revan sambil mengusap kepala Faya yang tertutup kerudung.

"Yaudah lo harus bikinin gua surat yayayayaya, punggung gua sakit nih bang." Pinta Faya dengan wajahnya yang kesakitan.

"Bodo amat, gua gamau gua mau berangkat dulu ya bye. Kalo lo gamau sekolah suruh bibi buat nelpon Wali Kelas lo." Teriak Revan sambil berlari keluar rumah.
"Dena ayo kita berangkat."

***

"Muka lu kok kayak pakaian belum disetrika sih." ucap Deandra sambil tertawa memandang Faya yang memasang muka geram.

"Ntar deh gua ceritain, ayo masuk kelas. Kita upacara kan?" Tanya Faya, sambil menggandeng Deandra masuk ke kelas mereka.

"Gajadi upacara, lampunya mati. Cuaca nya juga gak ngedukung kali." Jawab Deandra melepaskan tangannya dari gandengan dan mengubahnya jadi rangkulan.

"Sumpah gua kena sial mulu." geram Faya sembari duduk di bangkunya dan meletakan tas nya di atas mejanya.

"Btw, mata lu kok gitu. Lu abis nangis lagi Fay?" Tanya Deandra penasaran dengan sahabatnya itu.

"Kagak, gua kemaren tidurnya malem banget. Hahaha" jawab Faya memasang muka sok tegar.
*bisa dibayangin dah gimana*

"Lu boong mulu. Lu utang cerita sama gua pokoknya titik, istirahat kita ke perpus aja gamau tau lu harus cerita" ucap Dean.

*Dean baik banget ya 😂. Mau satu temen yang kek gini, pedulinya minta ampun*

"Gak ah nanti aja ceritanya, istirahat tetep istirahat jadi kita makan aja dulu. Gua yang traktir deh. Kalo lu mau denger cerita nya, pulang sekolah ke rumah gua aja ya temenin gua. Gua sendirian di rumah, Revan katanya mau main ke rumah pacarnya terus Dean pergi kerja kelompok katanya. Ok ok ya lu temenin gua di rumah."

"Yah kalo pulang sekolah gua mah gabisa Fay, gua ada janji juga. Lagian kan ada bi leni juga kan di rumah."

"Ahelah masa gada yang mau nemenin gua sih. Kali ini lu jahat de wkwkkwk." ucap Faya dengan muka soknya.

"Yeu bodo Fay. Gapapa kali, lu udah gede juga. Mandiri dong say."

Bel pertanda masuk kelas pun berbunyi. Sekarang waktunya pelajaran Biologi yang diajarkan Pak Sam. Sebenernya Refaya gasuka sama matpel ini, apalagi fisika beuh gasukanya berlipat-lipat. Dia merasa gurunya salah menempatkan ia di kelas MIA 2 ini. Tapi walaupun ia dimasukkan ke kelas IIS pun ia akan menolaknya, karena ia benci sekali dengan sejarah dkk.

Penantian Berharga [pending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang