Prolog v2

159 11 40
                                    

Putih adalah apa yang aku lihat saat ini.

Hanya ada warna putih polos di sana-sini. Tidak ada ornamen, tidak ada dinding pembatas ataupun pohon dan bangunan. Ruangan ini terasa begitu surealis, namun juga nyata. Rasanya ada sesuatu yang tak terbatas bila kita mencari tahu lebih dalam tentang ruangan ini.

Entah darimana datangnya cahaya, entah mengapa pula tidak ditemukan satupun bayangan, seakan di ruangan ini hukum fisika tidaklah berarti apa-apa.

Aku tidak bisa merasakan seluruh anggota badanku, sehingga aku tidak tahu sedang berada dalam posisi berbaring atau tertidur pada saat ini.

Apakah aku sudah mati? Inikah alam peralihan antara hidup dan mati itu?

Aku mendengar sebuah suara, itu suara seorang gadis.

"Halo, apa kabarmu?"

Suara itu terdengar begitu ramah dan manis. Hanya saja tidak diketahui sumber suara itu darimana, terkesan seperti suara itu datang dari berbagai penjuru. Singkatnya suara itu seakan langsung menyentuh kepala bagian dalam. Wujud dari pemilik suara juga tidak diketahui di mana.

"Kamu pasti berpikir ini alam roh ya? Jangan khawatir, kamu hanya sedang bermimpi kok. Tubuhmu sedang tertidur lelap di bawah pohon rindang di luar sana."

Ingin aku mencari tahu asal suara itu dan wujud pemiliknya, tapi tidak bisa. Seluruh anggota tubuhku tak bisa bergerak, sebagian besar alat inderaku tampaknya lumpuh total. Saat ini aku hanya bisa melihat dan mendengar saja.

"Ah, aku lupa. Kamu pasti tidak mengenalku," ucap suara itu lagi, "tapi tidak usah takut, aku mengenalmu lebih dari dirimu sendiri."

Aku ingin bertanya sesuatu, tapi mulut ini juga ikut terkunci.

"Aku sudah mengawasimu selama ini, loh! Akhirnya tiba juga waktunya bagi kita untuk bertemu," suara itu terdengar semakin ceria, "meski saat ini kau belum bisa melihatku, tapi suatu saat kau pasti bisa."

Akhirnya walau sesaat aku merasakan sesuatu. Ada sebuah aura keberadaan seseorang muncul di depanku. Semakin dekat dan dekat, tapi aku tetap tak bisa melihatnya.

Indera kulitku sudah mulai bekerja, terasa olehku sebuah belaian menyentuh daguku, terasa seperti embusan angin yang lembut.

"Sudah tiba saatnya, Keith," ucap suara itu, "gerbang dalam tubuhmu akan aku buka, bersiaplah untuk menerimaku, Keith."

Tiba-tiba penglihatanku mulai memudar, dan itu membuatku pusing untuk sementara. Ingin sekali aku bertanya, "siapa?" atau, "apa maumu?" tapi itu benar-benar hal yang mustahil.

"Kita akan menyelamatkan dunia."

Suara itu menghilang, bersamaan dengan hilangnya kesadaranku.

-oOo-

Matahari berada di atas sana; menyinari bumi dengan cahayanya yang begitu terang tanpa ada satu awan pun yang menghalangi. Begitu terang cahayanya, tetapi tidak panas, mungkin karena sudah masuk pertengahan musim gugur. Beberapa sinarnya terpecah oleh dedaunan dari pohon rindang ini dan langsung mengenai mataku. Hanya saja, warna-warni dedaunan di musim gugur membuat cahaya yang sampai ke tempatku menjadi begitu menyilaukan.

Aku tersadar baru saja terbangun dari tidur siang. Meski angin sepoi-sepoi terasa sejuk di bawah sini, atau rumput yang empuk dan dedaunan kering menjadi alas tempatku berbaring, atau dinginnya akar pohon apel yang mencuat ke permukaan tanah menjadi bantal untuk beberapa saat lalu, tapi aku tetap merasa gelisah. Seperti ada sesuatu yang hilang di dalam pikiranku dan sepertinya itu penting. Itu ingatan, aku yakin, tapi aku tidak bisa mengingat apa isinya.

AnugerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang