Sebuah Pesan Silam

53 4 3
                                    

Suasana di Bulan november telah memasuki musim penghujan, siklus musim yang ada di indonesia hanya memiliki 2 musim, yaitu penghujan dan kemarau. sore itu dina duduk di bangku teras sebuah kedai kopi, ia kembali melanjutkan pekerjaan di kantor nya yang belum terselesaikan. suara gemericik air hujan menjadi sebuah alunan yang menemaninya di sore itu. dina adalah seorang wanita berusia 22 tahun, ia seorang perantau dari sumatera yang singgah dan mengadu nasib di jakarta dari usia 19tahun. ia hanya memiliki ijazah SMK, namun sekarang pekerjaan nya ialah seorang direktur di perusahaan multinasional. tak mudah mencapai sebuah pucuk yang diidamkan banyak wanita seusianya, ia harus rela berpeluh, bertarung dengan waktu dan kerja keras yang menjadi kuncinya.

Tahun 1993 pada saat itu usia dina baru menginjak 9 tahun, dan ia baru saja memasuki SD , dina memang bisa dibilang telat masuk ke sekolah karena keterbatasan biaya, ibunya yang hanya seorang buruh pengrajin anyaman tikar, dan ayahnya telah meninggal sejak dina usia 1 tahun, ia berasal dari keluarga yang miskin. sejak kecil dina sudah terbiasa mencari uang demi membantu sang ibu menghidupi ia dan adik lelaki satu-satunya, karena ibunya sudah memasuki senja di usia 50 tahun.

Pukul 04.00
dinihari alarm alami dina selalu tepat waktu tanpa harus ada aba-aba dari ibunya, ia langsung bergegas mengambil air di sungai, karena  ia tinggal di suatu pedalam daerah sumatera, yang jauh dari pusat perkotaan, bisa di bilang dekat dengan hutan. "Nak, Jangan Lupa nanti kau ambil kayu bakar juga ya, untuk ibu masak nanti" kata ibu dina, "Baik Bu" jawab dina dengan penuh takzim. ketika sampai di bibir sungai dina bertemu dengan kawan nya asri, ia juga sepertinya ingin mengambil air juga, "Hai, Ri " Sapa Dina "Eh kamu rina, mau ambil air juga ya?". "Iya Ri aku mau ambil air untuk ibuku memasak, juga sekalian nanti mau cari kayu bakar". jawab dina "Oh gitu ya, mari bergegas ambil air , nanti keburu banyak warga yang antri kan, karena ini sumber air satu-satunya di desa kita" ."baik mari kita bergegas". Setelah mengambil air dina lalu berpamitan dengan asri untuk mencari kayu bakar. 

"bu, aku pulang" dina mengucap salam dari balik pintu sambil menenteng ember air dan memikul kayu bakar. Dina pun langsung bergegas ke dapur untuk segera memasak air juga membantu pekerjaan sang ibu, dari mulai memasak, mencuci pakaian dan piring juga membuat sarapan untuk sang adik yang kini berusia 5tahun. "kak, pagi ini mau buat sarapan apa?" rudi sembari tersenyum kepada kakaknya. "kakak ingin masak nasi goreng dek manis" jawab dina sambil mencubit pipi adik lelakinya tsb.
"hei nak kamu sudah memasak air? " sang ibu berteriak dari bilik kamar. Ibu dina sedang mengalami sakit sejak seminggu yang lalu dikarenakan terjatuh saat sedang menjemur baju, jadi dina yang sementara ini menggantikan seluruh pekerjaan ibunya.

Setelah selesai menyiapkan sarapan untuk adiknya, dina langsung membawakan sarapan ke bilik ibunya "bu, ini aku dina membawakan sarapan untuk ibu!!", Dina mengetuk pintu bilik ibunya. Sepiring nasi goreng dan segelas air minum kini ia bawa masuk dengan nampan ke kamar ibunya, ia melihat ibunya tergeletak di kasur dengan selimut yang menutupi bagian tubuh yang terlihat hanyalah wajahnya saja, suhu tubuhny pun bisa dibilang cukup tinggi namun ibunya menolak untuk di bawa ke dokter karena ia tak ingin merepotkan dina, dan ia juga tak memiliki biaya untuk kesana. "Nak" sayup terdengar lirih suara ibunya. "Ibu hendak bercerita kepadamu, kau sungguh anak yg amat penurut dan patuh, kesabaran mu tak tergerus perkataan orang.  Sama seperti batu karang yang tak hancur termakan ombak. Ayahmu dulu juga sama memiliki tekad dan semangat sepertimu, ibu seperti melihat pantulan dari ayahmu berada dalam dirimu, kau percaya nak setiap manusia yang terlahir di dunia itu unik, kau sungguh memiliki kepekaan yang amat tinggi terhadap lingkungan juga kecerdasanmu yang saat ini masih terbelenggu oleh perekonomian yng keluarga kita alami, yakinlah nak selama niat dan perjuangan itu ada, masa depan yang lebih baik sedang kau rajut, kau tahu masa depan itu adl suatu yg gaib ia hanya bsa di bentuk oleh pikiran positif, semangat yang tinggi, juga kerja keras, terpenting kita percaya kepada takdir sang tuhan. Selama harapan masih ada, ia akan meluluh lantahkan segala kenyataan yang ada nak, bersabarlah" kata sang ibu sambil penuh kebijaksanaan untuk membesarkan hati anaknya yang ia tahu sudah di usiany yang masih belia namun memanggul semua beban keluarga. Dina penuh takzim mendengarkan nasihat dan duduk disamping sang ibu dengan menyuapi sang ibu dengan penuh kasih sayang kelembutan.

*Next Lanjut bab 2 guys 😊😊

Secercah rasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang