Part 2: Petra & Introvert Man

32 0 0
                                    

   Tiga jam berlalu. Akhirnya pelajaran kimia selesai juga. Pak Yanto keluar kelas tanpa kata sama sekali. Hening. Saat Pak Yanto keluar ruangan, kelas kami serasa bergairah kembali. Kelas yang mulanya hening bisa berubah menjadi pasar loak dalam sekejap.

   "Pagi Gib," Petra datang kehadapanku. Paras matanya selalu berkilau. Kami sudah kenal sejak SMP kelas dua.

   "Ya selamat pagi," Gumamku, suaraku kecil karena tidak terbiasa menyapa orang lain atau bisa dibilang Introvert.

   "Apa kau mau menemaniku mengantar agenda kelas ini?" sambil tersenyum dan menutup mata sebelahnya karena buku yang ia jinjing cukup banyak dan berat.

   "Tentu saja."aku membalas senyumnya dan langsung mengambil tiga perempat buku yang ia jinjing. Mata sebelahnya terbuka lega.

   Aku dan Petra berjalan menuruni setiap lantai bersama. Canggung, tidak ada sepatah kata pun keluar dari kami berdua. Kami berhasil turun ke lantai tiga, aku terkejut saat Pak Yanto masih berada di depan pintu ruangannya. Kami berhenti sejenak, Petra bingung.

   "Ada apa Gib? Mengapa berhen-"

   "Shhhhh..." aku memotong katanya dan menutup mulutnya dengan telunjuk kananku. 

   Aku melihat gerak-gerik Pak yanto: ia terlihat gemetar, kunci yang ia pegang di tangan kanannya bergerak tak tekendali dan di sisi tangan yang lain terlihat seperti koper putih berlogo Biohazard. Bagaimana bisa ia mendapatkanya? Butuh satu menit lebih Pak Yanto membuka pintu itu. Mengapa orang lain tidak menyadari tingkahnya yang kaku itu? Rambutnya yang gondrong? Bahkan bau kapur menyengat jika ia membuka ruangannya.

   Pak Yanto memasuki ruangannya. Sambil memasukkan kunci ke saku kanan baju lab dan menaikkan kacamatanya yang merosot nyaris sampai ke tengah batang hidungnya. Pintu ditutup pelan hingga rapat. Aku lega. Entah apa yang akan terjadi jika aku berpapasan dengannya, pasti ia akan menatapku dengan guram. Hal seperti itu memang bukan yang terburuk dari sekian hal yang mungkin akan terjadi.Aku menoleh kebelakang menatap mata Petra dulu seperti biasa. Tubuhnya kaku, wajahnya merah layaknya tomat matang dan matanya tersipu melihat kebawah. Aku terbelalak dan tidak menyadari jari tangan kananku masih menyentuh bibirnya. Sejurus aku melepaskan tanganku dari bibirnya bahkan buku yang kupegang jatuh kelantai.

     "Ma.. Maaf Petra tanganku menyentuh bibirmu, aku tadi-" Petra memotong pembicaraanku, dia membungkuk dan mengambil buku-buku yang aku lepaskan.

     "Lupakan saja, cepat bereskan buku ini kita kehabisan waktu." alasannya. Wajahnya masih semerah tomat.

Survive On School (SOS) : Bertahan hidup di Sekolah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang