Di sekolah setelah perayaan kelulusan SMA. Rena dan Ervan adalah teman satu angkatan di SMA. Namun mereka tidak pernah satu kelas.
"Rena, aku tidak tahu, apakah aku pantas untuk mengatakan ini. Akhir-akhir ini, aku sungguh mengkhawatirkanmu. Akhir-akhir ini juga, aku sulit menghilangkan pikiran-pikiran tentangmu. Akhirnya aku sadar, dengan yakin, aku sedang merindukanmu."
Ervan menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya, "Aku... aku menyukaimu." katanya pelan.
Degh! Jantung Santi berdesir. Saat matanya menatap Ervan dengan sendu, jantungnya semakin berdesir. Keduanya terdiam sesaat, namun kedua pasang mata itu tetap bertemu. Sungguh, kata-kata Ervan yang terakhir bukan sesuatu yang mudah bagi Rena. "Oh Tuhan, bagaimana aku harus menjawabnya?" tanya Rena dalam hati.
Muka Ervan perlahan memucat. Ia penasaran, juga takut, saat menunggu jawaban dari Rena. Untuk sesaat, keduanya membiarkan angin semilir itu mengisi keheningan di antara mereka.
Rena menelan ludah dengan berat. "Aku harap, kau jangan menyukaiku. Karena aku akan pergi. Nanti kau akan tersakiti jika aku pergi." ucapnya dengan lembut dan hati-hati. Santi tidak tahu, apakah kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat terbaiknya.
"Pergi? Pergi kemana?"
"Aku pergi untuk menggapai cita-citaku sebagai seorang penulis. Selain itu, aku ingin... Aku ingin tahu, apakah rindu ini akan berbuah cinta." jawabnya dengan tubuh sedikit bergetar.
Ervan mengangguk pelan.
***
YOU ARE READING
Dua Cangkir Kopi Hitam
RomanceSudah sebulan Rena tinggal di rumah sendiri. Hari Minggu itu, hari kepulangan suaminya dari tugasnya di luar kota. Suaminya pernah bilang jika ia akan sampai rumah beberapa menit setelah senja. Namun kenyataannya, lebih dari satu jam Rena menunggu...