Chapter 19

16.7K 1.7K 238
                                    

No edit.

Aku tau banyak kesalahan dalam penulisan crita ini, karena cerita ini saya bikin di awal2 masuk dunia kepenulisan.
So, jgn protes krna kalimatnya acakadul ya.

***

"Aku tau penyebab Cinta seperti itu."

Malam itu, setelah Rama berhasil membopong istrinya yang tak sadarkan diri menuju rumah sakit menggunakan mobil, Mbok Sum mendatangi adiknya, di dalam kamar. Bu Tatik terdiam, wajahnya memucat dan tampak menggigil ketakutan setelah mengetahui menantunya jatuh, pendarahan hebat dan tak sadarkan diri. Bahkan hingga 4 jam setelah Rama membawanya ke rumah sakit, masih tidak ada perkembangan apapun darinya.

Mbok Sum duduk di pinggiran ranjang adiknya. Menatap mata adiknya intens, menuntut kejujuran sang adik sebelum mengancam akan memberitahukannya langsung pada Rama mengenai perilaku bejat Tatik selama ini pada Cinta.

"Jadi, katakan padaku sebelum aku yang akan mengatakannya pada Rama." tuntut Mbok Sum lagi.

"Apa yang akan Mbak katakan? Mbak tidak berhak menuduhku tanpa bukti. Aku tidak melakukan apa-apa padanya. Lagipula, bagaimana caranya seorang wanita tua yang lumpuh bisa membuat menantunya yang sedang hamil jatuh dan pendarahan hebat seperti itu? Tidak masuk akal." sahut Bu Tatik kesal.

"Tapi, mulutmu lebih kejam dari perbuatanmu sendiri. Kamu pikir, aku tidak bisa mendengar bagaimana kamu menyiksa batin Cinta dengan mulut berbisamu itu? Bahkan para tetangga di sini juga sudah tau bagaimana sikapmu pada menantumu sendiri." balas Mbok Sum, marah besar.

"Dengar, Tatik. Kamu cuma punya satu anak. Jika Rama sampai mengetahui perbuatan jahatmu itu, jangan salahkan siapa-siapa kalau anakmu akan meninggalkanmu sendirian. Kamu sudah lumpuh, tidak bisa apa-apa, Gusti Allah sudah mengambil nikmat kakimu sehingga kamu tidak bisa berjalan lagi tanpa bantuan kursi roda. Siapa yang akan merawatmu nanti jika Cinta dan Rama meninggalkanmu? Kamu tidak memikirkan itu selama ini." lanjut Mbok Sum.

Mbok Sum bangkit. Ia menatap adiknya sejenak yang tak berani menatap wajahnya sedikitpun. Mbok tahu adiknya tengah menyadari kesalahannya itu. Maka, Mbok Sum memilih beredar dari sana. Tapi sebelum ia benar-benar pergi, ia mengingatkan adiknya mengenai suatu hal.

"Ingatkan kata-kataku, Tatik. Jangan pernah menyesal atau menyalahkan dirimu sendiri lagi jika apa yang ku katakan tadi benar-benar terjadi."

Pintu kamar tertutup sempurna. Mbok Sum sudah keluar dari kamar Bu Tatik, meninggalkannya sendirian merenung dan mencerna perkataan Kakaknya tadi.

Bu Tatik semakin menggigil. Ia menggigiti kuku-kuku jari tangannya ketakutan. Takut jika apa yang dikatakan kakaknya akan menjadi kenyataan.

"Itu tidak akan terjadi. Rama tidak akan pernah tega meninggalkan Ibunya sendirian. Apalagi dengan keadaanku seperti ini. Rama adalah anakku yang penurut, aku yakin jika dia tidak seperti apa yang dikatakannya." gumamnya dengan tubuh gemetaran. Keteguhan kata-kata yang diucapkannya tak sesuai dengan keteguhan hatinya. Bibirnya berkata 'tidak mungkin' tapi tubuhnya seolah yakin jika itu akan menjadi 'mungkin'.

***

Baru kemarin Rama keluar dari rumah sakit setelah seminggu menjaga ibunya di sana, malam ini dia kembali lagi ke sini dengan korban yang lain. Kali ini istrinya yang terbaring di ruang rawat VIP dengan segala fasilitas yang terjamin. Ini sudah beranjak 5 jam istrinya terpejam tak sadarkan diri sejak kejadian setelah magrib tadi.

Keadaan Cinta sangat memprihatinkan. Tabung oksigen menutupi hidung dan mulutnya. Separuh jiwanya sudah terbang, bermain jauh di awang-awang. Bersama teman baru. Sekawanan wanita berbaju putih. Rasanya sangat mendamaikan.

Bukan Menantu Idaman? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang