Riani POV
Aku merebahkan badanku malas di ranjang tempat tidur sederhana yang sudah menemani tidurku hampir setengah hidupku.
Pikiranku melayang jauh menerka-nerka bagaimana hari esok yang akan ku lalui, ya jantungku mulai berdegup tak beraturan jika mengingat besok aku akan bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan besar dibidang advertising."Riani kau harus tenang"
Ucapku kepada diriku sendiriBagaimana tidak aku bisa segelisah ini mengingat aku diterima untuk bekerja diperusahan Raygen Advertising, pikiranku melayang dengan orang-orang berkelas yang akan aku jumpai tiap hari, orang-orang dengan IQ yang cemerlang, sementara aku hanya gadis biasa yang mungkin hanya kebetulan diterima karena perusahaan itu membutuhkan karyawan diwaktu yang mendesak.
Ya jika mengingatnya lebih jauh aku hanya dikontrak untuk dipekerjakan di perusahaan itu selama tiga bulan.
"Huuft" desahku menghembuskan nafasku kasar setelah membayangkan itu semua.
tiba-tiba suara handphone ku berbunyi, terlihat pesan masuk dari teman-teman kuliahku dulu
"Semangat nona Riani"
aku tersenyum membaca pesan-pesan yang masuk yang kurang lebih isinya sama, menyemangatiku untuk hari kerja pertamaku esok.
.
.
.
.Aku matut diriku didepan cermin setelah hampir satu jam aku mencoba pakaian yang akan aku kenakan ke kantor pertamaku, aku memilih kemeja berwarna hitam dengan aksen renda putih di sepanjang kancing bajunya, dipadukan dengan rok span dibawah lutut yang sangat pas di tubuhku ini, aku mengikat rambutku rapi, dan memoleskan make up natural, aku tak nyaman jika harus memakai make up yang berlebihan dan mencolok.
Aku turun meninggalkan kamarku dilantai dua menuju dapur sekaligus meja makan untuk sarapan bersama keluargaku.
"anak ayah cantik sekali pagi ini" puji ayahku ketika aku mendekati meja makan. Aku hanya tersenyum tipis menyembunyikan kegelisahanku pagi ini, dan jujur saja aku gadis pemalu yang tak terbiasa untuk diperhatikan.
Aku melirik mama yang sedang sibuk menyiapkan nasi goreng buatannya yang sangan menggiurkan saat ini, mamaku hanya membalas tatapanku dengan sebuah senyuman khasnya "oke sekarang aku benar-benar lapar" batinku dalam hati setelah menoleh ke piring didepanku.
"Kakak?" Panggil suara imut yang nyaria mengagetkanku didepannya
"Ya Dava" aku menjawab tanpa menoleh kearahnya
"Kakak cantik" ucapnya padaku setengah berbisik hampir tak terdengar. Dan oh astaga bagaimana bisa mukaku langsung menunjukan rona merah di pipiku setelah anak laki-laki umur delapan tahun mengatakan hal itu, dan aku mengerutkan keningku siapa yang mengajarinya berkata begitu, aku menggelengkan kepalaku mungkin pengaruh televisi jaman sekarang yang membuatnya seperti itu, kasihan adik manisku ini.
"Benarkah? Kakak tak percaya" kataku santai sambil menyuapi nasi gorengku
"Yasudah kalau kakak tidak percaya kepadaku, tapi aku tak pernah berbohong kak" Dava terlihat serius dengan ucapannya, kesal mungkin karena aku tak mempercayai ucapannya.
"Sudah-sudah ayo cepat habiskan dan segera berangkat jika kalian tak ingin terlambat, oiya Riana mama setuju dengan ucapan ayah dan adikmu itu" mama ikut membenarkan ucapan dua jagoanku itu. Aku hanya bisa tersenyum menanggapinya.
.
.
.
.
Aku memarkirkan motor matic ku di basement gedung kantor. Aku merapikan sedikit pakaianku dan setelah itu berjalan kedepan pintu utama, diatasnya bertengger kokoh huruf bercetak tebal memuat dua kata yang mewakili nama perusahaan itu Raygen Advertising, Aku mendongak menyerngit melihat gedung yang menjulang tinggi dihadapanku kuperkirakan tingginya hingga 50 lantai.Aku menarik napasku agak dalam kali ini "huh.. kau bisa Riana semangat" aku menyemangati diriku sendiri, dan kemudian aku masuk menuju meja resepsionis
"Selamat pagi ada yang bisa saya bantu nona? " tanya pegawai resepsionis cantik yang kulihat nametagnya bernama viona itu kulit putih cerahnya, mata bercahaya yang menyambutku ramah, badan proporsional, dan sapaan yang sangat sopan keluar dari bibir kecilnya itu benar-benar sempurna dan terlihat profesional, Raygen memang tak main-main dengan karyawannya.
"Umh.. saya Riani karyawan baru di sini ap--" belum sempat menjelaskan lebih lanjut tiba-tiba aku melihat ekspresi resepsionis itu berubah matanya membulat ditambah ekspresi memuja diarahkan ke objek belakangku. Aku mengerutkan kening heran apa yang dilihatnya. Aku membalikkan badanku.
Seorang pria yang bisa dikategorikan tampan masuk dengan langkah angkuh dari pintu utama, tubuh tegapnya dibalut dengan pakaian kantor berwarna biru navy kontras dengan kulitnya yang berwarna cerah untuk ukuran seorang pria, sibuk melihat jam tangan berwarna silver yang melekat ditangannya tanpa memperdulikan mata karyawan yang sedari tadi menatap memujanya pria itu terus berjalan hingga menghilang memasuki lift.
"Well.. pria itu memang tampan, lihat sekarang semua orang menatap kepergiannya namun dia bisa mengabaikan tatapan itu wow" pekikku dalam hati sana, lalu dengan cepat aku menggelengkan kepalaku membayangkan jika aku ada diposisinya sudah jelas aku tak akan sanggup.
"Nona.. Riani?" Entah untuk yang keberapa kalinya viona memanggilku yang tengah sibuk dengan pikiranku. Aku tersadar dan menatap resepsionis yang memanggilku.
Terlihat dari raut wajahnya ia sedikit kesal "mari saya antar ke ruangan anda nona" ucapnya sambil berjalan didepanku dan aku mengikutinya.
"Emm..." ketika aku hendak berbicara bingung untuk memanggilnya apa ia memotong ucapanku
"Panggil aku viona saja" katanya singkat seakan tahu apa yang aku pikirkan.
Aku yang tadi menundukan wajahku sekarang menatapnya dan melanjutkan kalimatku yang terpotong olehnya
"Emm.. viona siapa pria yang masuk menggunakan pakaian biru navy tadi? " aku memberanikan diri bertanya, dekit berikutnya aku menyesali pertanyaanku, kenapa aku begitu kepo.Setelah kami masuk kedalam lift dan bergerak naik viona baru membuka suaranya
"Pria yang membuat semua mata tertuju padanya nona?""Iya.. siapa dia? Dan panggil aku Riani saja" ucapku karena aku merasa tak terbiasa dipanggil seperti itu olehnya.
"Oh tidak bisa nona itu sudah standar percakapan diperusahaan ini untuk menghormati karyawan yang memiliki jabatan yang lebih tinggi dan pria yang anda maksud itu adalah direktur utama perusahaan ini Tuan Orlando Reygan" ucapnya santai
Ting..
Pintu lift terbuka, aku masih mencerna kalimat yang baru saja diucapkan gadis cantik yang sedang bejalan didepanku ini, apa maksudnya jabatan yang lebih tinggi, bukannya kita sama saja hanya karyawan biasa. Mendadak perasaanku mulai tak nyaman dan aku mulai gelisah.
"Ini ruangan anda nona Riani"
Viona menatap wajahku yang terpaku melihat pintu besar di hadapanku. Tak terasa ujung-ujung jari kaki dan tanganku sudah berkeringat dan dingin."Se..sebenarnya aku.. tidak tidak maksudnya saya dipekerjakan di perusahaan ini dibagian apa?" Tanyaku bingung, wajahku terlihat pucat menatap viona. Gadis itu juga sama herannya denganku dan pertanyaan yang viona selanjutnya katakan entah itu sebuah pertanyaan untuk menegaskan atau mengingatkan, aku juga tidak tau.
"Bukankah anda yang menempati bagian desain sekaligus merangkap menjadi sekretaris pribadi Tuan Orlando nona?"
"Apa?!" Ucapku setengah memekik terlalu terkejut dengan ucapan viona.
Halo, salam kenal :)
Bagaimana awal cerita ku?Makin penasarankah ? Hehe...
Ditunggu komen dan votenya yaa..Maaf kalau typo bertebaran dimana-mana semoga kalian menikmati ceritaku.. :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable
RomanceVersi Lengkap tersedia di link Webcomics #3 in romance Warning 18+ Riani si gadis pemalu, tak suka diperhatikan, memiliki kehidupan yang sederhana dan biasa saja seketika hidupnya berubah karena berurusan dengan Orlando Reygan pemimpin perusahaan b...