Delapan bulan sudah, Rafella menjadi istri Juno dan selama itu pula tak pernah sekalipun Juno menjalankan kewajibannya―hubungan suami istri― sebagai seorang suami. Tentu saja hal itu membuatnya sedih karena secara tidak langsung menunjukkan bahwa pernikahan yang mereka jalani adalah kepalsuan. Pernah suatu kali ia menanyakan hal tersebut kepada Juno dan jawaban yang ia dapat cukup masuk akal. Ya, Juno menjawab ia tidak ingin terjadi sesuatu dengan bayinya jika mereka melakukan hubungan suami istri. Rafella yang pernah medengar jika salah seorang tetangganya mengalami keguguran akibat melakukan hubungan intim tentu menyetujui hal itu. Meski dalam hatinya ada setitik rasa kecewa terhadap suaminya itu.
Di samping itu, Rafella juga merasa ada hal yang mengganjal hatinya. Entah apa ia tidak tahu tapi ia merasa jika sosok Juno tak lagi sama dengan yang ia kenal selama ini. Terutama saat Juno menggunakan kata 'kau' saat berbicara dengannya untuk pertama kali setelah hilang tanpa kabar delapan bulan yang lalu.
Namun, sejauh ini sikap Juno begitu baik dan perhatian padanya. Bahkan saat ia ngidam menginginkan makanan yang aneh-aneh saat tengah malam pun selalu dituruti. Tidak jarang teman-teman Juno juga ikut menjadi korban ngidamnya.
"Tidak lama lagi kamu akan bertemu daddy dan mommy, sayang. Huh, rasanya mommy ingin segera memeluk dan menciummu." ujar Rafella mengelus perut buncitnya.
Menurut perkiraan dokter, satu minggu lagi ia akan melahirkan. Hal itu membuatnya menjadi tidak sabar dan sangat antusias menunggu kelahiran bayinya. Bahkan Juno pun sampai membawa semua pekerjaan kantornya ke rumah untuk menjadi suami siaga. Seperti saat ini, Juno tengah memeriksa beberapa dokumen yang sekretarisnya antarkan ke rumah.
Tok tok tok
Suara pintu diketuk membuatnya menghentikan kegiatan yang ia lakukan. Awalnya ia merasa heran siapa yang mengetuk pintu karena saat ini pembantu yang ia pekerjakan sedang pulang kampung hingga tiga hari ke depan. Sedangkan, istrinya pasti akan langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa harus mengetuk pintu.
"Kakak, buka pintunya!! Tanganku penuh jadi tak bisa membukanya." suara istrinya membuat ia beranjak ke pintu. Ketika dibuka terpampanglah wajah Rafella dengan senyum manisnya.
"Waktunya makan siang, kak." sambut Rafella dengan nampan berisi makanan di atasnya. Semenjak menikah Rafella memang mulai memanggil Juno kakak karena saat ia akan memanggilnya mas Juno merasa agak aneh.
"Kenapa harus membawanya kemari?? Kamu bisa memanggilku dan kita makan di meja makan." tanya Juno mengambil alih nampan dan membawa Rafella menuju sofa di ruangan itu.
"Aku tahu kakak sibuk dengan pekerjaan kantor jadi aku berpikir lebih baik kakak makan siang saja disini." terang Rafella membuat sudut bibir Juno tanpa sadar tertarik ke atas.
"Baiklah kita makan bersama di sini. Sini aku akan menyuapimu. Aa.."
Tanpa aba-aba Juno segera menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut Rafella yang hendak protes. Akhirnya Rafella pun berinisiatif untuk menyuapi suaminya juga, sehingga makan siang kala itu mereka saling menyuapi.
***
Tengah malam saat Rafella bangun untuk ke kamar mandi, tiba-tiba ia merasakan sakit di perutnya diiringi cairan bening yang mengalir di pahanya. Sontak ia segera berteriak memanggil Juno yang beruntungnya ia tidak mengunci pintu kamar mandi. Sedangkan Juno yang terbangun oleh teriakan istrinya segera menuju ke sumber suara.
"Astaga, apa yang harus aku lakukan?? Raffa mana yang sakit?? Kamu perlu apa biar aku yang mengambilnya." tanya Juno panik melihat istrinya kesakitan. Bahkan ia melupakan jika ia seorang sarjana kedokteran.
"Aarrgh.. Sakit.. Cepat bawa aku ke.. rumah sakit, kak." pinta Rafella sambil merintih menahan sakit.
Menyadari kebodohannya, Juno segera menggendong istrinya dan pergi ke rumah sakit. Di perjalanan ia tak henti-hentinya mengusap perut Rafella dengan harapan dapat sedikit mengurangi rasa sakit itu.
Sampai di rumah sakit Rafella langsung mendapat penanganan dokter. Namun ia masih harus menunggu karena baru sampai bukaan ke empat.
Sialnya di tengah acara menunggu tersebut Juno mendapat panggilan emergency dari rumah sakit tempat ia bekerja, sehingga mau tak mau ia meninggalkan Rafella sendiri. Tak lupa ia menghubungi sahabat-sahabatnya untuk menjaga Rafella selama ia pergi.
Segera Juno menuju UGD rumah sakit itu yang memang tempatnya bekerja sebagai dokter di samping ia menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya. Bahkan ia sampai lupa mengabari Rafella akan hal ini karena sedari awal istrinya itu memang tak tahu jika ia juga seorang dokter.
~~~
"Wah.. nggak nyangka gue ternyata bayi lo bisa mirip banget sama si Juno." celetuk Regen melihat bayi laki-laki yang tertidur di samping Rafella.
Celetukan Regen seketika membuat Max dan Sammy melotot pada temannya itu seolah apa yang Regen katakan adalah sesuatu yang tabu. Namun, Rafella yang mendengarnya malah terkekeh geli karena perkataan konyol Regen.
"Hhmm.. jelas miriplah karena Juno itu bokapnya, akan jadi aneh kalau bayi itu mirip sama elo."
"Sammy benar, aku pun tidak mau kalau bayiku harus mempunyai wajahmu Regen. Apa kata dunia jika mommy-nya cantik dan daddy-nya tampan sedangkan anaknya jelek?? hehehe.." timpal Rafella terkekeh membuat wajah Regen berubah masam di tengah derai tawa teman-temanya.
Sekitar jam 5 pagi tadi Rafella memang sudah melahirkan secara normal tanpa ditemani sang suami, yang jelas membuatnya kecewa. Namun, penjelasan Max yang mengatakan jika Juno tengah ke kantor polisi akibat rumah mereka yang dirampok membuatnya percaya.
Sekitar jam setengah 7 akhirnya Juno masuk ke ruang rawat Rafella pasca melahirkan. Raut wajahnya yang terlihat letih dan lesu semakin menguatkan perkataan Max dini hari tadi. Ia melangkah mendekati Rafella dan mengecup keningnya tak lupa juga untuk bayi mungil di sampingnya itu.
"Maaf, Raffa aku tidak bisa menemanimu saat-"
"Ssstttt.. aku tahu kalau kakak harus ke kantor polisi mengurus perampokan di rumah kita, jadi jangan meminta maaf. Lihat, anak kita benar-benar mirip dengan kakak bahkan aku hanya kebagian matanya saja." potong Rafella mengusap pipi bayinya dengan seulas senyum yang tak pernah pudar.
Juno yang bingung langsung menatap tajam ketiga sahabatnya meminta penjelasan. Tapi segera saja Max mengalihkan perhatian dengan menanyakan siapa nama bayi laki-laki itu. Tentu saja ia tak akan menjelaskannya di depan Rafella atau semua kebohongannya akan terbongkar saat itu juga.
"Ah, benar nama. Siapa nama bayi itu?? Atau jangan-jangan lo belum menyiapkan namanya??" sahut Sammy cepat menimpali pertanyaan Max.
"Bagaimana kalau Abimanyu Dewangga saja?? Itu nama yang bagus." usul Regen bersemangat yang dihadiahi jitakan oleh Sammy.
"Dia itu anak Juno bukan anak lo. Kenapa juga harus pakai nama Dewangga segala?!?!"
"Itu.. bolehkah aku yang memberi nama depannya??" tanya Rafella ragu-ragu.
"Kamu mommy-nya, tentu saja kamu boleh memberinya nama sesuai keinginanmu. Jadi nama apa yang kamu pilih??"
"Itu.. sejak dulu aku ingin memberikan nama ini jika aku memiliki bayi laki-laki. Namanya.. Vino." jelas Rafella menunduk takut jika suaminya tidak menyukai nama itu.
"Eh?!?!" seru semuanya terkesiap kecuali Juno yang terdiam menatap bayi digendongannya dengan tatapan tak terbaca.
"Vino.. Vino Adyashta Pratama. Aku pikir itu nama yang cocok untuknya." ujar Juno lirih penuh beragam emosi yang masih cukup terdengar oleh semuanya.
"Ya, itu nama yang bagus." timpal Max menatap ke arah gendongan Juno penuh makna.
"Baiklah, aku pikir itu juga nama yang cocok untuknya."
"Ya, sangat cocok malah. Sampai rasanya aku tak sabar melihat dia tumbuh besar." ujar Regen dengan semangat.
"Mulai sekarang kamu akan dipanggil dengan nama Vino, kesangannya mommy, daddy, para uncle." ujar Rafella lembut mengusap kepala Vino di gendongan suaminya.
***
Akhirnya part dua selesai. Gimana pendapat kalian tentang cerita ini. Please comment jika ada yang perlu diperbaiki. Support kalian sangat berharga untukku.
ありがとうな。。😃😃
2016 年11月23日
Fuekazu
KAMU SEDANG MEMBACA
LIAR
RomanceKekecewaan membuatnya menjadi pribadi yang tak mengenal cinta dan kasih sayang. Hingga akhirnya orang yang begitu berharga melebihi apapun harus pergi selamanya. Kesedihan, penyesalan dan rasa bersalah membawanya pada janji yang akhirnya semakin men...