Kabur

13 1 0
                                    

Hy guys, wassup?
Well, we meet again di cerita baru, yuhuu...
Setelah terbitin cerita Train, tiba-tiba ada ide nyungseb di otakku (semoga ide ini ga luka luka dan ga cacat wkwk)
Maap ya kalo cerita ini kurang bagus, maklum masih pemula hehehe #maafkandakuhiks
So,
Vote dn comment akan membantu aku banget untuk cerita yang lebih bagus kedepannya...
Thanks for ur attention, and happy reading ^_^
-
-
-

Sudah berapa lama aku berlari? Aku tidak tahu. Tapi Aku sungguh lelah. Intinya aku ingin berhenti untuk istirahat. Tapi geng itu, tak akan berhenti berlari mengejarku untuk membalaskan dendamnya.

"Valeriena Sierra! Tunggu kau!"

Ini blok kelima yang aku lalui, tapi tak ada yang membantu untuk mencegat mereka mengejarku. Orang-orang disini hanya menatap heran saja. Oh, kumohon apa kalian tidak merasa kasihan padaku?

"Raven, bisakahh kau ...percepat ..hhh..larimuhh..? Kurasahh.. si bodohh Valerie itu mulai kelelahannn..." Ucap salah satu dari mereka, sebut saja Lexa si ketua geng.

"Baik!"

Aku mendengar mereka meneriakkan sesuatu. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku seorang diri saja, sedangkan mereka bertiga. Tiga lawan satu, yang 'satu' pasti kalah. Tapi rasanya aku tidak bisa mempercepat lariku lagi seperti sebelumnya, aku letih sekali. Tiba-tiba..

"Akh.."

"Kena kau Valerie!"

"Lepaskan aku!"

Rambutku ditarik oleh Raven, sial! Mengapa mereka kejam sekali.

Sejam yang lalu ketika di sekolah, geng itu mem-bully seorang siswi yang 'nerd' bernama Lyric dengan memalak uang jajan nya. Bukan itu saja, geng yang di ketuai oleh Lexa itu pun menginjak kacamata Lyric sampai hancur, semua buku pelajarannya dirobek oleh mereka. Mereka mem-bully Lyric karena kesal saat UTS kemarin ia tidak mau memberikan jawabannya kepada Lexa dan kawan-kawannya.

Ketika itu halaman belakang sekolah sedang sepi karena para siswa berada di kelasnya masing-masing untuk menjalani kegiatan belajar. Hanya ada mereka berempat dan aku yang bersembunyi tak jauh dari lokasi tersebut.

Suasana yang sepi itulah membuat Lexa dan kawan-kawannya bertindak semau mereka terhadap yang lemah, ditambah lagi Kepala sekolah kami adalah ayahnya Lexa. Jika salah seorang murid mengadu pada Kepala sekolah, Lexa pun meyakinkan Ayahnya bahwa Lexa tidak melakukannya. Lexa yang terlalu dimanja oleh orangtuanya, akhirnya melakukan apapun sesuai keinginan dia di sekolah.

Perlakuan tidak adil seperti ini menuai banyak kecaman dari pihak guru dan siswa. Banyak guru yang berbicara kepada Kepala Sekolah tersebut atas ulah Lexa yang merugikan banyak orang disekitarnya. Namun Ayahnya tetap tidak percaya dan jika ada yang melapor lagi dia ingin agar ada bukti yang cukup untuk meyakinkannya.

Aku yang baru saja keluar dari toilet tak tinggal diam ketika menyaksikan kejadian itu, untung saja aku membawa ponsel dan langsung merekam kejadian itu sebagai barang bukti yang nanti akan aku perlihatkan ke guru BP dan Kepala Sekolah. Ketika pembullyan itu selesai, dan Lexa serta kawan-kawannya pergi aku langsung menghampiri dan membantu Lyric yang tersungkur dan terkulai lemas akibat di dorong kuat oleh salah satu anak buahnya Lexa.

Singkat cerita, begitu aku melaporkannya ke guru BP dan Kepala Sekolah mereka langsung percaya padaku, awalnya pak kepala sekolah ragu namun, ketika aku terus menceritakan nya dengan sungguh-sungguh dia pun percaya dan langsung memanggil Lexa. Dan akhirnya Lexa dan kawan-kawannya di skors selama 3 minggu dan tidak boleh mengikuti try out ke-1.

"Kumohon lepaskan!" Kataku memohon untuk kesekian kalinya.

Aku meronta-ronta dalam cengkeraman mereka. Namun hasilnya nihil, ditambah aku semakin kehilangan kekuatan ku untuk melawan.

Stick AroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang