Pertanyaan itu muncul kembali, hampir setiap hari setiap sore kata-kata itu terngiang di benaknya. Pertanyaan Apakah ia bisa mengulang waktu? Apakah ia bisa mengembalikan keadaan 7 tahun lalu? Jawabannya sudah pasti TIDAK, ia terus meneriakan kata itu disetiap pemikirannya. Apa yang terjadi 7 tahun lalu telah membuatnya menjadi sosok yang berbeda, atau apapun yang terjadi waktu itu tetap akan membawanya pada keadaan sekarang. Penyendiri, tidak memiliki teman dan kesepian.
Soraya Jasmine menghirup nafas sesak saat pikirannya kembali melayang, Ibunya pasti akan bangga karena berhasil meninggalkan luka sedemikian dalam untuknya. Ibunya bukanlah sosok yang pantas dipuja-puja, beliau adalah seorang wanita muda yang terjerumus pada kehidupan yang salah. Ia melahirkan Soraya tepat diusianya yang baru menginjak umur 19 tahun, Anita adalah ibu muda yang cantik dan suka menebar pesona. Tentu saja salah satu sikap jeleknya itu yang membawanya menjadi ibu muda.
Sejak Soraya kecil, sudah tidak terhitung berapa banyak lelaki yang sering mengunjungi rumahnya. Tidak ada yang menetap dan Ibunya tidak mempersoalkan itu, Anita suka hidupnya yang bebas tanpa beban. Kecuali anaknya, satu-satunya beban adalah kehadiran Soraya. Ia mengasuh anaknya tanpa cinta, hal itu benar-benar diingat Soraya. Tapi sekarang, ia cukup berterimakasih karena Ibunya masih memiliki sedikit kebaikan untuk membawanya ke dunia ini.
Petualangan cinta Anita berhenti 7 tahun lalu, saat itu Soraya baru berumur 11 tahun dan ia tidak akan mungkin melupakan kejadian yang merubah hidupnya.
Soraya memang tidak mencintai Ibunya, ia benci melihat ibunya pulang menjelang pagi dengan bau alkohol yang pekat. Tapi ia lebih menyukai hal itu dibanding pemandangan Ibunya yang tidak pernah pulang dan menemukan peristirahatan terakhirnya.
Anita meninggal setelah seminggu lebih mengalami depresi berat, ia jatuh cinta pada laki-laki yang sudah menikah. Laki-laki itu jelas menganggap ibunya merupakan wanita yang bebas dan tidak menuntut adanya ikatan dalam hubungan. Tapi Ibunya ternyata berubah, ia ingin membina keluarga bersamanya. Ide itu ditentang keras oleh laki-laki itu, ia tidak menemuinya lagi dan Ibunya berubah menjadi sosok yang pendiam.
Ia tidak mau makan dan hanya mengurung diri, ia meninggal seketika karena infeksi pada beberapa organ tubuhnya. Menjelang detik terakhir meninggalnya, Anita memanggil soraya.
Wanita itu menangis sedih dan tulus, wajahnya yang cantik kini berubah menjadi wajah tirus yang menakutkan.
“Mama gak pernah mendidik kamu dengan benar Ray, maafkan Mama nak. Mama tidak memberikan sosok Ibu yang terbaik, bahkan di detik terakhir ini Mama hanya bisa menangis menyesali keadaan.”
Ucapan itu memang benar adanya, tidak ada hal baik yang bisa diingat Soraya dari Ibunya.
Setelah pemakaman Soraya diasuh oleh pembantu rumahnya yang sudah lama bekerja untuknya, mereka pindah ke Jakarta dan memulai kehidupan baru disana. Bi Suni sudah Soraya anggap sebagai neneknya, namun tidak begitu bagi Bi Suni.
Bi Suni merawatnya penuh kasih, ia mengajarkan Soraya berbagai macam hal. Tapi setiap Soraya memanggilnya dengan sebutan ‘nenek’ Bi Suni akan menggeleng dan mengingatkan Soraya bahwa ia hanyalah seorang pembantu rumah.
Kehidupan mereka berkecukupan selama ini, mereka tidak pernah kesusahan uang karena uang itu terus terkirim setiap bulannya. Sampai sekarang-pun Soraya tidak pernah tahu siapa pengirimnya, ia hanya bisa menduga-duga bahwa itu adalah Ayah kandungnya.
Bi Suni-pun tutup mulut, sebagai jawaban ia hanya menyebutkan kalau itu adalah warisan Soraya.
“Ada telfon Ray.”