"Siapa?" Ada jeda sekitar tiga puluh detik sebelum ketukan pintu menghancurkan keheningan di antara kami. "Dia datang." Ibu beranjak dari kursi kerja miliknya, dia seperti sedang merapikan rambutnya yang menurutku itu sudah sangat rapih. Aku tetap diam memperhatikan tingkah Ibu yang dari tadi agak membingungkan. Ibu berjalan menuju pintu anti peluru ituㅡpintu itu akan terbuka jika dibuka dari dalam, jadi ibu tidak perlu repot-repot memberikan sandinya kepada 'tamu rahasia' itu."Selamat datang." Ibu membukakan pintu dan tersenyum pada tamu itu. Aku menebak nebak siapa yang datang, ternyata 'tamu' itu adalah seorang priaㅡku tebak umurnya tidak beda jauh dengan Ibu, pakaiannya sangat rapih dah formal, memakai jas abu-abu dan kemeja putih dengan dasi bercorak, dia datang sendiri. Tunggu, dia membawa bunga? Untuk apa?
Ibu menuntun pria itu ke sofa disebrang ku, "nah, Sena, perkenalkan, ini Tuan Park. Park Yon Su." Aku bangun dan membungkukan badanku. "Annyeonghaseyo Tuan Park. Namaku Kim Se Na." Aku tersenyum ramah pada pria itu. "Ah-tidak usah memanggilku Tuan, panggil saja aku ahjussi." Jawab pria itu ramah. "Ah, ne ahjussi."
"Nah Yonsu, ayo silahkan duduk." Ibu menyuruh Park Yonsu untuk duduk, dan melirikku agar segera duduk kembali. "Mau minum apa?" Ibuku bertanya kepada Park Yonsu, "apa saja." Dia tersenyum ramah, lagi. Ibu segera menghubungi asistennya untuk membawakan tiga gelas jus dan makanan kering ke ruangannya. Canggung, itu yang kami bertiga rasakan. Aku tidak tau kenapa mereka berdua saling diam. Hingga seorang pelayan mengetuk pintu, Ibu segera membukakan pintu dan menyuruh pelayan itu meletakan jus dan makanan ringan di meja.
Saat pelayan itu keluar Ibu mulai berbicara sesuatu. "Well Sena, sebenarnya ada yang ingin Ibu katakan." Aku segera menatap bingung Ibu heran. "Jadi, kau sudah tau bukan tentang rencana pernikahan Ibu?" Aku sontak kaget dengan pertanyaan Ibu. Reflek, aku melirik ke Park Yonsu, aku menebak dia adalah calon suami Ibuku, tidak, aku pasti akan menentang pernikahan ini. "Ya benar, dia adalah calon ayah mu." Ibu melirik ke Park Yonsu dan pria itu langsung memegang tangan Ibuku, itu sangat menjijikan!
"Tidak, ini tidak mungkin." Aku tertawa miris mendapati situasi seperti ini, dia? Jadi Ayahku? Tidak akan pernah! "Sena.." Ibuku meringis, memohon kepadaku.
Aku bangun, dan langsung bergegas pergi. Tiba-tiba Ibu menggengam tanganku, "Sena, dengarkan Ibu dulu." Aku melihat pria itu dengan tatapan kesal, dia sempat ingin melerai kami tapi kutebak dia mengurungkan niatnya. Aku melepas genggaman Ibu. "Ibu, aku tau ini salah jika aku tidak menuruti perkataan Ibu. Tapi, aku tidak akan pernah menyetujui pernikahan kalian. Walaupun kalian melakukan hal bodoh itu tanpa seizinku lagi, aku akan pergiㅡtidak, aku akan ada dibarisan paling depan orang yang menentang pernikahan kalian, terimakasih." Aku segera pergi meninggalkan kantor Ibuku dengan perasaan yang sangat aku benci. Aku berani bertaruh, Ibuku menikahi pria itu pasti karena masalah pekerjaan, bukan karena cinta. Seumur hidupku, aku tidak akan memanggil pria itu Ayah.***
"Halo Yohun, kau dimana?" Aku menghubungi Yohun untuk segera pulang, aku tau pasti mereka sedang membicarakan tentang pernikahan mereka.
"Ah, maaf nona, aku tadi disuruh Nyonya Kim untuk menjemput Jongin di cafe."
"Ya ya baiklah." Aku segera menutup ponsel kasar dan memasukan kembali ke kantung celana. Aku berjalan menuju trotoar untuk menunggu taksi lewat, malas sekali jika harus naik kereta lagi.
Tujuh menit menunggu, akhirnya aku berhasil memberhentikan taksi. Aku bergegas naik dan mencoba melupakan kejadian tadi.
***
"Aku pulang!" Aku masuk kerumahku dan langsung meletakan sepatu di raknya.
"Eh, kau sudah pulang?" Tanya Jongin, kakakku. "Ya, menurutmu?" Aku pergi ke ruang tengah, lalu membuka kulkas yang ada disamping kanan televisi untuk mengambil sekaleng soda dan beranjak duduk ke sofa putih didepannya. "Kau terlihat kesal, ada apa?" Aku meneguk soda dengan cepat, dan meletakannya kasar ke meja yang ada di sebelahku. "Apa kau tau tentang pernikahan Ibu?" Aku bertanya to the point kepada Jongin tanpa basa-basi sama sekali. "Ya, tentu. Ada apa?" Jongin duduk disebelahku, dan itu rasanya ingin membuatku memukul kepalanya dengan bantal sampai hancur. "Ya! Kenapa kau tidak memberitahuku?!" Aku berteriak cukup kencang dan langsung memukul Jongin dengan bantal.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth.
FanfictionAku sangat tidak menyukai pria itu. Aku bertemu dengannya dengan cara yang sangat aku benci. Dia pria yang menjengkelkan, aneh dan kurasa dia pria yang buruk? Dia selalu keluar malam hari dan membawa wanita ke rumahku seenaknya. Lalu, apa hubunganny...