Bogor, September 2012
“Kamu besok ke Depok?”
“Engga”
“Katanya?”
“Ke kampus”
“Sama siapa?”
“Aa”
Aa adalah sebutan yang aku berikan untuk kakak lelaki kandungku.
“Berangkat jam berapa?”
“Jam 8”
“Sama aku aja”
“No, thanks”
“Heeeeeeeemmmm”
Itu adalah isi pesan facebook ku dengannya, kalau tidak salah di minggu pertama bulan September, bulannya aku menjadi seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta di Bogor. Dulu chat via facebook masih musim, karena Whatsapp atau BBM masih langka digunakan, maksudku masih cukup terbatas penggunaannya tidak seperti hari ini.
Aku perlu memperkenalkannya tidak, ya?
Mungkin akan ku perkenalkan sedikit, iya, dia adalah orang yang pernah membuatku merasa spesial sejak tahun 2010, orang yang pernah membuatku sering tertawa dengan lelucon sederhananya atau kepolosannya, dan maaf dia cukup over-protective padaku dulu, sekarang sudah tidak, lebih tepatnya sudah move on dariku, aku percaya dia bisa melakukannya.
Di tahun 2012 itu sebenarnya tidak ada hubungan yang spesial diantara kami. Aku sebut saja kami pernah sangat akrab, tapi dulu tahun 2010 sampai 2011. Waktu yang telah mengubah segalanya. Tapi seseorang pernah berkata bahwa perasaan itu bersifat menjalar, akan terus ada hingga ke masa depan, mungkin kapasitasnya saja yang berubah, perasaannya tetap ada. Saat itu aku agak yakin dia masih memiliki perasaan yang sama sebagaimana perasaannya padaku di tahun 2010.
Apakah perlu juga ku beri tahu namanya?
Namanya Bayu.
**************************
Saat itu bulan September cukup cerah. Seorang perempuan yang pipinya menggemaskan duduk di sampingku. Aku mengawali percakapanku dengannya dengan sebuah senyum. Ia membalasnya dengan senyum yang juga lucu. Itu adalah hari pembagian kelompok ta’aruf, kami menyebutnya begitu, universitas lain menyebutnya sebagai ospek.
“Kamu sudah dapat kelompok?” Tanyaku padanya.
“Belum kak.” Jawabnya dengan wajah polos dan agak sedikit cemas.
“Jangan panggil kak, aku juga baru masuk tahun ini kok hehe.” Kataku malu-malu.
Kau tahu mengapa dia memanggilku ‘kak’?
Karena pakaian yang aku kenakan tidak seperti mahasiswi baru lainnya, termasuk tidak seperti yang dirinya kenakan, seingatku dulu dia menggunakan celana jeans dan juga kemeja jeans yang panjangnya hampir sepahanya ditambah sneakers converse, ia pun menggendong ransel. Sedangkan aku mengenakan gamis dan kerudung yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek namun cukup jika dikatakan syar’i, aku perlu mengatakan padamu bahwa syar’i itu artinya sesuai dengan syariat Islam. Aku percaya bahwa dulu aku sudah berbusana syar’i walaupun tingkah laku ku belum baik.
“Oh iya maaf yah” Katanya dengan rasa tidak enak padaku karena sudah memanggil kak.
Aku berusaha menenangkan suasana, karena hari itu aku yakin sekali setiap mahasiswa atau mahasiswi baru harus bersikap baik, atau setidaknya mencari perhatian orang lain untuk ditargetkan menjadi teman.
“Iya gak apa-apa, nama kamu siapa?” Tanyaku.
“Irma.” Jawabnya singkat masih dengan memasang wajah polos.
“Aku… hmm panggil Uyuy aja biar lebih akrab.” Kataku sambil menjulurkan tangan kananku dengan yakin, berharap ia mau menerima jabatan tanganku. Benar, dia menerima jabatan tanganku dengan senyum.
Saat aku menulis ini, aku sedang berusaha mengingat. Kalau tidak salah dulu Irma duduk bersama temannya yang dari fakultas lain. Kalau tidak salah lagi, namanya Neng.
“Ya sudah aku kesana dulu ya.” Kata Irma sambil berdiri untuk pergi dengan temannya.
Aku sebenarnya sudah punya satu teman sebelumnya, namanya Nenden. Nanti nama ini akan banyak aku ceritakan. Aku kenal Nenden dari sebelum masuk kuliah. Dulu waktu SMA aku pernah ikut acara keislaman di Kecamatan, aku bertemu dengannya yang kebetulan adalah adiknya teman kakak perempuanku.
Suatu hari aku pernah ada urusan dengannya yang akhirnya aku memiliki nomor handphone nya. Aku kira dia akan masuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Bogor, ternyata takdir mengantarkannya ke tempat yang sama denganku.
Saat Irma pergi dengan temannya, sepertinya dia mau keliling kampus karena biasanya itu yang dilakukan oleh mahasiswa baru untuk lebih mengenal kampusnya. Lalu aku pun pergi karena merasa bosan, namaku dan nama Irma tidak dipanggil oleh panitia ta’aruf menyebabkan aku dan dia masuk ke ta’aruf tahap dua.
Aku bertemu dengan Nenden dan mengantarnya ke fakultasnya, Fakultas Agama Islam. Dulu saat aku sedang duduk menunggunya karena dia harus menyelesaikan administrasi di ruang Tata Usaha, aku bertemu lagi dengan Irma yang juga mengantar temannya yang bernama Neng. Ternyata Neng juga masuk Fakultas Agama Islam.
“Eh ketemu lagi.” Kataku sambil senyum.
Bersamaan dengan Irma yang sedang berdiri di depanku, Nenden keluar dari ruang Tata Usaha yang artinya urusannya sudah selesai. Aku memperkenalkan Nenden ke Irma dan Irma ke Nenden. Akhirnya mereka saling kenal.
**************************
Masih bulan September 2012, seperti biasanya aku suka online facebook malam hari. Kalau kau sering menggunakan facebook, kau pasti bisa membedakan user yang sedang online dan user yang sedang offline hanya dengan melihat bulatan hijau.
Waktu itu pukul 22:15 WIB
Tiba-tiba sebuah pesan masuk, itu dari Bayu yang waktu tahun 2010 pernah tidak sengaja nyemplungin tutup belakang handphone ku ke dalam kuah basonya dan dia cuma nyengir sambil mengelap tutup belakang handphone ku dengan kaosnya. Kurang ajar, kurang lebih seperti itu kataku dalam hati.
“belum tidur sih? Lagi apa aja?”
“main games”
“besok kuliah ngantuk loh, games apa?”
“libuuur. Coco Girl”
Mau aku beri tahu dulu, saat itu game Coco Girl sangat disukai oleh user facebook perempuan, karena temanya shopping dan dress up. Lanjut lagi,
“Akhirnya bisa ketemu”
“Apaan?”
“Ketemu kamu”
“Gak bisa”
“Memang mau kemana?
“Mau istirahat”
“…………………………………………”
Kalau dari conversation tersebut kau menilaiku sebagai perempuan yang sok jual mahal, aku tidak masalah karena memang seperti itu lebih baik. Dulu aku yakin itu adalah salah satu cara yang bisa aku lakukan untuk membuatnya kesal padaku, lalu menjauh dan pergi untuk move on menjadi lebih baik karena saat itu aku juga sedang berada pada fase yang aku namakan hijrah. Sayangnya tidak semudah itu baginya untuk menjauh. Chat kami masih berlanjut,
“Mau apa?”
“Kangen”
“Lebay”
“Memang kenapa gitu?”
“Gak boleh”
“Gak boleh sama siapa?”
“Sama Allah”
“Boleh”
“Engga”
“Kemaren boleh”
“Kapan?”
“Waktu terakhir ketemu”
Kau lihat, sebagaimana dia yang bersikukuh mengungkapkan perasaannya, akupun bersikukuh dengan apa yang aku yakini bahwa Allah tidak meridhoi perasaannya itu. Kalau kau kira aku adalah perempuan yang tidak memiliki perasaan, kau salah besar. Aku punya, tapi aku berusaha menyimpannya dengan baik di sebuah tempat yang aku pinta pada Allah untuk terus dijaga. Kau tahu, rasanya berat untuk membunuh perasaan orang lain yang tumbuh. Kau harus mengumpulkan keberanian yang kuat untuk membunuhnya. Sangat sulit bagiku yang ketika itu masih menjadi pemula dalam proses hijrah. Tapi aku harus tega melakukannya, agar Allah ridho.
**************************
Bogor, Desember 2012
Aku sudah hampir berada di penghujung Desember. Sudah memiliki teman dekat. Aku mau memberi tahu bahwa Irma yang lebih akrab dipanggil Maiw resmi menjadi sahabatku di awal masuk kuliah karena kami satu jurusan dan satu kelas, aku merasa bahwa Allah sangat baik padaku. Dulu kami punya group music idola yang sama, perlu aku beri tahu juga? Nama group nya One Direction, yang personilnya bernama Zayn Malik, Niall Horan, Harry Styles, Liam Payne, dan Louis Tomlinson. Kami suka bernyanyi bersama dan kami sama-sama menyukai salah satu personilnya yaitu Zayn Malik. Hingga di tahun 2016 kalau tidak salah Zayn Malik keluar dari group tersebut, kami sudah tidak tertarik dengan group band itu.
Aku bahagia punya teman dekat seperti Maiw, ditambah dengan Maiw yang akhirnya di bangku kuliah merasakan bagaimana indahnya sebuah fase bernama hijrah. Ia yang dulu kulihat pertama kali menggunakan jeans dengan bertahap menggunakan rok, kemudian gamis. Kerudung yang dulu terlihat seadanya berangsur melebar. Sampai hari ini aku selalu mendoakan agar ia selalu istiqomah dengan pilihannya, berbusana syar’i.
Tidak perlu bertanya apa aku sudah baik saat itu, karena dengan pasti aku menjawab belum. Aku masih jauh dari kata baik. Hanya sedang berusaha menuju baik.
Seperti malam-malam sebelumnya, aku suka online di malam hari menggunakan notebook bermerek acer jenis aspire one ukuran 10 inch berwarna abu-abu milik kakak perempuanku yang ku panggil teteh.
Malam penghujung Desember pukul 22:23 WIB
Layar facebook ku mengeluarkan sejenis notification untuk sebuah pesan masuk disertai bunyinya. Dari Bayu lagi, yang dulu rambutnya gondrong kusut seperti jarang dikeramas sejak SMP dan pernah aku suruh potong rambut kemudian dia menuruti perintahku. Aku lebih merasa seperti ibunya saat itu.
“Kenapa belum tidur?”
“Memang kenapa?”
“Cuma nanya aja kenapa belum tidur”
“Nunggu yayah ke dapur”
Yayah itu nama panggilan untuk Ayahku. Dulu Bayu suka ikutan memanggil ayahku dengan sebutan Yayah walaupun tidak pernah bertemu, hanya untuk menanyakan kabar dan sebagainya.
“Kamu mau ke kamar mandi biar bareng yayah?”
“iya”
“Kamar mandinya pindahin ke kamar, dari dulu sama kamar mandi sendiri aja masih takut”
“Sok, pindahin kalo bisa mah”
Sok yang ku maksud disini artinya silakan, itu bahasa sunda.
“Siapa yang punya kamar mandi?”
“Sekeluarga”
“Ya udah sekeluarga mindahin hahaha”
Kadang aku suka tersenyum membaca pesannya itu walaupun dia tidak tahu kalau aku tersenyum, yang dia tahu aku sudah tidak bisa diajak bercanda katanya seperti itu. Aku terus memerankan peranku yang mungkin kau anggap jutek. Lelah sekali memerankan peran itu, karena sungguh, aku bukan membaguskan diriku, aku hanya mau mengatakan bahwa orang yang dekat denganku tidak akan menyandingkan aku dengan sifat jutek, itu bukan aku. Saat aku menulis ini, jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 00:53 WIB, sudah larut malam dan sebenarnya aku masih betah menarikan jari-jariku diatas keyboard laptop Lenovo ku. Aku lanjutkan besok. Semoga ingatanku terus kuat.
YOU ARE READING
Seperti Permen Karet
Non-FictionAku namakan saja perjalananku ini Hijrah, tapi tidak ditambahkan 'si' di depannya. Ini catatan perjalananku dari tahun 2012, kalau aku panjang umur, aku mau menuliskan catatan hidup hingga 2078 hingga aku punya anak dan cucu, hingga aku tidak bisa m...