Seingatku adalah tahun 2013, saat masjid lama di kampusku masih berdiri tegak walaupun daerah di sekelilingnya sudah mulai diratakan dengan tanah, masjid itu akan dirobohkan untuk dibangun kembali menjadi masjid besar. Sampai hari ini, tahun 2016, masjid itu belum kunjung selesai, masih jauh dari kata selesai lebih tepatnya.
Aku mau menceritakan padamu bahwa sejak tahun 2012 akhir, aku mengaktifkan diriku di sebuah lembaga dakwah kampus. Aku bertemu dengan banyak teman baru yang aku pikir berbeda dengan teman-teman di SMA dulu. Berbeda disini bukan hanya tentang penampilannya, melainkan cara berpikirnya.
Aku dengar banyak celoteh yang mengatakan bahwa organisasi tempat aku berada itu eksklusif, pernah ada seorang mahasiswi yang akhirnya mengundurkan diri demi alasan malu karena menurutnya anggota organisasi tersebut pada pintar dan tidak dengannya. Bagiku itu adalah sebuah keputusan yang salah, keputusan yang gegabah. Aku penasaran saja dengan apa yang banyak orang katakan. Ada pula yang lebih mengingat organisasi itu dengan ciri khas bahwa para anggota perempuannya berpakaian modis syar’i. Aku beri tahu, di tempatku kuliah perempuan lebih sering disebut akhwat dan laki-laki lebih sering disebut ikhwan, lebih islami mungkin, karena kalau tidak salah dulu kampusku disebut kampus Islam dan sampai hari ini sebutan itu masih tersemat padanya.
Di organisasi itu aku menemukan sebuah sense baru, yang tidak pernah aku temukan sebelumnya. Aku belajar tentang bagaimana Islam benar-benar mengatur tentang kehidupan laki-laki dan perempuan dengan sebaik-baiknya, bahwa kehidupan mereka hakikatnya terpisah sehingga kestrukturan dalam organisasiku itu terpisah antara ikhwan dan akhwatnya. Tidak ada yang berkoordinasi kecuali ketua koordinator ikhwan dengan ketua koordinator akhwat. Sangat terjaga komunikasinya. Jika pada akhirnya ada perasaan lain yang hadir diantara keduanya, aku kira itu adalah hal yang tidak mengherankan namun perlu dihindari demi profesionalitas. Semoga kau mengerti apa yang ku maksud dengan perasaan lain disini.
Dulu aku sering duduk-duduk di serambi masjid, masjid itulah tempat yang mana Nenden dulu pernah membawa juice alpukat lalu terpeleset di lantainya, dia jatuh tapi juicenya tidak tumpah hahaha kau hebat Nenden! Di sebelah kiri masjid, di depan pintu masuk ada tembok yang dibangun kurang lebih lebarnya lima meter dan tinggi tiga meter, di sampingnya ada tangga besi untuk naik ke lantai dua tempat shalat perempuan. Kami sering duduk-duduk di balik tembok itu, bercengkrama, tertawa bersama, dan membuat cerita.
Ada seorang gadis yang cukup ku kenal baik, namanya Riska. Dia seniorku di organisasi dan juga di program jurusan. Aku bingung memanggilnya apa, karena biarpun dia seniorku, usianya sama denganku bahkan dia lebih muda dua hari dariku. Jadi kadang ku panggil kak Riska, kadang Riska.
Darinya aku belajar menulis, darinya aku belajar membuat blog pertama kali, betapa baik dirinya. Dia selalu tersenyum, jarang ku lihat sedih, suaranya bagus dan dia sangat suka menyanyi dulu, setelah menikah suaminya lebih menyuruh dia untuk menghafal al-Quran bukan menyanyi. Di bulan Agustus 2013, Riska menikah dan harus dibawa ke Tangerang, kuliahnya disini harus berhenti. Sampai waktu aku menulis ini Riska sudah memiliki seorang putri lucu, namanya Aisyah. Ah Riska, aku rindu ketawamu, rindu suara merdumu pas nyanyi lagu price tag nya Jessie J atau call me maybe nya Carly Rae Jepsen, rindu semua darimu pokoknya.
Riska ini punya sahabat seangkatan, tapi mereka beda fakultas. Organisasi itu yang mempertemukan mereka, akhirnya mereka jadi sahabat karib. Sahabatnya Riska namanya Hana. Seorang perempuan yang belum memiliki rumah pribadi sehingga setiap malam menginap di rumah Pak Rahmat Parinduri, Pak Rahmat ini adalah ayah kandungnya. Kak Hana suka sekali menulis, suka hujan dan bau tanah basah yang baru diguyur hujan, suka langit. Aku memanggilnya Kak Hana karena dia lahir tahun 1993, lebih tua setahun dariku. Pak Rahmat, terima kasih sudah mengantarkan Kak Hana ke dunia, hari ini dia menjadi salah satu pelengkapku, menjadi diary berjalanku, yang jika suatu hari meledak maka terbongkar semua rahasiaku yang ada padanya.
Hey, kau tahu tidak, Riska dan Kak Hana dulu menyebut persahabatan mereka itu persahabatan langit, aku tidak bisa menjelaskan filosofinya, lebih karena takut salah.
Sejak Riska dibawa oleh suaminya ke Tangerang, Kak Hana jadi sendiri. Maksudku sahabatnya pergi sehingga dia cukup merasa kehilangan seorang sahabat terbaik.
Aku lupa tahun berapa, apakah Riska dulu masih ada, pokoknya masjid lama masih berdiri. Ada seorang laiki-laki yang berasal dari organisasi yang sama, aku tau itu karena dia memakai jaket organisasi. Dia duduk di pojok masjid, cukup jauh dari tempatku duduk. Dia membawa Tab dan memasang earphone di telinganya. Sekali dua kali laki-laki itu melirik padaku yang sedang ngobrol bersama teman-teman sekelasku di serambi masjid. Kenapa aku tahu laki-laki itu melirik-lirik padaku, karena posisi dudukku menghadap padanya dan dia pun begitu. Dulu aku tipe orang yang penasaran. Aku ingin tau siapa dirinya walaupun aku tidak ada rasa apapun padanya.
Siang itu sepulang kuliah, aku membuka facebook lewat handphone ku yang bukan android, dulu masih jarang sekali android, tidak menjamur seperti hari ini. Aku tahu nama laki-laki itu tapi lupa siapa yang memberi tahu. Disini aku sebut saja namanya Lana. Saat namanya muncul di list liker sebuah postingan, aku iseng membuka profile nya, dulu ada kolom bernama poke, kalau facebookmu berbahasa Indonesia, kolom itu bertuliskan colek. Handphone ku berlayar sentuh dengan merek Nokia dulu, saat men-scroll profile nya aku tidak sengaja menyentuh tulisan poke! Sumpah aku tidak sengaja! Sumpah! Aku panik dan bingung harus seperti apa, harus melakukan apa. Dulu aku masih junior, masih semester dua, masih menjadi mahasiswi tingkat satu, masih belum bisa tenang dalam menyelesaikan masalah.
Beberapa menit setelah kejadian poke tidak sengaja itu, aku mendapat beberapa notification. Kau tahu apa salah satunya, Lana poke you back! Mati aku! Badanku lemas seketika dan langsung berpikir akan disimpan dimana wajahku ini untuk menutupi rasa malu, sebelumnya aku berharap bahwa aku tidak pernah menekan kata poke, aku menenangkan diriku sendiri untuk kemudian aku tidak lagi bisa tenang dengan melihat notification itu yang artinya aku benar-benar pernah mencolek akunnya. Aku menutup wajahku sampai hampir menangis karena malu.
Kakak perempuan kandung yang aku panggil teteh datang, ia baru pulang kuliah, aku belum menyebutkan ya, aku dan dua kakakku kuliah di tempat yang sama. Aku langsung menceritakan kejadian yang aku alami hari itu padanya. Teteh dengan berbaik hati mau mengklarifikasi kejadian sebenarnya pada Lana dengan bermodal message via facebook. Aku lupa redaksi aslinya seperti apa kurang lebih seperti ini,
Assalamua’laikum, afwan saya mau minta maaf karena adik saya tidak sengaja mengklik poke ke antum, saya agak kecewa dengan reaksi antum yang malah poke back. Seharusnya tidak seperti itu, semoga bisa saling introspeksi.
Antum itu artinya kamu, dalam bahasa arab sebenarnya arti antum adalah kalian, jika kata tersebut digunakan untuk mengartikan kata kamu, maka itu lebih karena untuk menghormati.
Pesan terkirim. Tidak ada balasan lagi.
**************************
Tahun 2013 aku sudah cukup yakin bahwa aku sudah berada jauh dari Bayu. Sudah merasa bahwa aku baik-baik saja tanpanya, dan dia baik-baik saja tanpa aku. Aku merasa sudah totally move on. Aku menjalani hari-hariku dengan cukup baik, menyibukkan diri dengan amanah-amanah baru yang belum penah aku dapat sebelumnya, dulu di bawah kepemimpinan Kak Hana sebagai koordinator akhwat, di organisasi aku diamanahkan menjadi anggota tim media akhwat, aku tekankan lagi, di organisasiku setiap kestrukturan terpisah, oleh karenanya ada tim media akhwat dan ada tim media ikhwan atau lebih dikenal dengan tim infokom.
Waktu akhirnya membuat semuanya berubah, Kak Hana yang dulu belum begitu akrab menjadi akrab dengan kami. Kami disini adalah untuk aku, Nenden, dan Maiw yang juga adalah teman satu organisasi.
Tahun itu organisasiku membuat acara yang cukup besar, aku tidak begitu ingat bulan apa, tapi masih di tahun 2013. Di acara itu, anggota organisasi akhwat mengenakan jilbab dengan warna yang sama, ungu. Jilbab yang aku maksud disini adalah gamis yang aku ambil dari bahasa Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59, jika kau belum tahu, maka aku sarankan kau membuka ayatnya terlebih dahulu, agar apa yang aku pahami bisa kau pahami juga.
Sore itu, selesai acara, kami pulang ke rumah masing-masing.
Esok harinya di kelas, Maiw cerita padaku bahwa kemarin ia seangkot dengan kakak senior ikhwan dari organisasi yang sama. Kalau tidak salah kakak senior ini dari tim infokom.
“Aku seangkot yuy, udah gitu dia nanya, ‘Anak organisasi juga ya?’ gitu katanya dia sih kayanya tahu itu gara-gara aku pakai jilbab ungu yang seragam.” Jelas Maiw.
“Terus?” Aku langsung memasang wajah penuh rasa ingin tahu.
“Aku jawab iya, terus dia nanya namanya siapa, aku jawab Irma, aku nanya Kakak namanya siapa, dia bilang Bumi.” Kata Maiw melanjutkan ceritanya
Bagus yah namanya Bumi. Aku pikir itu nama yang bagus, cukup langka, cukup filosofis.
“Aku lanjutin cerita aku yah, terus dia nanya yuy aku jurusan apa semester berapa, aku jawab aja Pendidikan Bahasa Inggris semester 2, aku nanya lagi kalau Kakak jurusan apa semester berapa, dia jawab jurusan Teknik Informatika semester 5, padahal gak ada semester 5 adanya semester 6 yah mungkin lupa dia. Pokoknya pas udah agak deket dia nanya aku lagi turunnya dimana, aku bilang aja Gunung Batu terus aku gak tahu harus gimana yuy, aku nanya aja kalau Kakak turun dimana, dia bilang turun di SBJ, gak lama setelah itu dia turun dari angkot aku pura-pura sibuk main hp aja pas dia turun dia bilang duluan yah, aku bilang iya kak.”
Aku senyum-senyum mau ketawa gitu mendengar ceritanya, masih memasang wajah antusias aku pancing Maiw untuk terus bercerita.
“Aku kan turun yuy, pas aku mau bayar ongkos, si abang supirnya bilang udah dibayarin neng sama pacarnya yang tadi.”
Sontak aku langsung ketawa mendengar ceritanya Maiw.
“Aku agak teriak bilang ke si abang supirnya, ‘Ih Abaaaaang bukan pacar saya itu mah ih!’ kata si abang supir ‘oh bukan? Iya tapi udah dibayarin sama dia.’ Ya udah aku bilang makasih ke si abangnya dan langsung pergi,” Kata Maiw menuntaskan ceritanya.
Bagiku dulu cerita-cerita sejenis ini menarik. Kau mau tahu tidak sebenarnya kisahnya belum berhenti disitu, malamnya kak Bumi mem-follow akun twitter Maiw lalu Aku, ingat yah Maiw dulu baru Aku. Aku terkejut demi melihat notification nya. Dengan berbekal perasaan yang aneh aku ngobrol di twitter sama Maiw, aku juga tidak lupa mem-follow back akun twitter kak Bumi yang siangnya bayarin ongkos angkot nya Maiw. Ada sebuah tweet yang ditulis kak Bumi yang membuat aku dan Maiw tersenyum geli. Khusus yang ini Aku tidak akan menuliskan apa isi tweet nya, untuk menghormati perasaan kak Bumi. Intinya malam itu obrolan aku dan Maiw menjadi sangat panjang kesana kemari. Senang masih bisa mengingatnya.
YOU ARE READING
Seperti Permen Karet
Non-FictionAku namakan saja perjalananku ini Hijrah, tapi tidak ditambahkan 'si' di depannya. Ini catatan perjalananku dari tahun 2012, kalau aku panjang umur, aku mau menuliskan catatan hidup hingga 2078 hingga aku punya anak dan cucu, hingga aku tidak bisa m...