Part 2

4.1K 412 26
                                    

Happy reading. Please vote and comment 😊😊😊😊











"If anybody ever hurts my little sister, i'll hurt him ten times harder. Include you".

Laki-laki itu mendesis sambil menunjuk wajah laki-laki yang berdarah.

"Pergi kau dari hadapanku, Liam Sialan Payne," lanjutnya. Laki-laki yang berdarah tadi menatap tajam pada gadis yang sedang menangis dan bersembunyi di balik punggung orang lain itu lalu berbalik masuk ke mobilnya dan meninggalkan tempat itu. Laki-laki penyelamat tadi kemudian berbalik memeluk gadis itu.

"Kau baik-baik saja Lyn? Tenanglah.. Dia sudah pergi," kata laki-laki itu. Justin. Dia mengusap kepala Jeslyn yang masih terisak.

"Ada apa itu tadi? Ceritakan padaku.."

"Liam.. Dia marah padaku, karena aku memutuskannya, Justin," jelas Jeslyn tersendat isakannya sendiri. Justin berdecak kesal.

"Kau berpacaran dengan laki-laki seperti itu? Dan tidak cerita padaku?" tanya Justin tidak habis pikir. Jeslyn menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Dulu dia tidak begitu, Justin. Tapi sekarang aku tidak bisa bersamanya lagi. Dia tidak mengerti kalau aku tidak sekuat gadis lain. Dia.. Selalu marah kalau aku tidak bisa datang atau ikut dengannya karena sakitku kambuh.." jelas Jeslyn lalu kembali menangis terisak. Justin menyerah untuk mengomeli adiknya.

"Seharusnya kau cerita padaku sejak dulu. Demi Tuhan, aku bisa menghajarnya sejak lama kalau kau ceritakan--- Lyn, kau baik-baik saja? Lyn??" ujar Justin mendadak panik melihat adiknya terbatuk hebat sambil menekan dadanya. Wajah Jeslyn seketika memucat, nafasnya terdengar kian tersendat. Justin yang tadinya sedang mengantar pesanan delivery order untuk pegawai butik di dalam mall, tidak membawa air minum yang selalu dia taruh dalam tas ranselnya.

"Duduk dan tunggu disini, aku akan---", kalimat Justin terhenti ketika tiba-tiba ada sebotol air mineral disodorkan di depan wajah Jeslyn. Seorang gadis sedikit membungkukkan tubuhnya dan memberikan botol itu pada Jeslyn.

"Minum ini. Batukmu akan berhenti," kata gadis itu pada Jeslyn. Jeslyn menerimanya tanpa bertanya, meminum air itu perlahan dan batuknya akhirnya berhenti.

"Bernafaslah perlahan," sambung gadis itu lagi. Justin yang melihat itu semua terdiam membeku.

"Terimakasih.." kata Jeslyn tulus sembari tersenyum. Mau menyerahkan kembali botol itu tapi ditolak halus oleh gadis penolong tadi.

"Sudah, bawa saja. Nanti bisa kau meminumnya lagi. Semoga lekas membaik, aku pergi dulu," kata gadis itu. Jasmine. Dia berbalik lalu menarik lengan Emily yang sedari tadi hanya melihatnya sambil melongo dan mematung seperti orang kerasukan.

"Ya ampun! Ya Tuhaaaan!!! Tampan sekali laki-laki tadi, Jasmine! Sepertinya Tuhan sedang bahagia saat menciptakannya!! Ah kenapa kau tadi tidak berkenalan dan minta nomor ponselnya?! Aku kan bisa minta padamu. Dasar bodoh," pekik Emily setelah dia duduk di dalam mobil Jasmine dan memasang sabuk pengaman. Jasmine menyetir mobilnya keluar area mall dengan tenang.

"Kenapa tidak kenalan dan minta sendiri tadi?" kata Jasmine enteng. Emily berdecak sebal.

"Kau kan tahu laki-laki tampan selalu berhasil melumpuhkanku di tempat," ujar Emily lemas, "Tuhaaan.. Pertemukan lagi aku dengannya, aku tak akan melewatkan kesempatan emas seperti Jasmine, Tuhan.."

"Ya. Berdoa saja kau," kata Jasmine datar. Jasmine tidak begitu peduli untuk memperhatikan laki-laki tadi. Seandainya saja dia tahu, kalau dia berhasil membuat laki-laki tampan itu terdiam mematung sekejap, membeku dalam binar.










***********










Setelah mengantar Jeslyn pulang ke rumah, Justin kembali ke restoran tempatnya bekerja. Di perjalanan dia masih memikirkan peristiwa tadi.

Gadis tadi. Gadis yang dapat membekukan dirinya hanya dengan melihatnya, sejak lama.
Gadis yang sering duduk sendirian di taman belakang kampusnya, membaca buku atau mendengarkan sesuatu lewat earphone-nya atau hanya memandangi pemandangan sekitat dalam diam.

Gadis yang dia lihat dari jendela perpustakaan setiap kali selesai mengerjakan tugas kuliah.
Gadis yang selalu dia lihat diam-diam.
Gadis yang mengingatkannya pada gadis kecil yang duduk menatap danau saat reuni sekolah ibunya.
Gadis yang sering menjadi inspirasinya dalam membuat lagu untuk mengiringi musik DJ yang dia buat saat bekerja menjadi DJ di sebuah club pada semester awal kuliah, juga lagu-lagu yang dia nyanyikan saat 'mengamen' di kota.

Dan gadis itu muncul, di depan wajahnya, menolong adiknya. Tanpa banyak tingkah kecentilan untuk menarik perhatiannya seperti gadis-gadis lain yang bertemu dengannya. Oh, bahkan mungkin gadis itu hanya fokus menolong Jeslyn saja? Luar biasa.

Tiba-tiba Justin tersadar, bertahun-tahun mengagumi seseorang dan dia tidak tahu siapa namanya. Demi Tuhan, ini sungguh konyol. Tapi dia tidak peduli. Dia hanya butuh melihatnya, karena dengan melihatnya saja semangat dan inspirasinya seketika bermunculan membuncah.

Justin tersenyum. Dia juga baru sadar kalau ternyata gadis itu.. Indah. Sangat cantik. Rambut cokelat panjangnya, bibir tipis merah muda, hidung mancung, mata yang indah.

'Oh Tuhan, segembira apa Engkau saat itu hingga menciptakan gadis sesempurna dia?' batin Justin kagum. Dia telah sampai di parkiran restoran tempatnya bekerja. Justin memarkirkan motor delivery-nya lalu mulai bekerja kembali dengan lebih semangat dan bibir tersenyum.













Note :
Ada yang baca nggak ya...
Kalau ada, please vomment ya
😘😘😘😘

Cold Jasmine (JB) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang