Andita memandang sekelilingnya saat ini. Suasana baru. Dia masih terpaku di depan gerbang, menatap gedung yang bertingkat dua di hadapannya. Cat biru tua melapisi sebagian permukaan gedung dan sebagian lagi bercat putih. Berjejer tumbuhan asoka menghiasi sepanjang koridor sekolah.
Andita menarik napasnya perlahan, mencoba memantapkan hatinya. Setelah ia sukses menyamankan dirinya, Andita melangkah menuju kantor Kepala Sekolah. Andita melihat papan nama yang tergantung di depan ventilasi pintu. Ia mengetuk pintu hingga ada sahutan dari dalam mempersilahkan masuk. Andita membuka lebih lebar pintu berwarna silver itu. Ia tersenyum dan masuk ke dalam ruangan.
"Permisi Bu. Saya Andita, beberapa hari yang lalu Kakak saya datang kemari membawa surat kepindahan sekolah saya."
Wanita di hadapannya tersenyum mengangguk seraya memperbaiki duduknya.
"Oh iya iya, saya ingat. Andita ya? Ini berkasnya masih di meja saya." Sahut wanita itu sambil menunjuk berkas di mejanya.
"Sebentar ya, saya panggil wali kelas dulu. Oh iya panggil saja saya Bu Endang." Ucapnya lalu menekan beberapa nomor di kotak telepon.Andita tersenyum melihat wanita yang sepertinya usia sudah separuh abad tapi masih aktif. Endang memang Kepala Sekolah yang lincah meski usia senjanya makin jelas terlihat. Dia juga sangat ramah dan mudah tersenyum, tetapi sangat tegas untuk setiap kesalahan dan sangat disiplin untuk setiap peraturan.
"Permisi Bu." Sapa seseorang yang tiba-tiba muncul di balik pintu.
"Oh iya Pak Yusuf, ini murid baru di kelas multimedia ya Pak."
"Baik Bu."Andita dan Pak Yusuf meninggalkan ruangan Kepala Sekolah.
'Semoga hari ini lancar' batin Andita.
🌸🌸🌸"Oh jadi kamu beneran anak Jakarta ya?" Tanya Aya antusias.
Andita mengangguk tersenyum."Iya gue sama Abang gue seminggu yang lalu datangnya."
"Oh gitu. Di Jakarta pasti rame ya kayak di tipi-tipi gitu." Nina ikut bertanya."Ish, udahan deh interogasinya. Makan dulu yuk pangsitnya. Laper nih." Potong asri sambil menunjuk empat mangkok pangsit di hadapannya.
Andita,Nina, dan Aya meringis lalu menyendok mie pangsit kedalam mulut.
Jam istirahat membuat kantin Smk Tunas Bangsa lebih padat. Beberapa siswa banyak yang antri menunggu pesanan, beberapa yang lainnya terpaksa makan berdiri atau berjongkok karena tidak kebagian tempat duduk. Atau ada tempat duduk kosong tapi tidak boleh di duduki para siswa-siswi selain anggota geng di sekolah. Sama seperti tempat duduk yang diduduki keempat gadis ini. Meski dari awalnya Aya-Nina-Asri berdebat sengit dengan Andita, hanya karena mempermasalahkan tempat duduk khusus kakak kelas ini. Tapi Andita menenangkan mereka bahwa tidak akan terjadi apa-apa selama ada dirinya. Baiklah, ketiga gadis tersebut menurut dan ikut duduk bersama mangkok pangsit dan es teh.
"Thapi kyamu nyambhung nguoblol symah kita?" Aya kembali bertanya dengan mulut penuh makanan.
"Eh telen dulu tuh, baru ngomong biar jelas." Tegur Asri gemas melihat Aya.Aya berusaha cepat menelan makanannya dan langsung menyeruput es teh di depannya.
"Oke, aku ulangin ya Andita pertanyaannya." Ucapnya lega.
Andita mengangguk.
"Tapi kamu nyambung kan ngobrol sama kita?"
"Iya nyambung kok. Gue juga langsung nyaman bareng kalian."
Andita tersenyum lebar menampakkan deretan gigi putihnya."Hehe Bagus tuh Ta, tapi maaf ya kamu bisa nggak ngomong kayak kita. Biar nggak terasa beda aja hehe. Jangan tersinggung ya." Sahut Asri sambil meringis merasa tak enak.
"Nggak kok Sri, gue nggak tersinggung. Cuman gue kurang paham sama maksud lo." Andita ikutan meringis tak jelas.
"Oke. Aku yang jelasin ya Andita. Maksudnya itu bisa nggak kamu ganti kata 'lo dan gue' jadi 'aku dan kamu'. Biar gak beda aja. Oke mungkin awalnya sulit, karena itu memang cara bicara kamu. Cuman disini Balikpapan dit." Jelas Nina sambil menepuk-nepuk bahu Andita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Senja
Teen FictionAku tau, diam-diam kau sering memotretku. Aku tau, diam-diam kau sering memandangiku. Lucu, itulah kesan pertama yg kulihat saat dirimu selalu gugup di depanku. Unik, itulah kesan pertama yg kulihat saat kau bertingkah konyol di hadapanku. Gemas, it...