Langit biru membentang luas dengan beberapa gumpalan awan yang menghiasinya terasa sangat cerah terkecuali padaku..
Aku hanya melangkahkan kakiku menaiki anak tangga dengan tatapan kosong. Mataku mulai memerah dikala melangkah pada anak tangga terakhir, dan mulai membuka knop pintu berwarna abu itu hingga tampak jelas rooftop yang sangat luas.
Aku langsung menghambur pada sofa usang namun masih layak pakai di dekat kaca besar dengan beberapa kertas yang ku tempel dan sengaja ku taruh. Aku pikir tak banyak orang yang menginjak rooftop ini jadi aku mencoba menghiasnya seperti tempat pribadiku.
Tangisku pecah dikala mataku tak sengaja tertuju pada salah satu kertas yang ku tempel di kaca itu.
"Jangan patah semangat (y/n)!!"
Aku semakin menenggelamkan wajahku diantara kedua lututku dengan terus sesegukan menahan sakit yang semakin tak bisa ku tahan.Aku kembali mengingat kejadian menyakitkan itu..
Seminggu yang lalu sekolah tengah mengadakan lomba kreasi seni. Siswa bebas memberikan hasil karyanya dan akan di nilai oleh para panitia. Awalnya aku tak niat mengikuti lomba itu tapi Sena temanku terus saja membujukku untuk mengikutinya.
Dia terus membujukku dengan berbagai cara sampai dia rela beraegyo. Dia juga terus menyuntikan semangat untukku dengan kata-katanya sampai aku luluh dan mengiyakan keinginannya yang sama sekali tak pernah terpikir olehku.
Aku hanyalah siswa yang mempunyai dunia sendiri, tak pandai bicara, dan tak terlalu banyak teman. Hanya duduk dengan menulis apa yang ada di pikiranku, membuat cover dari apa yang aku tulis dengan seadanya. Mungkin karena itu aku dianggap aneh...
Hingga tadi pagi saat pengumuman nilai dari lomba tersebut dimulai, kekecewaan yang ku dapat..
Mereka tak menganggap hasilku sebagai karya, mereka bilang itu hasil copast walaupun aku sudah membela karyaku dengan susah payah..
Kini aku hanya bisa diam dan menangis menyesali kenapa aku harus mengikut sertakan diriku kalau tahu hasilnya akan seperti ini.
Terdengar suara pintu abu itu terbuka, mataku menatap lelaki berambut hitam dengan buku yang ia pegang melangkah mendekatiku dan mendudukan dirinya tepat di hadapanku.
"Kenapa menangis?" Tanyanya.
Aku hanya mengerjap-ngerjapkan mataku yang sudah sangat sembab, tak mampu menjawab perkataannya.
"Aku tau kau berbakat, sudah jangan menangis." Ucapnya lagi sembari mengusap pipiku.
"Aku menyesal wonwoo." Lirihku kembali menundukan kepalaku.
"Setidaknya kau sudah menunjukan sisimu yang tak di ketahui orang lain."
"Ta..tapi mereka tak menghargainya."
"Mereka hanya tak mau mengakui jika kau itu berbakat."
Aku mulai menatap wajahnya yang kini tersenyum sangat tulus..
"Wonwoo.."
"Aku tak sengaja melihatmu membuang ini, dan saat ku baca walaupun masih sinopsis aku jadi tertarik ingin membaca semuanya." Ucapnya dengan menunjukan selembar kertas yang sejujurnya aku tak ingin melihatnya lagi.
"Aku tak butuh kebohonganmu jeon."
"Ey untuk apa aku berbohong, yang aku tahu seni itu tak harus berupa keindahan dari kertas yang di beri warna." Ucapnya.
"Kau juga tahukan aku juga suka dengan rap, kau juga tahu Soonyoung sangat menyukai dance, dan Jihoon sangat pintar membuat musik itu terbukti kalau seni tidak harus dari kertas yang di beri warna." Lanjutnya kembali mengukir senyumnya yang manis.
"Aku tampak bodoh kalau di dekatmu." Ucapku sedikit menggigit bibirku.
"Hahaha aku hanya ingin menghiburmu."
"Tapi kau malah membuatku tampak bodoh." Ucapku dengan mengembungkan pipiku.
"Hahaha iya iya maaf, kau harus melihat soonyoung dan jihoon mereka juga kadang tak dianggap karena perilakunya yang berbeda dari yang lain, jalani hidupmu dengan gayamu sendiri." Ucapnya lagi dengan mengusap puncak kepalaku hingga membuat bibirku mengukir senyum.
"Berhenti membuatku kembali tampak bodoh tuan Jeon." Ucapku kembali menatapnya.
"Itu sudah kewajibanku sebagai pacar dari yeoja aneh sepertimu." Jawabnya sembari membuka kembali bukunya.
Tanganku dengan cepat mencubit pinggang wonwoo hingga dia hampir berteriak kesakitan.
"Yak sakit!"
"Ah mian, aku hanya menyadarkanmu kalau kau juga aneh wahai pangeran buku."
Mendengar ucapanku dengan cepat pula wonwoo berdiri dan hendak menangkapku namun aku kembali menghindarinya. Hingga kami berdua terlarut dalam kejar-kejaran dengan tawa yang membuat kesedihanku hilang.
"Terima kasih telah menyadarkanku wonwoo."
FIN
Maaf lama update aku nya sempet down gara2 kejadian yang persis sama imagine ini :'(
makasih seventeen udah bikin aku balik nulis imagine receh ini lagi <3
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINE / WONWOO
FanfictionKumpulan imagine-imagine wonwoo ^^ Jangan lupa vote dan komen