Namanya Arazaera Shaniafrodhita Audryasti Hilman. Seorang mahasiswi semester 5 jurusan Matematika. Tak muluk-muluk bagimana penggambaran dirinya bukan mahasiswi populer di kampusnya. Hanya gadis biasa yang diam-diam menaruh hati pada Mahasiswa tingkat akhir jurusan Teknik Sipil. Namanya Akmal Wicakra Gusti Pranatas. Entah kenapa mata Ara selalu terporos pada Akmal atau seperti ada medan magnet yang melekat pada Akmal bagi Ara. Bahkan Akmal bukanlah sosok most wanted atau ketua BEM atau mahasiswa populer. Dia hanya sosok mahasiswa akhir Teknik Sipil super jenius yang kebetulan pada gennya membawa sifat cuek yang dominan. Tapi meski begitu bagi Ara, Akmal seperti bintang Sirius yang bersinar paling terang diantara bintang-bintang lainnya. Begitu pula di hati Ara.
Ara tak habis pikir bagaimana dirinya masih begitu memuja ehm lebih tepatnya menyukai Akmal sebegitu lama, yaitu semenjak masa ospeknya 2,5 tahun silam. Bahkan selama 2,5 tahun ini rasa sukanya kepada Akmal semakin bertambah saja. Pernah Ara pikir mencoba melakukan seperti yang teman-teman Ara sarankan mendekati Akmal dengan pelan-pelan namun bagi Ara itu sangat sulit apalagi dirinya dan Akmal yang beda gedung, meski begitu sesekali saat Akmal mampir ke gedungnya niat Ara untuk mendekati Akmal musnah seketika. Karena hanya untuk sekedar berpapasan jarak tiga meter saja Ara sudah gemeteran sendiri bahkan keringat dingin sudah mengucur di pelipisnya. Jadi, setelah itu Ara memutuskan untuk balik badan dan hanya memandang Akmal dari jauh saja atau sesekali stalking akun sosialnya seperti instagramnya meskipun itu hanya satu fotonya dirinya yang diambil siluet belakang tubuhnya. Tapi bagi Ara itu sudah cukup.
Ara mengingat betul bagaimana dirinya pertama kali bertemu dangan Akmal. Laki-laki berbaju polo abu-abu yang melewati ratusan mahasiswa baru kemudian berbicara sebentar dengan kak Deo yang kebetulan kakak pendamping Ara saat itu, entah apa yang dibicarakan oleh kedua laki-laki itu, kemudian Kak Deo berlari masuk kemudian kembali lagi ke Akmal berbincang sebentar lagi dan Akmal menggumamkan kata terimakasih lalu melemparkan sebuah senyum, yang Ara tau itu adalah sebuah senyum tertipis yang Ara temui selama ini namun juga senyum yang membuat hati Ara kelimpungan. Tidak karu-karuan.
Dan hari-hari Ara berubah semenjak senyum tipis itu terlempar.
***
Sudah dua jam Ara terjebak dalam ruangan 7 kali 8 meter ini ditambah dengan ocehan dosennya yang menerangkan materi Analisis Real II bab kekontinuan yang Ara pikir lebih mirip rentetan lagu pengantar tidur apalagi ditambah atmosfer ruang kelasnya yang semakin panas. Entah panas karena induksi cuaca dari luar, entah juga karena pancaran radiasi otak-otak yang daritadi dijejali materi-materi kuliah yang semakin sulit. Padahal AC di ruang kelas ini Ara lihat normal-normal saja.
Ara pernah bermimpi dulu saat dirinya masih sekolah dasar betapa senangnya jika dirinya bisa kuliah dengan jurusan Matematika. Karena sudah menjadi rahasia umum kalau Matematika adalah tolok ukur sebagian besar orang tua terhadap pendidikan anaknya. Tapi semakin ke sini pikiran itu hilang karena Ara tau matematika sungguh tidak sesederhana satu ditambah satu sama dengan dua. Iya tidak sesederhana itu. Namun, meski selama kuliah dirinya seperti antara hidup dan mati tak mengurangi kecintaan Ara terhadap jurusannya.
"Sekian pertemuan kita kali ini, Selamat Siang" ucap Bu Dosen yang kemudian berjalan ke luar.
"Siang Bu"
"Ra" panggil Eriani
"Ya" jawab Ara sambil membereskan catatan-catatannya
"Temenin gue ya ya plisss?"
"Ke?"
"Gedung A"
"Ngapain?"
"Em biasa. Bentar ya bentar doang, mau ya ya ya?" Ucap Eriani dengan mata berbinar-binar kemudian memasang mata puppyeyes andalannya. Ck dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Tense [on going]
Romansa"aku adalah kata yang tak sempat terucap karena, semesta sungguh tidak ingin melihat kita bersama memayungi waktu berbagi tawa dan cinta" -Akmal Wicakra Gusti Pranatas- "aku masih sama seperti dulu menjaga hati di sini berdoa berharap semesta berba...