Chapter 4 - Mantra

859 89 25
                                    

Rinda melihat penampilannya sekali lagi melalu cermin kecil yang selalu tersimpan di dalam tasnya. Entah sudah berapa kali Rinda bercermin, katanya tidak mau penampilannya saat bertemu Rendra nanti akan terlihat buruk dan jauh dari kata cantik.

Rinda memang sudah sering menunggu kakak teman sekelasnya itu, tapi hanya sebatas menunggu dan berakhir dengan sebuah kalimat, "Hai, Bang Rendra." Setelah itu Rinda akan melengos pergi. Bukan tanpa alasan, katanya malu dan tidak mau nanti Rendra bosan lalu ilfeel padanya.

Tapi, ucapan Difin di kelas tadi memang benar adanya. Kalau hanya seperti itu mungkin sampai ia lulus juga tidak akan ada kemajuan apa-apa. Yang ada nanti jadi sebastian: sebatas teman tanpa kemajuan. Padahal jelas-jelas Rinda menyukai Rendra sudah hampir setengah tahun.

Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang saat sebuah motor berhenti tidak jauh dari hadapannya, seketika Rinda menyimpan cermin kecilnya ke dalam tas kemudian berjalan menghampiri Rendra, matanya memicing setelah menyadari motor yang ada di hadapannya bukan milik Rendra.

"Lo lagi?!" Pekiknya dengan mata membulat setelah si pengendara motor membuka helm-nya, menampakkan cowok yang ternyata bukan Rendra, melainkan Nando.

"Sialan, gue di kerjain sama Difin!"

Rinda buru-buru mengubah ekspresi kagetnya, bagaimanapun juga Nando ini temannya Rendra, dan kalau di pikir-pikir sikapnya tempo hari agak keterlaluan. Jadi, ia berniat meminta maaf.

"Eh, maaf Bang. Kenalan dulu, aku Rinda temen sekelasnya Difin. Abang ini, Bang Nando 'kan?" Nando tidak menjawab, melainkan balik bertanya, "Difin mana?"

"Difin ada rapat OSIS sebentar Bang, katanya gak sampai satu jam kok. Rinda tadi di suruh nyampein pesen itu sih." Kata Rinda sembari menggaruk tengkuknya, merasa bingung sendiri apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Rinda berniat meninggalkan Nando. Ada rasa kecewa di dalam hatinya saat mengetahui bukan Rendra yang datang, padahal ia sudah mengumpulkan banyak nyali untuk ngobrol dengan Rendra.

Tapi di pikir-pikir kasihan juga kalau cowok itu menunggu Difin sendirian, mana siang ini cuaca sangat panas. Bukankah tadi Difin menyuruhnya untuk menemani, ya walaupun itu bukan Rendra. Baiklah, Rinda akan mencoba.

"Bang, sambil nungguin Difin gimana kalo minum-minum dulu di sana? Rinda yang traktir, itung-itung minta maaf karena sikap Rinda kemarin agak kurang ajar sama abang." Rinda menunjuk sebuah kedai minum kecil yang berada tidak jauh dari seberang sekolahnya. Mata Nando pun mengikuti arah telunjuk Rinda, kemudian menimbang-nimbang tawaran gadis itu.

Tapi dalam hati Rinda, ia yakin kalau Nando akan menolak ajakannya. Pikirnya, cowok-cowok tipe Nando pasti sok jual mahal dan jaim.

"Lo gak pulang?"

Pertanyaan itu membuat Rinda merutuki dirinya sendiri, "Di tanya kok balik nanya, kalo gue cium bakalan di cium balik gak, ya?" Batinnya mulai ngelantur.

"Pulang Bang, tapi nanti. Jemputannya belum dateng 'nih. Gimana?" Rinda menawarkan sekali lagi.

"Oke. Tapi jangan panggil gue Bang, gue bukan abang-abang tukang bakso." Ujar Nando datar tapi di akhiri dengan senyum tipisnya.

"Kok lucu?" Batin Rinda, ia menepis jauh pemikirannya tadi, Nando tidak sejaim itu ternyata.

"Oke, aku panggil Kak Nando aja , ya?"

Nando mengangguk lalu turun dari motornya. Ia menyejajarkan langkahnya dengan Rinda yang sudah lebih dulu berjalan menuju kedai minum. Nando pikir lebih baik menerima tawaran Rinda daripada harus menunggu Difin sendirian, ia mulai risih saat di perhatikan beberapa siswi Pertiwi.

Jatuh Cinta SepihakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang