Part 1

14 0 0
                                    

Boleh aku bertanya? Bagaimana rasanya mencintai orang yang mencintai orang lain? Bagaimana rasanya memperjuangkan orang yang memperjuangkan orang lain? Jawablah dulu dengan hatimu.

Aku merasakannya, hal tergila yang pernah ada. Bayangkan saja, cinta pertama jatuh pada orang yang telah memiliki kekasih dan tentu saja aku tidak ingin dicap pengganggu hubungan orang. Walau kadang tanpa sadar aku mendekatinya saat dia sedang sendiri, tersenyum semanis mungkin padanya setiap kali berpapasan, menyapa seramah – ramahnya agar dia tertarik padaku. Sia – sia! Semua yang kulakukan hanya menjadi pengingatku untuk tidak lagi menjatuhkan hati pada orang yang bukan pilihan.

Namun, bukankah aku pun tak punya pilihan akan jatuh cinta pada siapa? Hatiku. Masalahnya ada disana. Lantas bagaimana caraku mengendalikannya?

Hah! Aku lelah. Aku lelah terus mencinta tanpa mendapat balasan dari orang yang kucintai. Aku lelah jatuh cinta kalau ternyata yang terjadi hanya kesalahan. Hatiku, buruk sekali keadaannya di dalam sana. Kedinginan, karena mentarinya menyinari dunia yang lain. Apa lagi yang bisa kulakukan? Aku tak ingin terpuruk dalam ke putus asa an seperti ini. Ini terlalu menyakitkan untuk dihadapi seorang remaja seumurku.

Lihat, sekarang pangeran hatiku yang luar biasa itu, dia sedang berbahagia dengan kekasihnya. Senyumnya tak pernah absen menghampiri cowok itu selama dia berada di dekat bidadari hatinya. Miris, pangeran hatiku punya bidadari di hatinya dan itu bukan aku. Naif jika aku mengatakan aku tak menginginkannya melebihi semua hal. Hanya sayang saja jika aku harus menghancurkan kebahagiaannya. Aku memilih untuk tersakiti melihat orang yang kucintai bahagia dengan yang lain daripada bahagia dengan orang yang kucintai tapi dia tersakiti.

Bukannya pengecut atau mengalah... aku menunggu saat yang tepat. Itu saja.

"Mari Kak, eh Bang..." Kataku sambil tersenyum.

Hatiku seketika terbang saat dia membalas senyumku walau hanya sedetik. Karena sedetik kemudian, seseorang yang sangat spesial di hati pangeranku ini memandangku dengan tatapan bengisnya. Dua detik kemudian, dia meninggalkanku yang mematung lantas merangkul mesra kekasihnya. HAHA bisakah aku menertawakan diriku sendiri? Ya, aku menertawakan diriku. Ternyata Tuhan punya cara terindah untuk mengukir luka di hatiku. Tapi... Tuhan tidak lupa untuk menyiapkan pengobatnya kan?

"Nerd kayak gue mana pantes sama most wanted kek dia." Kata – kata sederhana ini mampu menyadarkanku dari sakit yang hampir membuatku mati seketika saat jatuh bebas seperti tadi. Semacam mantra ajaib agar aku tetap merasa hidup.

"Jadi lo mau nyerah begitu saja Li?" Safa memang sahabat yang paling mengerti aku dalam semua bidang, tidak untuk ini.

"Lah... bukannya gue memang sudah nyerah dari dulu gue nyadar gue suka sama dia ya? Yang pas gue tahu dia sudah punya Kak Dela." Kaset rusak yang selalu berputar kembali ketika Safa mempertanyakan hal yang sama.

"Menurut gue, Kak Gilang lebih cocok sama lo daripada sama Kak Dela yang sok kecantikan itu." Dasar sahabat penghibur! Aku bersyukur punya sahabat macam Safa ini, walau kadang – kadang telminya suka bikin kesal.

"Bhah! Dia mah memang cantik kali." Iya, serius. Aku mengakui betapa cantiknya kekasih Kak Gilang, ga salah dia memilih bidadari. Kenyataannya kecantikannya memang lebih dari bidadari. Cuma kelakuannya saja yang minus banyak!

"Kelas yok!"

"Ayok!"

"Gandeng dong," Safa berlagak seperti pangeran yang mengajak tuan putri berdansa. Dasar! "Biar ga keliatan jomblo." Kalimat gaibnya untuk membuatku tertawa lepas. Terima kasih Tuhan, Kau telah memberiku sahabat terbaik sepanjang jaman.

"Jiih... Ogah gila! Ntar gue dikira maho gandeng – gandeng cewek jadi – jadian kek lo. Matiin pasaran gue saja!"

Tentu saja Safa bercanda. Dia kan normal se normal – normalnya biar cassing luarnya memang agak berkebalikan dari hatinya. Gaya berpakaiannya saja yang sedikit urakan khas anak cowok, isinya? Lebih lembut dari kapas. Buktinya jelas, dia bisa memahamiku sejauh ini... yang orang lain saja mungkin tahu 1% saja belum tentu, Safa memahamiku sampai batas 50%. Aku yang menentukan batasnya. Tidak semua kuungkap pada Safa, aku percaya... hanya saja aku butuh privasi. Dia tetap sahabat tercantik yang kupunya. Iyalah! Orang aku saja cuma punya satu sahabat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 28, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LIANA - Now I Know I Was Made For Loving YouWhere stories live. Discover now