Chapter 1

6.5K 546 25
                                    


-

Angin sepoi-sepoi berhembus menerpa helai rambutku. Memberikan ketenangan padaku. Aku ingat, dulu dipantai inlah ayah mengajariku berenang, bersepeda dan beladiri. Dengan kasar kutarik napasku. Aku merindukan saat-saat itu.

Aku lelah dengan segala yang terjadi. Kematian ayah yang begitu tiba-tiba, usaha cafe yang bangkrut dan putusnya pertunanganku dengan Kayla. Malas rasanya menghadiri pemakaman yang berisi orang-orang munafik.

Biarlah aku dicap sebagai anak durhaka, dari pada melihat sifat memuakan mereka. Berpura-pura bersedih tapi dibelakang menertawakan keluargaku.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Aku berpaling menatap pemuda yang lima tahun lebih tua dariku. Mengabaikan keberadaannya, mataku lebih focus kearah laut.

"Mama mencarimu." aku hanya mendengus, dasar anak mami batinku jengkel.

"Apa kau tak ingin memberi penghormatan terakhir pada Ayah kita?"

Aku mendelik padanya, dasar penganggu. Menyebalkan sekali.

Dengan malas aku melangkahkan kakiku, menuju jalanan setapak. Kubiarkan dia mengekor dibelakang. Seperti seekor anjing.

Saat sampai di rumah, beberapa kerabat menatap sinis padaku. Ada yang berbisik-bisik. Kuabaikan semua prasangka mereka, aku berdiri menatap peti mati ayahku. Kuletakkan sebuah buku diary yang selalu kubawa di saku mantelku dan bunga melati. Didalam peti matinya.

Pendeta akan memulai kotbah, aku berdiri disamping ibu tiriku dan kedua saudara tiriku. Setelah mendengar kotbah, salah satu dari kami mewakili keluarga untuk menyampaikan penghormatan terakhir.

Aku memutuskan untuk diam. Biarlah Kevin yang mewakili kami.

Tak ada air mata yang keluar dipipiku. Bahkan sampai jasad ayah dimasukan ke liang lahat, tak setetes pun aku menangis.

Setelah pemakaman usai, ibu tiriku datang menghampiriku. Menatapku dengan penuh amarah.

Plakk

Suara tamparan bergaung di ruang kamarku. Aku hanya mendesis, menahan rasa perih.

"Kau, pikir kau siapa?" bentaknya marah. Ku berikan senyum mencemooh padanya.

"Beraninya kau mempermalukan nama keluarga kita." raungnya menangis. Aku hanya menatapnya jengah. Dasar drama queen.

"Apa?" bentakku melawan. Aku tidak akan tertipu dengan air mata buayanya.

"Berhenti berpura-pura menjadi ibu yang baik. Dasar Pelacur!"

"Kau–"

"Sudahlah, Ma." aku berdecak kesal saat melihat kevin menahan tangan ibunya yang hendak menamparku. Matanya memelas, memohon agar kami berhenti bertengkar.

"Cihh, ngak usah sok baik deh sama aku. Kalian pasti ingin merebut harta warisan Ayah, kan?" sindirku. Kulangkahkan kakiku menjauhi mereka.

Aku muak, mereka selalu berpura-pura baik. Padahal selama ini aku tahu, mereka ingin menguasai harta keluargaku.

Lihat saja nanti, akan ku bongkar kebusukan mereka.

Kevin berusaha mengejarku, dan mengabaikan teriakan ibunya.

"Damar!"

Aku hanya mampu meringis merasa sakit di pergelangan tanganku. Cengkraman tangan Kevin benar-benar menyakitkan.

EGOIS [END]Where stories live. Discover now