-
Sudah hampir dua tahun, aku dan Kevin, bekerja sama bahu membahu mengurus perusahan peninggalan ayah. Aku akui Kevin memang memiliki jiwa bisnis.
Perusahan berkembang semakin pesat. Bahkan Sandra pun ikut mengurus perusahaan cabang. Aku memutuskan untuk membuka kembali cafe yang dulu kurintis.
Dan membuka cabang di daerah Bogor. Setidaknya aku bisa mengunjungi villa warisan ayah. Kevin sibuk menghubungi seseorang disana. Melihat gerak geriknya, aku yakin dia sedang merayu kekasihnya.
Aku memilih menyibukkan diri, dengan email dari Toni yang melapor hasil keuangan cafe bulan ini. Aku bersyukur, pemasukkan meningkat. Begitu juga dengan cafe cabang di Bogor.
"Damar. Habis meeting kita makan siang di cafe ya. Aku mau ngenalin pacarku sama keluarga kita." ajaknya mengambil berkas di meja.
"Hmm" aku memilih bergumam tak jelas, sebenarnya aku malas. Hanya saja aku juga penasaran siapa kekasih Kevin.
Setelah itu kami sibuk memeriksa laporan perusahaan dan juga menyiapkan segala keperluan meeting nanti.
Kevin duduk dengan tenang, ibu tiriku duduk disamping Sandra. Mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Aku memilih membaca novel yang baru ku beli.
"Kenapa meski cafe ini sih?" tanyaku pada Kevin, setelah lelah melihat beberapa pegawai yang menunduk padaku.
"Tidak apa-apakan. Lagipula dia berhak tahu calon adik iparnya." ibu tiriku membuka suara. Membuatku jengah. Dia lebih baik diam.
"Terserah." balasku tak kalah ketus.
"Bisakah kalian tidak bertengkar?" Sandra menyimpan ponselnya lalu menyeruput es teh.
Aku dan ibu tiriku mendeathglare Sandra. Membuat Sandra menyengir gugup.
"Maaf terlambat." aku terkejut, mendengar suara wanita yang berdiri dihadapan kami.
Sialan, Kayla berdiri dengan baju dress berwarna tosca, dan tas bermerk. Sepatu hak setinggi lima senti.
"Mas." sapanya gugup.
"Kenalin Ma, ini pacar Kevin. Namanya Kayla." Kevin menarik Kayla duduk di bangkunya.
"Siang Tante." sapanya ramah, sekarang dia memakai topeng calon menantu yang baik.
"Aduh, jangan panggil Tante dong. Kayak Tante sudah tua aja. Panggil Mama, aja ya." aku ingin tertawa mendengar protesan ibu tiriku.
Dasar tante-tante genit. Lupa umur apa dia. Padahal umurnya sudah memasuki kepala lima.
"Sandra." Sandra menyambut uluran tangan Kayla dan memilih mengabaikan keberadaan Kayla.
Saat Kayla hendak menyapaku, aku lebih dulu tersenyum sinis.
"Ngak usah kenalan. Kan kamu udah tahu namaku." ucapku memilih membaca buku novelku kembali.
"Kalian saling kenal?" Kevin bertanya heran. Entah dia memang tidak tahu atau sengaja. Aku memilih menutup buku novelku kasar.
"Ya, cuma temen biasa aja kok." balasku cuek. Memasukkan novelku ke dalam tas kerja, aku memilih mengabaikan kernyitan heran mereka.
"Maaf, aku ada urusan."
"Damar. Duduk!" bentak Kevin padaku.
"Kenapa? Kamukan cuma mau ngenalin Pacarmu. Nah sekarang aku sudah tahu, jadi ngak ada alasan lagikan aku disini?"