-
Setelah tiga hari, menjalani serangkaian test kesehatan aku diizinkan pulang, dengan syarat diawasi oleh perawat. Suamiku yang tampan tidak mengizinkanku mengerjakan hal yang berat. Dokter bilang aku mengalami amensia permanen. Itulah sebabnya aku harus diawasi perawat, Kevin tidak bisa mengawasiku 24jam. Dia kan eski mencari nafkah!
"Ayolah Kevin, dua hari lagi natal. Dan kita tidak memiliki pohon natal." bujukku, "lihat rumah kita bahkan belum didekorasi dan belum satu pun kado natal yang dibungkus."
"Kau masih sakit!" keukuh melarang, menolak keinginanku membeli pohon natal, kertas kado dan sovenir tambahan.
Saat kami kembali ada banyak mainan dan sovenir natal, yang masih tersimpan rapi di tas bag. Kevin bilang sebelum kecelakaan aku pergi berbelanja untuk kebutuhan natal.
"Masalah pohon natal, bungkus kado dan dekorasi aku akan meminta orang mengerjakannya."
"Kalau orang lain yang mengerjakannya, maka natal tahun ini tak ada hikmahnya bagi kita. Seharusnya kitalah yang mengerjakannya, dengan begitu kita bisa merasakan suka cita natal." protesku, aku terdiam sepertinya aku pernah mendengar kalimat yang kuucapkan. Tapi siapa?
"Lihat, kau masih sering migran." Kevin memijit kepalaku, untuk meredakan pusingku.
Aku diam menikmati pijatannya, Kevin selalu cemas bila aku mengeluh kepalaku pusing. Dan bermimpi hal aneh, di mana aku sering melihat diriku sendiri dalam mimpiku. Anehnya aku tidak tahu tempat perkaranya, yang jelas bukan di Belanda.
"Kau okay?" tanyanya cemas, aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Kevin bernapas lega.
"Sana pergi minum obatmu lalu beristirahat, dan jangan membantah keputusanku!"
Aku cemberut padanya, lalu mengendong putraku yang sibuk menonton perdebatan kami bersama perawat.
"Neo, ayahmu jahat!" aduku pada Neo, aku membawanya ke kamar. Mengabaikan keberadaan Kevin dan perawat.
Kevin menyusul, membantuku meminum obat. Dia akan megawasiku karena dia tahu aku benci obat, apalagi rasanya pahit.
"Minumlah," segelas air putih disodorkannya. Aku menerima dengan malas dan menatapnya kesal. Neo sudah duduk manis di ranjangnya.
"Maaf," Kevin membawaku dalam pelukannya."aku tidak ingin kau terlalu lelah. Ingat kau baru sembuh."
"Kalau kau tetap ingin mendekorasi, kau hanya boleh membantu yang ringan saja. Sedangkan yang lainnya biarkan orang suruhanku yang mengerjakannya."
Mendengar ucapan suamiku, aku merasa senang. Aku egois! Suamiku hanya ingin yang terbaik bagiku. Dia tidak ingin aku kelelahan.
Aku membalas pelukannya, dan berjinjit mencium bibir suamiku. Kevin terkejut lalu membalas ciumanku. Ciuman itu berubah menjadi lumatan, kami saling meraba, aku mengerang saat tangan Kevin menyelusup ke balik bajuku. Lalu memilin, menarik dan menekannya dengan ujung jari. Aku melenguh, mendesah disela-sela ciuman kami. Kevin melepaskan satu-persatu kancing bajuku, aku merona malu saat Kevin menatapku tak berkedip. Dia bahkan menjilat bibir bawahnya. Seksi!
"Ja–jangan melihatku seperti itu!" entah mengapa aku bertingkah seperti perawan. Oke aku laki-laki! Maksudku aku bertingkah seperti perjaka yang belum pernah disentuh pria.
"Hahaha, kau lucu Damar. Apa kau lupa kita sudah menikah dan selama satu tahun ini kita sudah sering melakukan sex. Bahkan beronde-ronde." ucapnya frontal.
Astaga! Aku tidak tahu memiliki suami yang mesum dan frontal. Mengingat bahwa aku lupa ingatan membuatku menunduk sedih. Kenapa aku bisa lupa dengan kenangan indah bersama suamiku. Melihat aku bersedih Kevin memelukku, mengelus punggungku. Berusaha menenangkanku.