Prolog

2.6K 139 26
                                    

Hidup Miko Waldufri yang lurus dan manis, si anak tunggal yang amat dibanggakan orang tuanya yang berlimpah harta, berpendidikan mewah, dan berstatus sosial megah, yang hanya dalam hitungan tiga purnama segera melangsungkan pernikahan dengan Intan yang cantik, seksi, dan seorang dokter muda yang mapan, lambat laun menjelma sangat riuh, ingar bingar, dan sarat gejolak. Semata karena sebuah peristiwa sederhana di kelas menulis fiksi yang diikutinya di Jogja. Ve, mahasiswi ala kadarnya yang tak jelas juntrungnya, apalagi masa depannya; dialah pengubah cerita hidup yang terus berkecambah dengan sangat tak tertebak dan sama sekali tak sederhana.

Sebutir bibit cinta yang dihembuskan angin hinggap di sehelai hati Miko. Lamat demi lamat bertunas, melahirkan daun-daun yang segar, kian bercabang. Akar-akarnya semakin hunjam, lalu putik-putik kembangnya mulai mengembang–tak kuasa dibenamkan oleh usaha apa pun yang paling keras dan memaksa.

***

Apakah kau memiliki sihir?

Tidak. Aku perempuan biasa –manusia sejenismu, seperti perempuan-perempuan lainnya. Sedikit bedaku dengan kalian adalah aku gemar berkelahi, mandi sekali sehari, apalagi dandan berjam-jam bagai puteri.

Lalu, bagaimana kau mampu menggeser dengan pelan tetapi pasti sosok Intan yang telah bertahun-tahun kupacari?

***

Entahlah. Bukankah telah berkali-kali aku melarangmu mencintaiku? Karena cintamu tidak pantas dibiakkan pada wujudku yang berserakan tanah-tanah sementara kamu langit yang bertabur bintang-bintang.

Miko diam. Aku hanya tahu satu hal, batinnya: bertemu denganmu, memperjuangkanmu!

Kita sulit bertemu, katamu. Semua orang di sekitarmu mencengkerammu seolah kamu adalah bayi yang dicemaskan masuk angin bila di jalanan atau dimangsa srigala bila di hutan. Oh ya, akulah srigalanya, kan?

Kita bisa bertemu setiap saat. Dalam diam dan memejam. Aku pasti datang, kamu pasti datang.

Itulah misteri perasaan. Misteri cinta. Bila sihir tak bisa dijelaskan, bagaimana lagi perihal perasaan cinta?

Katakan padaku, sains apakah gerangan yang mampu menjabarkan perasaan cinta....

****

Berdiri di tepi pantai, memandangi gelung-gelung gelombang yang tak pernah capai, apalagi menyerah, untuk menciumi pasir-pasir perawan di pantai, di sekitar kakiku, aku ingat kamu, Ve. Bagaimana mungkin laut yang seluas tak terkira ini tak memberikan arti apa-apa pada aku yang hanya sebutir pasir?

Gelombang-gelombang tak pernah menyerah untuk merangkai perjumpaan dan perjumpaan–mengapa aku merasa lelah dan terpikir menyerah?

Bagaimana mungkin cinta harus menyerah?

Dogma-dogma kepatuhan, kebaikan, dan penyerahan nyatanya hanya selubung halimun-halimun kebahagiaan yang disenaraikan kepala-kepala yang lain kepada kepalaku, kepala Ve –bagaimana aku bahagia jika itu bukan aku?; bagaimana aku biarkan diriku berpura-pura bahagia demi kalian?; bagaimana aku mati bukan dalam diriku sendiri?

Status sosial, bedebah!

Kelas ekonomi, sialan!

Jenjang pendidikan, kurang ajar!

Cinta adalah energi semesta yang melampaui segala energi yang diciptakan manusia; juga Intan, mama, papa, dan mereka yang mengaku sayang padaku dan mengajarkanku tentang kebahagiaan....

Dear LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang