Who?

227 43 1
                                    

"Lepaskan" aku mengetuk jidatnya karena sebal, tapi dia tetap cengengesan dan tidak melepaskan pelukannya.

"Aku tidak mau" begitu katanya. Menyebalkan sekali.

Dengan nekat aku menggigit pipinya hingga dia berteriak dan akhirnya pelukan mengerikan itu terlepas juga.

"Jangan macam macam denganku!!" aku berteriak ke arahnya, tapi dia masih merintih kesakitan sambil memegang pipinya. Aku tidak peduli. Sukurin.

Aku hendak pergi, namun mataku melihat gelas besar dan coklat yang tadi jatuh ke lantai akibat orang idiot di hadapanku. Kemudian beralih ke baju ku dan baju nya yang juga terkena tumpahan coklat. Semakin besar saja kekesalanku padanya.

"Hey kau!" aku menatapnya galak. "Kau harus tanggung jawab! buatkan aku coklat panas lagi!" aku menendang kaki nya, tapi dia masih saja tiduran di lantai. Tapi kini bukan sambil merintih dan memegang pipinya, namun terdiam sambil menutupi matanya seperti anak kecil yang sedang menangis.

Entah datang dari mana rasa bersalah ini hingga membuat aku berjongkok disampingnya.

"hey..kau tidak apa apa?" tanyaku dengan suara yang dipelankan.
"apa aku terlalu kasar?" tanyaku lagi. "hey jawab aku" aku menggoyangkan bahu nya karena tidak kunjung mendapat respon.

"kau jahat sekali" terdengar suaranya pelan seperti orang yang sedang merajuk. Dia lalu melepaskan tangan itu dari wajahnya lalu menatapku.

"pipiku. sakit sekali." dia menunjuk pipinya yang tadi ku gigit dan memasang aegyo yang membuatku semakin merasa bersalah.

"Maafkan aku" aku menunduk sambil memutar mutar kain bajuku karena tidak tau apa yang harus aku lakukan.

Dia bangkit dari posisi tidur menjadi terduduk dengan tangannya yang menopang di belakang. Aku melihatnya dan kini wajahnya menjadi lembut, berbeda sekali dengan yang tadi. Membuatku agak sedikit bingung.

Dia menunjuk pipinya sambil berkata "poppo" padaku. Aku tetap menatapnya diam dengan ekspresi yang tidak berubah. Lebih karena otakku sedang memproses apa yang tadi dia katakan.

"poppo" dia mengulanginya lagi. Tapi ekspresiku tetap tidak berubah dan aku tetap terdiam sambil menatapnya.

"Hahh, sulit sekali. Cium pipikuu kim dahyun!" dia merengek minta ku cium. Tentu saja itu membuat wajahku mendadak terasa panas dan gelagapan dibuatnya.

"A-apa katamu?! kenapa aku harus melakukannya?! aku tidak mauu" aku berdiri dari posisiku dan berlari menuju kamar meninggalkannya yang masih saja meneriaki namaku. DIA ITU SIAPA SIH?

My DubuDinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang