Rose mencoba melirik Joe, ingin melihat reaksi apa yang dimiliki oleh laki-laki itu setelah mendengar ucapan temannya yang menurut Rose perlu dikasih pelajaran. Jengkel rasanya mendengar ucapan laki-laki tanpa rambut ini. Dapat dilihat dari sudut matanya wajah Joe yang datar. Namun detik berikutnya wajah tampannya itu tersenyum.
"Tentu saja, kau lupa kalau mereka kembar," katanya dengan kedua alis terangkat dan senyum di bibirnya yang tipis.
Sontak Herman tertawa besar, "Kau benar. Aku hanya bercanda denganmu." Ia menepuk sisi lengan Joe. "Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu. Perutku sudah lapar. Kalian?"
Ada kelegaan di dalam hati Rose ketika mendengarnya. Syukurlah Joe dapat memberikan jawaban yang tepat.
"Kami baru saja selesai makan."
Bibir Herman membulat. "Lain kali kita makan bersama di pertemuan berikutnya. Tapi bawalah istrimu yang sebenarnya. Jangan kembarannya," kata Herman yang dibalas Joe dengan senyum sebelum akhirnya pamit dan melangkah masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Herman yang masih memandang kepergian mobilnya sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam kedai.
Di dalam mobil keduanya terdiam. Masing-masing larut dengan pikirannya sendiri setelah insiden yang baru saja terjadi. Mendadak perjalanan menuju tempat kerja Rose terasa dua kali lipat lebih jauh. Akhirnya setelah suasana mengheningkan cipta diantara mereka, Joe membuka suaranya. "Apakah jam makan siangmu sudah berakhir?"
Rose menoleh dan setelah mendengar pertanyaan Joe langsung melirik jam tangan yang melingkari lengannya. "Belum. Aku masih ada sisa sedikit waktu."
Senyum tipis terukir di bibir Joe. "Mau menemaniku membeli hadiah untuk Jasmine?" tawarnya.
"Apa? Jangan bilang kau lupa membelikan hadiah untuknya!" seru Rose, sedikit terkejut. Bagaimana bisa Joe belum memberikan hadiah untuk Jasmine? Sungguh sulit dipercaya.
"Hanya hadiahnya yang terlambat. Tapi aku jamin aku-lah orang pertama yang mengucapkan selamat padanya! Pekerjaanku akhir-akhir sangat menyita waktu," kata Joe bangga yang dijawab dengan anggukan kepala dan senyum dari bibir Rose. Ia tahu betul siapa yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun kepada Jasmine. Tapi, untuk menghormati Joe maka Rose memilih untuk diam.
Setelah melewati sedikit kemacetan di jam makan siang, akhirnya mereka pun tiba di salah satu mall di kota Bogor. Mereka masuk ke dalam sebuah departemen store yang berada di dalam mall tersebut. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali Joe mengusulkan hadiah yang menurutnya bagus untuk Jasmine.
"Sepatu?" tanya Joe.
"Bukan ide bagus. Jasmine lebih suka memilih sepatunya sendiri," jawab Rose sok tahu.
"Okay," kata Joe mengerti. Mereka kembali berjalan. "Tas?" usulnya lagi.
Rose menggeleng. Joe setuju dan kembali berjalan. Begitu banyak pilihan yang ditanyakan Joe. Namun Rose terus menggelengkan kepalanya. Hingga akhirnya pandangan matanya bertemu dengan botol-botol kaca berwarna-warni dengan berbagai design yang menarik. Tampak mewah dan elegan.
"Bagaimana kalau parfum?" tawar Rose.
Joe tampak berpikir sejenak. "Boleh juga idemu itu." Karena Joe tidak pernah membelikan parfum untuk Jasmine. Istrinya itu lebih suka memilih sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan make up dan segala hal mengenai fashion.
Senyum puas mengembang di wajah Rose karena ia yakin Jasmine akan menyukainya. Mereka pun langsung melangkah mendekati meja kayu putih yang berderetan dengan beberapa etalase kaca dengan pajangan berbagai macam parfum.
"Ada yang bisa dibantu, Pak? Mungkin kami bisa membantu memilihkan parfum untuk istri anda ini," tawar salah satu pelayan wanita dengan make up sedikit tebal menutut Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Rose (COMPLETE)
RomanceMemiliki seorang kakak yang menyayangi kita membuatku tak punya pilihan selain melindunginya. Kekurangannya selalu membuatku selalu melindunginya. Seakan-akan aku yang terlahir kembar dengannya tercipta untuk menyempurnakan sayap rapuh itu. Sama hal...