Part 13

6.6K 306 1
                                    


Diam-diam aku menahan rasa geliku melihat Mark yang duduk di depanku tampak tak suka dengan restoran yang aku pilih untuk makan malam. Dia tidak memakan makanannya sama sekali sejak pesanan kami datang. Dia hanya mendorong piring-piring itu menjauh darinya, memalingkan wajahnya dengan raut wajah geli. Aku tahu, dia sangat tidak suka dengan makanan jepang dan aku sengaja memilih tempat ini untuk mengerjai dia. Salahnya sendiri sudah menggodaku keterlaluan seperti tadi. Bayangkan saja, dia sudah mengucapkan kalimat begitu vulgar yang membuatku sampai sekarang masih merinding mengingatnya.

"Kau benar-benar menyukai makanan mentah ini ya?" tanya Mark dengan kening yang mengernyit.

Aku mengangkat bahuku cepat, menyunggingkan senyum simpul dengan mulut masih penuh sushi berisi tuna mentah. Mark meringis lucu membuatku gemas melihatnya. Dia sudah pasti tidak akan memprotes makanan ini walaupun dia tidak menyukainya. Makanan yang aku makan sehat dan tidak mungkin tidak bergizi.

"Cepat habiskan makananmu. Aku sudah benar-benar tidak tahan dengan aroma makanan di restoran ini," ujar Mark penuh nada memerintah.

Aku mengunyah makananku cepat, mengangkat satu alisku dan menjawab, "ayolah Mark, kau harus mencobanya. Aku yakin kau pasti akan suka."

"Tidak. Percayalah, aku sudah pernah mencobanya, tapi tetap saja aku tidak menyukai makanan mentah ini," balas Mark.

Aku mendesah, "ya sudah kalau begitu, lebih baik kau keluar saja dari restoran selagi aku menghabiskan makanannya. Bagaimana?" usulku.

Mark mendelikkan matanya pertanda ia tidak setuju dengan usulanku. Dia memang tidak pernah setuju dengan usulanku bukan? Aku sama sekali tidak heran. Oh god, demi tuhan, jika dia tidak tahan dengan aroma makanan di restoran jepang ini, lebih baik dia keluar sejak tadi dan aku tetap di sini. Kenapa dia ikut ke dalam dan menemaniku makan?

"Bisa tidak matamu yang indah itu tidak mendelik ke arahku? Kau tahu, aku tidak suka matamu itu selalu mendelik tajam ke arahku," protesku.

Dia terdiam, kedua matanya perlahan berubah menjadi tatapan normal dan masih terus memandangku. Selama beberapa detik yang ia lakukan hanyalah terdiam dengan bibir yang terkatup tanpa membentuk senyuman. Dia tampak seperti memikirkan sesuatu dalam otaknya dan aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Mungkin saja ucapanku barusan? Mungkin. Aku berharap perlahan-lahan Mark bisa merubah sikapnya yang aneh dan membingungkan.

"Aku sangat mencintaimu Mark. Aku menyukai setiap hal yang ada pada dirimu. Matamu yang indah, bibir tipismu yang menggoda dan setiap sentuhan yang kau berikan padaku. Sekarang aku tidak menuntutmu untuk mencintaimu karena cinta tidak bisa di paksa. Tapi, bisakah kau bersikap selayaknya Mark yang normal? Kau tahu, terkadang kau bersikap.." aku menjeda kalimatku dengan diam sejenak, merasakan degupan jantungku sendiri yang cepat selama beberapa detik lalu kembali bersuara, "kasar, aneh dan membingungkan."

Tubuh Mark menegang dan kaku, aku bisa melihat perubahan itu. Kami terdiam dalam waktu lama, membiarkan dentingan alat makan dan suara para pengunjung restoran mengisi suasana tegang diantara kami. Dia hanya terus menatapku, menatapku dan menatapku tanpa mengucapkan satu patah katapun. Ingin sekali aku memukul kepalanya, menyadarkannya betapa aku ingin mendengar semua penjelasannya. Penjelasan mengapa dia memilihku untuk menjadi seseorang yang ia inginkan. Penjelasan mengapa dia tidak bisa memiliki sebuah ikatan yang serius atau mencintai seseorang. Penjelasan mengapa dia selalu memiliki sikap yang berubah-ubah.

"Aku sudah bilang padamu Stella karena..." belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, aku lebih dulu menyahut, "itulah dirimu. Benarkan? Baik aku terima alasan itu tapi ini tidak adil bagiku. Kau memintaku untuk menerima bagaimana dirimu, tapi kau memintaku untuk menjadi orang lain. Kau memaksaku untuk menuruti segala keinginanmu yang tidak aku inginkan. Apakah itu adil Mark?"

StellaWhere stories live. Discover now