PEREMPUAN MASA LALU

2.1K 152 2
                                    

(3 bulan sebelum reuni)

Pengkhianatan!

Dia tak pernah mengira akan mengalami itu. Sepanjang usia pernikahannya yang tidak bahagia, dia selalu berusaha terlihat baik-baik saja. Meski dia tidak pernah mencintai perempuan yang telah memberinya tiga anak yang lucu-lucu, tapi dia selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan mereka. Bahkan terhadap istrinya, dia memberi kebebasan lebih. Istrinya boleh bekerja selama tidak melalaikan tugasnya mengurus anak-anak.

Namun kebebasan itu ternyata disalahgunakan oleh istrinya. Mungkin istrinya juga merasa jika kehidupan pernikahan mereka penuh kepura-puraan. Tapi berkhianat? Tidak sekalipun Ervan menempuh jalan itu. Pikirannya tak pernah bebas dari satu perempuan. Bagaimana mungkin dia akan mengkhianati istrinya dengan perempuan lain? Sedangkan menikahi istrinya saja sudah seperti pengkhianatan pada perasaannya.

Isak tangis terdengar dari sudut kamar. Sosok dalam kegelapan meringkuk dengan bahu bergetar. Isaknya putus-putus. Seolah dia tak ingin Ervan mendengar suara air mata yang mengalir deras. Namun menahan tangis hanya membuat dada semakin sesak. Jika waktu bisa diputar ulang, dia mungkin ingin mengulangi kejadian tadi pagi dan membuat saat-saat ini menghilang.

Langkah kaki setengah diseret mendekati sosok yang meringkuk itu. Ketika tubuh tinggi kekar itu berdiri di depan sosok di sudut kamar, bahu yang bergetar itu semakin keras berguncang.

"A-ampun, Pah. Am-pun. Ak-aku berjanji tidak akan mengulangi lagi. Ampun, Pah. Su-sudah. Ak-aku kapok." Perempuan itu berjongkok, lalu bersujud di hadapan suaminya.

Lengan kekar terulur ke arah kepala yang menunduk, rambut perempuan itu ditarik hingga wajahnya menghadap ke arah suaminya.

"Aku sudah berusaha memenuhi semua keinginanmu. Bahkan aku rela menjadi menantu yang tak punya harga diri di hadapan mertua. Demi apa? Demi membuat semua seolah baik-baik saja. Kau pikir aku cinta banget sama kamu? Cuih!" Ervan meludahi muka istrinya. Sungguh dia jijik dengan perempuan yang dinikahi karena perjodohan ini.

"Ak-aku mi-minta ma-ma-af," ujar istrinya terbata. Dia tidak berani berteriak atau menjerit. Dia takut anak-anak akan mendengar. Dia juga merasa bersalah. Yang tidak dia sangka, reaksi Ervan yang di luar kendali.

"Maaf katamu? Tidak semudah itu kamu minta maaf!"

'Plak! Plak! Plak!'

Tamparan keras bertubi-tubi mendarat di pipi istrinya. Lagi-lagi istrinya menahan tangis. Dia terus berdoa jika fajar segera datang dan siksaan ini segera berakhir. Namun waktu berjalan sangat lambat. Detik demi detik seperti adegan slow motion yang tak kunjung menemui akhir.

Melihat istrinya tak berdaya, entah mengapa membuat gairah Ervan bangkit. Selama ini dia selalu menjadi suami yang penurut dan baik hati. Hingga setiap orang yang melihat menyangka jika dia termasuk anggota Ikatan Suami Takut Istri. Dia membiarkan istrinya mengeksploitasi dirinya. Di muka umum dia tidak pernah menolak jika istrinya menyuruh ini itu. Dia juga tidak mengeluh jika istrinya menolak melayaninya. Ervan juga selalu menyerahkan seluruh gajinya pada istrinya dan membiarkan dirinya hanya menerima jatah bulanan.

Ervan menerima semua perlakuan istrinya seolah tak punya kuasa.

Namun kini terbalik. Dia punya kuasa atas istrinya. Dia berhak atas segala perasaan yang ingin diluapkan. Termasuk menyakiti dan memaksa istrinya melayaninya.

Ya, kini Ervan adalah raja. Dan dia menikmati itu. Ditariknya kembali kepala istrinya. Dengan tangan yang bebas, dia membuka risleting celana kainnya dan menarik turun ....

Mohon maaf sebagian dihapus. Silakan baca kelanjutan ceritanya di ...

https://m.dreame.com/novel/no2gs8U81mz4bmeb97E5zw==.html

MEN IN THE LOCKERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang