AWAL SEGALANYA

5.7K 268 5
                                    

Ia meluruskan kaki-kakinya yang kaku di atas kasur. Perlahan, tubuhnya direbahkan di atas seprai putih yang halus dan harum. Ia membuka kakinya sedikit, membiarkan udara segar mengalir pada selangkangannya yang berkeringat. Kedua tangannya direntangkan, seperti permainan pesawat terbang saat sekolah dulu. Rasa lelah setelah 7 jam perjalanan dengan travel berangsur lenyap. Tubuhnya lebih nyaman sekarang.

Diraihnya tas tangan yang tergeletak di sisinya. Tanpa melihat, ia mencari sesuatu dalam tas kulit berwarna cokelat itu. Label Charles & Keith terpasang mungil pada salah satu sisinya. Ia menarik ponsel dari dalam tas dan memandangnya.
Ah, sudah jam setengah empat. Belum waktunya makan malam. Tapi perutnya sudah ribut minta diisi. Di Ciamis tadi, ia tak bisa menikmati menu yang disajikan. Pelayanannya lambat sekali! Sepiring gado-gado hanya sempat ia sentuh sedikit. Supir travel sudah menyuruh penumpangnya kembali ke kursi karena perjalanan ke Cilacap akan dilanjutkan.

Dengan enggan, ia bangkit dari posisi nyamannya. Ia menyesali keputusannya naik travel dari Bandung ke Cilacap. Seharusnya ia mengikuti saran Tante Mira, kenalan mama di Bandung, agar naik kereta api saja. Lebih nyaman, menurut Tante Mira. Tapi Shila punya pemikiran lain. Ia ingin mengenang kembali saat dulu masih kuliah di Bandung, ia selalu menggunakan travel jika ingin pulang ke Cilacap. Walaupun itu jarang ia lakukan.

Perutnya berbunyi lagi. Ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan badan sejenak. Di bawah air pancuran yang dingin, Shila berusaha mengingat masa-masa SMA-nya dulu. Shila berusaha mengumpulkan kembali ingatannya tentang seseorang. Seseorang bernama Adhitya Dharmawan.

***

(23 tahun yang lalu)

"Shila! Sini!" Nila melambaikan tangan dari bangku kedua dari belakang. Shila berjalan melewati segerombolan anak perempuan yang asyik bergosip. Mereka sedikit terdiam ketika Shila melintas.

"Kenapa, sih mereka?" tanya Shila sambil mengempaskan tubuh di kursinya.

"Cemburu ma kamu."

"Hah!! Aku? Cemburu kenapa?" Shila membalikkan badan menatap Nila yang sedari tadi sibuk mencorat-coret buku tulis. Nila meletakkan pensil 2Bnya dan memandang Shila lekat-lekat.

"Karena kamu dekat sama Adhit. Kamu nggak tahu, kan kalau Adhit sekarang jadi salah satu cowok yang diidolakan satu sekolah? Bahkan kakak kelas aja cari-cari perhatian sama dia," terang Nila sambil kembali menggambar sulur-sulut di lukisan siluet wajah perempuan.

"Ah, masa, sih? Lagian kenapa harus cemburu? Aku sama Adhit biasa aja, tuh. Dia aja yang ngekorin aku mulu."

"Tok!tok! Tok! Kamu nggak peka, ya jadi orang." Nila mengetukkan pinsilnya ke kepala Shila.

"Apaan, sih? Emang nggak ada apa apa, kok."

"Shil, selama penataran P4, kita, tuh kemana-mana bertiga. Kayak trio kwek kwek. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin cari perhatian Adhit biar dia cuma mau ngobrol ma aku, tapi nyatanya? Dikit-dikit Adhit nanya, Shila mau apa? Shila mau ke mana? Shila ini ..., Shila itu ..., taruhan! Dia tu suka ma kamu!"

Shila tercenung mendengar ucapan Nila. Masa iya, sih? Memang Adhit terlalu menempel padanya dan kadang membuat dia risih. Tapi kalau suka, kayaknya enggak, deh. Adhit sempurna! Shila? Entahlah.

"Mana dia?"

"Tadi katanya nggak peduli. Ternyata nyariin juga. Cowokmu itu belum datang."

Shila menyisiri satu persatu bangku kelas 1-3. Tak terlihat sosok Adhit di salah satu bangkunya. Dia teringat kejadian Sabtu kemarin, saat penataran P4 hari terakhir. Ketika itu, dia membentak Adhit cukup keras dan meninggalkannya begitu saja. Apakah Adhit marah? Apakah mungkin jika Adhit minta pindah kelas? Tiba-tiba Shila merasa begitu khawatir tidak bisa bertemu Adhit lagi. Cukup sudah hari Minggunya menjadi berantakan karena sebab yang tidak dia pahami. Seharian Shila uring-uringan. Rasanya dia ingin cepat-cepat hari Senin dan melihat senyum Adhit lagi. Astaga! Tiba-tiba Shila menyadari apa yang sedang tumbuh di hatinya.

MEN IN THE LOCKERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang