Chapter 1 //Harapan//

88 9 19
                                    

"Kenapa? KENAPA SAM?! Hubungan kita sudah berjalan 3 tahun, banyak yang sudah kita lewati bersama, tetapi kenapa kau memilih mengakhiri ini semua semudah itu?!"

Sulit diriku melupakannya, berbagai kenangan manis maupun pahit perputar di ingatan ini bagai sebuah video usang.

Suara bariton-nya, senyuman nakalnya, matanya yang tajam namun 'meneduhkan', pelukannya yang menghangatkan, membuatku semakin mengingatnya sekaligus membuat dadaku sesak.

Aku memejamkan mataku, menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

Berharap setelah aku membuka mata, ia berdiri di depanku dengan senyuman nakalnya.

Ingin rasanya memakinya, ingin rasanya memukulinya, tetapi semua bayangan itu sirna ketika aku membuka mataku.

Mataku menyiratkan sebuah kekaguman ketika kunang-kunang malam berterbangan disekitarku, menciptakan sebuah keindahan dalam kesunyian malam, ditambah lagi cahaya yang dipancarkan bulan dan bintang di langit.

Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku, sedikit mengusir dinginnya malam, lalu mendongakkan kepalaku sembari menutup mata.

"Halo." Sebuah suara mengagetkan membuatku berdiri, reflek saja aku menyambar kayu yang secara kebetulan berada disebelahku dan kuambil ancang-ancang untuk memukulnya.

"Tenanglah, gue kira lo pingsan, makanya gue langsung ke sini," ucap pria misterius itu membuatku menghentikan pergerakanku yang menggantung di udara

"Ok, gue percaya," kataku datar, tetapi mataku tetap mengawasi gerak-geriknya. Aku pun kembali duduk, begitupun pria itu yang ikut duduk di sebelahku.

"Udahlah jangan curiga gitu, gue ini cowok baik-baik, oh ya, gue Dani, lo?"

"Gue Talita," jawabku singkat sembari menjabat tangannya.

Canggung, suasana yang sedang terjadi padaku sekarang. Suara gemerisik ilalang dan suara jangkrik terdengar merdu ditelingaku, rasanya seperti mendengar sebuah orkestra.

Aku tak dapat melihat wajah Dani dengan jelas karena penerangan yang minim.

Iris hitam laki-laki itu menatap rembulan, entah apa yang ia lamunkan, mataku mencoba menelusuri lekuk wajahnya, berharap dapat melihat wajahnya lebih jelas.

"Tampan," ucapku pelan, tetapi dia memergokiku menatap wajahnya.

Rona merah tercetak jelas di pipi putihku, membuatku membenamkan wajahku.

Aku sedikit menyibak lengan kiri jaketku, menunjukkan benda mungil yang melingkar ditanganku. Seketika saja iris mataku melebar.

22.00

"Sial, sudah larut malam, besok hari pertamaku sekolah!" Segera saja aku berlari pulang, tanpa mempedulikan Dani yang memanggilku.

Untung saja rumahku berada di kaki bukit ini, sehingga tak perlu waktu lama untuk sampai rumah. Aku memasuki rumah dengan mengendap-endap hingga sebuah suara memergokiku.

"Dor!" Aku pun tersentak kaget hingga terjerembab ke lantai, "ahahaha maaf dek ahahaha."

"EVANNNN, KEMARI KAU!" Terjadilah kejar-kejaran antara aku dan Evan.

Evan adalah kakakku satu-satunya, meskipun dia sudah berumur 22,  bukan berarti sifat nakal dan manjanya hilang, tetapi di sisi lain dia selalu perhatian kepadaku dan hebatnya, pada waktu-waktu tertentu ia akan menjadi pria yang bijak.

"Kemana aja lo, dari tadi gue cariin tau, dari bukit itu lagi ya?" Aku hanya menganggukkan kepala, "Kurang kerjaan banget sih tiap hari ke sana." Aku yang mendengarnya hanya mendengus kasar.

"Yeee, gitu aja ngambek, dek, buatin kakak makan dong, laper nih."

"Nggak, besok gue sekolah, mau tidur, babay." Aku melambaikan tanganku, juga tidak lupa dengan juluran lidahku untuknya.

Langkahku yang akan meninggalkan ruang tengah terhenti ketika dia memanggilku lagi, ketika aku membalikkan badan, sebuah benda melayang hampir menyentuh wajahku kalau saja tidak kutangkap, siapa lagi pelakunya jika bukan dia, kakakku yang super jahil, aku hanya memasang tampang jutekku kepadanya.

Ketika aku melihat kotak itu, tampang jutekku terganti dengan tampang senangku, senyuman itu segera kuarahkan kepada kakakku tidak lupa juga dengan tatapan berterima kasih. Dia pun mengacungkan jari jempolnya kepadaku.

Godiva Chocolatier

Cokelat kesukaanku, sudah lama aku tidak memakannya, hmmm ... aku selalu bingung, kata orang cokelat membuat gemuk, tapi kok aku tidak gemuk-gemuk ya, ada yang tahu kenapa?

Aku berjalan ke lantai atas, melewati lorong yang panjang, dan sampailah aku di depan kamarku, kamar paling pojok.

Aku menyebutnya, 'lorong yang panjang,' sebenarnya rumahku ini sebuah mansion, dulu rumah ini dihuni oleh orang tuaku, aku dan kakakku, serta para pelayan, tetapi semenjak Papa dan Mamaku pindah karena urusan pekerjaan, banyak pelayan yang mengundurkan diri, entah alasannya apa, hingga tersisa beberapa pelayan,satpam dan sopir saja.

Kurebahkan tubuhku di atas kasur, kubuka kotak yang diberikan kakak tadi. Ketika aku memakannya, rasa cokelat Godiva  itu terasa menyebar didalam mulutku, aku jadi teringat terakhir memakannya.

Ketika itu ...

.

.

.

"Sam, kamu bawa apa?" Aku melihatnya menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya. Dia hanya tersenyum mendengar pertanyaanku, senyuman yang membuatku jengkel sekaligus membuatku meleleh.

"Selamat ulang tahun, sayang." Sam memang tipikal orang yang romantis. Dia memberiku bunga mawar juga cokelat kesukaanku.

"Wahhh, terima kasih, aku bahkan lupa ulang tahunku, Sam." Senyumanku bahkan tidak akan pudar jika kau terus membuatku terbang seperti ini.

"Kau mau memakannya sekarang?" Aku menganggukkan kepalaku.

"Tuan putri, buka mulutmu, aaaa." Aku membuka mulutku, mempersilakan cokelat itu masuk. Aku berjanji tidak akan melupakan momen ini.

"Tuan putri, maukah kau berjanji padaku?" Tanyanya.

"Apa itu, Sam?"

"Maukah kau berjanji tidak akan pernah meninggalkanku? Jika kau berjanji, aku pun akan berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu."

Senyumku merekah lebar, " Aku berjanji." kami pun saling mengaitkan jari kelingking, janji yang diucapkannya, membuatku berharap lebih, janji yang membuatku 'terbang' lebih tinggi, tanpa ku tahu bahwa semakin aku 'terbang' tinggi, semakin sakit pula jika aku terjatuh.

.

.

.

Air mata yang terus mengalir ini segera kuseka, menyisakan sembap dimata, rasa kantuk mengambil alih tubuh ini, hingga akhirnya aku pun tertidur, meninggalkan alam dunia menuju alam mimpi, berharap besok dapat melupakannya.

🔜

Maaf masih berantakan, dimohon saran dan kritiknya ya, tolong ingatkan juga kalau ada kesalahan, terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini😊

-Umur Talita sekarang 16 (SMA kelas 2)
-Umur Evan sekarang 22 (Kerja)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sorrow,  Tears,  and RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang