Cry, Cry and Cry

25 4 0
                                    

Bulan ini adalah bulan awal masuk tahun ajaran baru.

Yup, memasuki kelas IX yang merupakan tahun terakhirku di SMP.

Beruntung, aku tidak mendapat kelas yang sama dengan Farhan, Nindi, Kamela dan yang lainnya. Dan harapanku adalah agar aku tidak menjadi seperti dulu lagi.

Aku sekelas dengan Calista, salah seorang temanku. Kami memilih duduk bersebelahan.

Oh ya, sakit yang di derita ayahku pun semakin menjadi-jadi. Tak tega rasanya bila harus melihatnya merintih kesakitan karena sel kankernya yang sedang menyebar.

Kembali lagi, ke kehidupan sekolahku. Sebenarnya, rasa kesedihanku tidak bisa kututupi. Rasa kesedihan karena aku dan teman-teman yang "membully"ku belum berbaikan dan Farhan seolah tidak menganggapku.

Pada bulan November, keadaan ayahku kritis. Sudah 2 minggu ia dirawat di rumah sakit. Akhirnya, pada tanggal 7 november ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Aku benar benar melihat detak jantungnya menurun, semua keluarga meminta maaf padanya, termasuk aku. Saat itu, tiba-tiba badanku lemas sekali dan aku tidak meningat apa-apa setelahnya.

Aku pingsan.

Tak tega melihat ibuku yang menangis di depan ruang jenazah. Sungguh, aku sebenarnya belum kuat melihat kejadian seperti ini di depan mataku. Umurku barulah menginjak 14 tahun.

Keesokan harinya, ayahku pun dimakamkan di TPU dekat rumahku. Ibuku pingsan saat melihat tanah yang menimpa tubuh ayahku. Aku dan tanteku pun langsung membawanya pulang.

Selanjutnya, beberapa temanku datang dan menghiburku. Memang, hanya teman sejati yang siap sedia menemani temannya di kala suka maupun duka seperti yang aku rasakan kini.

Seketika otakku diam. Aku teringat seseorang yang dulu, saat ayahku sakit, ia selalu ada untukku. Farhan. Aku memang tidak mengharuskan dia ada di sisiku sekarang ini. Namun tidakkah ia sadar bahwa saat aku sedang rapuh seperti sekarang, dia datang kerumahku dan memberiku kekuatan? Aku memang sangat menyayanginya. Bahkan mungkin aku mencintainya.

Cinta memang tidak memandang apapun. Biarpun dia telah membuatku menangis, membuatku merasa sendiri dan tidak memiliki teman. Aku masih menyayanginya. Masih memperhatikannya. Walau kini kenyataan berkata lain.

Farhan telah memiliki kekasih baru. Sakit hatiku mendengar bahkan melihat mereka. Ingin rasanya aku menangis, namun aku berpikir ulang. Terlalu sering aku menangis untuknya, namun ia tak pernah ada untukku. Bahkan hanya sekedar menghapus air mataku.

HEARTBREAKER Where stories live. Discover now