Matanya yang besar dihiasi oleh bulu lentik dan tebal itu bermain menelusuri objek yang tengah ia cari dengan teliti, namun sampai sekarang ia belum menemukannya.
"Hoi! Nyari siapa?" Arina menepuk keras pundak Karamel ketika gadis itu masih berdiri padahal upacara telah selesai.
"Nyari Zayn, kok gak ada ya?" Karamel masih lungak - linguk tanpa memandang wajah Arina terlebih dahulu.
Arina bedecak sebal, bukan satu atau dua kali Karamel mencari pria itu. Dan sekarang ia masih melakukan hal yang sama, Arina menatap Karamel dari ekor matanya, "nanti dia bakal ke kelas lo"
"Ngapain sih? Panas nih, masuk kelas yok" teriakkan Diara membuat mereka mengalihkan pandangannya,
Ya, Diara sedang berteduh dibawah pohon dekat lapang upacara. Pohon besar dan rindang yang memang enak untuk dijadikan tempat berteduh, seperti yamg sekarang Diara Lakukan.
Karamel mengangguk lesu, ia tak menemukan pria yang sudah berjanji padanya untuk bertemu dilapang usai upacara. Tapi janji itu sepertinya dilupakan dengan mudah oleh Zayn,
Arina menarik tangan Karamel untuk berjalan menuju kelas lebih cepat, gadis itu berfikir. Kalo masih kelas sepuluh gak boleh macem - macem.
Dalam hati Karamel merutuki nama Zayn yang telah membuatnya kepanasan dengan tanpa hasil, ia kesal dengan pria itu sehingga jika nanti bertemu dengannya pasti ia akan mengomelinya habis - habisan.
"Zayn tuh pengurus osis, wajar kalo dia sibuk mel" suara Diara terdengar jelas ditelinga Karamel,
Karameh berdecih, sudah bosan mendengar teman - temannya yang berbicara bahwa Zayn itu sibuk, dan akan selalu seperti itu karena bagi Zayn, osis lebih penting dari apapun.
Padahal tidak, Karamel yakin Zayn tidak memprioritaskan osis sebagai yang terpenting. Karena ada hal yang jauh lebih penting dari yang seperti itu, sahabat.
"Ngelamun dia mah ra, di otaknya cuman ada Zayn, Zayn, sama Zayn" Arina menyindir Karamel dengan kedipan matanya kepada Diara yang sama sekali tak berminat untuk ikut campur dalam urusan itu.
Karamel menatap Arina sesaat, kemudian membuka pintu kelas yang begitu sepi. Mungkin sudah ada seorang guru yang masuk,
Cklek
Pintu terbuka, seluruh pandangan kelas menatap mereka bertiga dengan tatapan terkejut. Kemudian bersorak karena yang datang itu temannya, bukan guru.
"BILANG - BILANG KENAPA KALAU MAU BUKA PINTU? AKU TAKEJUT" teriakkan Reihan membuat kawan - kawan yang sedang bergabung dengannya tertawa dengan renyah, sedangkan Karamel hanya diam seraya melanjutkan perjalanannya tanpa menggubris perkataan Reihan.
"Karamel mah gitu, kalo bang jen yang teriak aja pasti langsung senyum"
"NAH! lo nya aja gak nyadar, wajah lo sama wajah Zayn itu.. KAYAK LANGIT SAMA KOLONG JEMBATAN!"
Seisi kelas tertawa mendengar celetuk Gibran yang memang secara refleks alami telah menjatuhkan nama baik kawannya sendiri, sehingga tanpa sadar Karamel ikut tertawa mendengar Gibran yang selalu seperti itu.
"KARAMEL BANG JEN NYARIIN TUH!" suara toa milil Terresa berkoar, alhasil. Satu kelas menatap Karamel dengan tatapan 'ciieee' yang dapat dilihat dengan mudah oleh Karamel.
Arina mendengus, "tuh kan apa emak kata?" ia mendorong pelan tubuh Karamel menuju pintu, "sono"
Tanpa basa - basi Karamel mengikuti intruksi Arina, ia berjalan perlahan - lahan dari posisi awal menuju pintu. Pintu yang terbuka sedikit ia buat menjadi lebar sehingga cahaya bisa masuk dengan mudah dan Karamel bisa merasakan langsung cahaya itu.
"Ma-"
"Nggak usah maaf - maafan, Zayn. Kalo emang osis jauh lebih penting yaudah sana. Nggak usah buat janji kalo akhirnya tetep ingkar, gue nunggu lo sampe temen gue bosen. Eh malah nggak ada" Karamel menampilkan ketidak sukaan pada wajahnya yang segera direspon dengan cepat oleh Zayn.
"Kok kamu se sensitif itu? Aku sibuk, bukan artinya setiap janji yang aku buat sia - sia Karamel. Berhubung tadi ada murid baru yang harus aku anter dan tunjukin kelasnya, aku telat. Aku cari kamu ke lapang udah gak ada, salah kalau aku masih cari kamu sampai kesini? Sahabat'kan harusnya saling memaafkan" Zayn tersenyum seraya mengangkat tangannya kemudian menggaruk kepalanya yang gatal.
Sahabat, ya.
Karamel kaku melihat Zayn, friendzone. Itu yang ia rasakan sekarang bersama Zayn, ketika perasaannya mulai bermetamofosis dan siap menjadi seekor kupu - kupu yang indah, hal itu harus ia tutupi karena sampai saat ini hubungan mereka hanya sebatas sahabat, bukan lebih.
Apa daya, ucapan Zayn jauh dari yang Karamel harapkan. Ia berharap Zayn akan segera menyatakan perasaanya, namun ternyata tidak. Mungkin memang benar, bahwa Zayn hanya mementingkan organisasi dan pendidikan.
"Aku juga minta maaf soal gosip kita yang tersebar, kamu jangan jauh dari aku karena gosip itu ya? Aku nggak bisa ngebayangin kalau kamu jauh dari aku"
Tahan Karamel, jangan baper.
Dalam hati Karamel ingin segera bersorak, meneriaki kejadian ini dengan girang. Namun tentu saja kondisinya berbeda dari apa yang bisa ia harapkan,
Karamel hanya mengulas senyumannya kepada Zayn, Karamel yang tadinya ingin memarahi pria itu kini dengan cepat meluluh.
Zayn memiliki tubuh yang lebih tinggi dari Karamel, kulitnya putih dan keputihan kulitnya itu merambat ke bibirnya yang berwarna pucat. Zayn memiliki wajah tirus dengan bentuk rahang yang indah, sekilas Zayn sempurna. Tapi tetap, Zayn adalah manusia yang tidak sempurna.
"Bang zen lagi ngapel Karamel ya?" kepala Arina muncul dibalik pintu, tersenyum kesenangan seraya nyengir kuda.
Ini anak setan kapan nongolnya sih?!, Kara melendumel dalam hatinya ketika ia terkejut dengan kehadiran Arina yang tak diduga duga.
"Ah enggak, masa sahabat jadi cinta? Cuman di novel itu. Lucu lo" Zayn tertawa renyah, sehingga secara alami matanya terpejam. Wajahnya semakin tampan,
"Yee, sama Karamel mah aku kamu. Giliran sama Ari aja lo gue" Arina mencibir Zayn dengan menggerakkan bibirnya yang tipis dan juga cerewet.
"Lo nggak takut ada guru gitu? Udah sana masuk kelas" Karamel mengalihkan topik yang dibuat oleh Arina, sebagian juga untuk menyembunyikan rasa canggung dan tak tenang didepan Zayn yang terlihat santai.
Zayn menatap Karamel, kemudian mengangguk pelan seraya tersenyum, "yaudah deh, lagian sebenernya aku bisa cari alesan. Gampang, oh iya sebelum aku pergi. Kamu duluan masuk biar aku bisa pastiin kamu gak diganggu"
Arina membulatkan bola matanya, baginya kata - kata itu adalah kalimat paling indah yang ia dengar dari gebetan sahabatnya. Dan sekarang Arina malah berkhayal jika hal itu terjadi kepada Kensa, kekasihnya sejak sd.
"I-iya" dengan sedikit gugup Karamel masuk ke kelas, menutup pintu erat - erat dan menghela nafas panjang. Wajahnya terasa lega, ia tak pernah segugup ini didepan sahabatnya sendiri,
Sedangkan itu, seisi kelas menatap Karamel dan Arina. Tatapan yang lapar akan cerita tadi, dengan cepat Karamel berjalan tak memperdulikan teman sekelasnya. Ia memilih duduk dibangkunya dimana Diara sudah menunggu Karamel.
Berbeda dengan Karamel, Arina justru berlari menghampiri kawan kelasnya yang lain dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Wajahnya heboh diiringi kata 'cie' yang bermunculan secara beriringan.
"Gossip sialan!" gerutu Karamel kemudian,
Yay part satu selesai, cuman 1k words sih tapi.. Ya gak papa dong :3 baru satu chapter dan masih awal dari semuanya ^o^
By the way HAPPY READING dan salam cinta dari ziee 😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Whatever Forever
Teen FictionKaramel Ravelyn, anak kelas sepuluh yang setiap harinya harus bertahan mengenai gossip atas dirinya dengan Zayn yang kian meluas. memang, Karamel dekat dengan Zayn. namun Zayn yang sibuk kadang lupa kepada Karamel, lalu datang murid baru yang sempa...