Dira segera mengangkat wajahnya saat derit pintu kaca itu terdengar. Senyum simpulnya segera terangkat ketika pertama kali ia melihat aku yang membuka pintu kaca itu, sambil melangkah mendekatinya. Aku menarik kursi di depannya kemudian mendudukinya.
"sudah lama?" kata pertama ku untuk Dira. Dira menjawabnya dengan senyuman seraya menggelengkan kepalanya.
" gimana novel kedua kamu Al, sudah selesai ?" tanya Dira.
" belum Dir " jawab kusingkat.
"tumben banget sampai selama ini , bukannya kamu mulai nulis novel itu empat bulan yang lalu ya?"
"iya" aku bergumam, membenarkan ucapan Dira.
"gimana kegiatan kamu di jakarta seminggu yang lalu ? ketemu Reza?" Dira mulai menghujani ku dengan berbagai macam pertanyaannya.
" kegiatannya berjalan lancar, tapi kalau ketemu dia sih nggak, aku kesana bukan untuk ketemu dia. lagian Jakarta kan juga luas, lagian ngapain sih ngomongin dia " jawab ku agak ketus. Dira menganggukan kepalanya menyetujui perkataan ku.
" kapan kamu akan kenalin aku sama Nanda ?" Aku mengalihkan pembicaran ke topik lain yang ku rasa akan lebih jauh menyenangkan dari pada membahas tentang Reza yang masih menyisakan rasa sakit di hati ku. Seketika itu juga, raut wajah Dira terlihat sedikit berubah. Seperti biasa, pipinya jadi memerah setiap kali mendengar nama Nanda di sebut. Dia masih saja menahan tawanya, sementara aku tertawa lepas. Puas membuatnya tersipu malu dengan satu pertanyaan ku yang sepertinya membuat ia terjebak.
" suatu saat nanti aku pasti akan kenalkan kamu ke dia" Dira berjanji.
Kedua bibirku melengkung ke atas mendengar janji yang baru saja Dira buat untuk ku.
" memangnya saat ini hubungan kalian sudah sejauh mana sih Dir?" tanya ku agak penasaran.
" sejauh ini masih teman,tapi dia selalu membuat hati ku selalu merasa senang" Dira mulai menjelaskan isi hatinya. Mendengarkan Dira tiba-tiba saja membuat ku teringat peristiwa tempo hari. Saat aku dan dia bertemu di senja itu. Rasanya aku juga inginmencurahkan isi hati ku seperti Dira, tapi aku masih ragu untuk mengatakannya. mungkin ini bukanlah waktu yang tepat untuk menceritakan tentang dia yang sama sekali belum ku kenal. Sebab, aku sendiri pun masih tak mengerti mengapa aku seperti ini kepadanya.
Suara deringan ponsel Dira menghentikan pembicaraan kami. Nama Nanda terpampang di layar ponsel itu. Aku dan Dira tersenyum bersamaan. Ku berikan sebuah kode padanya untuk segera mengangkat panggilan itu. Dira mengusap layar ponselnya lalu beranjak dari tempat duduknya agak menjauh dari ku. Ku perhatikan Dira berjalan keluar cafe mencari keheningan. Aku meminum jus Apel yang sudah di pesan Dira sebelum kedatangan ku. Jus ini terasa lebih manis dari biasanya. Ku aduk perlahan agar sari buahnya tercampur merata. Ku ambil notebook dari dalam tas ku, kemudian membukanya, membuka lalu menutup kembali beberapa Folder yang ada di sana. Entah kenapa diri ku seakan tergerak untuk melihat foto itu lagi. Foto yang masih saja ku biarkan tersimpan di antara Foto pribadi ku.
Aku masih saja tersenyum memandangi foto itu ketika Dira sudah hampir mendekati ku.
" Al, aku jalan duluan ya" suara Dira memudarkan senyuman ku, mengalihkan pandangan ku dari foto itu.
" oke" aku memasang senyuman manis untuk nya.
" soalnya, aku mau ketemu Nanda. Kamu nggak marah kan ?" Dira sedikit ragu.
"nggak, emangnya wajah aku keliatan marah sekarang ?"
" keliatannya sih enggak,tapi sekarang kamu kan aneh, waktu di mini market tempo hari katanya marah,kesel nunggu lama tapi keliatannya malah senang gitu, ya siapa tahu aja sekarang kebalikannya" kata Dira sambil tertawa meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny
Teen FictionSebuah pertemuan singkat di suatu senja yang akhirnya menuliskan sebuah kisah tentang kita