ku langkahkan kaki ke jalan setapak itu lagi. menuju ke sebuah tempat yang bersejarah dalam hidup ku. Rerumputan di sepanjang jalan seakan menebak bahwa aku akan meneteskan air mata di tempat itu lagi hari ini. Seperti hari-hari sebelumnya, namun tidak untuk hari ini. Hari ini aku datang untuk menghantarkan senyuman termanis di wajah ku. Melepaskan semua rasa sesak di dada dan berteriak sekencang- kencangnya bahwa aku " baik-baik saja".
Aku berjalan perlahan sambil menikmati indahnya pepohonan yang rimbun serta tumbuhan ilalang yang seakan menari karena alunan lagu dari sang angin. Aku pun tiba di tempat itu, sebuah danau yang luas dengan air yang jernih membiru. Aku berdiri tepat di tepinya, memandang jauh menikmati indahnya panorama alam yang membentang luas di hadapan ku. Sesekali terdengar suara kicauan burung bersautan dari salah satu pohon rindang yang berbaris di sepanjang tepi danau. Aku tersenyum sambil bergumam di hati " dunia...mengapa sepertinya kamu terlalu kejam pada ku, apakah aku memang tak boleh terlalu mengharapkan mu??". Sungguh hidup yang tak pernah bisa tertebak, semua seakan teka teki yang sulit untuk di pecahkan. Memikirkan semua ini hanya membuat hati semakin terluka, karena akhirnya aku memang harus menyerahkan semua pada sang waktu. Iya benar, waktu. Waktu adalah sahabat terbaik untuk ku. Dalam diam dan terus berjalan, dia merubah semua keadaan dan juga diri ku. Dan memang itulah yang ku inginkan darinya.
" Raka..."
Nama itu tiba- tiba saja terlintas di pikiranku. Seketika itu juga aku bergegas meninggalkan danau menuju ke persimpangan jalan, menunggu bus. Dua puluh lima menit berlalu, aku sampai di taman itu. Tempat aku dan raka berjanji untuk bertemu hari ini. ku percepat langkah kaki ku memasuki area taman, aku khawatir dia akan terlalu lama menunggu kedatangan ku. Di kejauhan aku melihat seorang lelaki berkaos biru tua duduk bersandar di salah satu bangku taman dengan earphone yang menutup kedua telinganya. Ia tengah asyik mendengarkan alunan lagu yang membuat kedua matanya terpejam.
" dia selalu begitu " pikir ku di dalam hati seraya tersenyum.
Rasanya aku ingin berteriak agar ia terbangun dari ketenangan yang sedang ia ciptakan. Namun tiba- tiba saja sebuah ide jail muncul di pikiran ku. aku berjalan perlahan agar dia tak mendengar suara langkah kaki ku, ketika aku sudah mendekat spontan ku pegang bahunya dari arah belakang. " heiii..." teriak ku mencoba mengagetkannya. Tapi ternyata jauh dari perkiraanku dia hanya tersenyum sambil memegang tangan ku yang menyentuh bahunya lalu menarik ku kehadapannya.
" aku tahu suara langkah kaki mu " ia tersenyum sambil melepas earphonenya. Aku membalasnya dengan senyuman agak cemberut. sedikit kecewa karena aku gagal mengagetkannya.
aku mengambil tempat duduk di sampingnya sambil mengeluarkan sebuah buku miliknya yang beberapa hari lalu ku pinjam.
" nih Raka buku kamu, makasih ya " ku sodorkan buku itu ke arahnya.
"idih, pake terima kasih segala. Kata terima kasih kamu itu terdengar agak aneh di telinga ku" kata Raka tertawa ringan. Aku memukulnya perlahan.
" oh ya Al, kamu kok gak ke kampus ??" Tanya Raka.
" males ah " jawabku singkat.
"Kok gitu sih Al, jangan gitu dong."
"Raka, kamu kan udah lama kenal sama aku. Kamu tahu kan kalau aku selalu merasa bosan saat mendengarkan pelajaran di kampus. Huhh... benar- benar membosankan".
" jangan gitu dong Al, lagi pula kalau nggak kuliah. Kamu mau ngapain?".
" Nulislah" jawabku tanpa berpikir panjang.
"Hah, nulis?" Ujar Raka kaget.
" iya. Itu cita- cita ku Raka. Aku pingin banget jadi seorang penulis novel. Nggak salah kan keinginan ku itu?".
" nggak salah sih, tapi masa iya kamu ninggalin kuliah kamu untuk nulis al. Coba deh kamu pertimbangkan lagi keputusan kamu ini" Ujar Raka.
" iya, aku udah mikirin ini semua kok. Sejak SMA aku juga udah mikirin ini tapi Mama yang minta aku untuk kuliah, ya beginilah jadinya" sahut ku dengan nada datar. Raka terdiam, dia seperti berfikir mendengar kata yang baru saja aku lontarkan.
" Raka, kamu kok diem sih?" Tanya ku pada Raka. Raka tampak berfikir sejenak.
"Emmm... apapun yang jadi keinginan kamu, aku dukung deh" jawab Raka tersenyum.
" nah gitu dong, kamu memang yang paling baik deh" ujar ku sambil membalas senyumannya.
Raka pun merangkul bahu ku sambil kembali tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny
Roman pour AdolescentsSebuah pertemuan singkat di suatu senja yang akhirnya menuliskan sebuah kisah tentang kita