Perkenalkan, aku Aleeya Mauryn si gadis biasa pecinta fotografi. Ini adalah kali pertama aku jatuh cinta, pada orang yang tak kuduga-duga. Aku bukan gadis istimewa dengan paras cantik, popularitas dan lain sebagainya. Aku hanya seorang gadis biasa yang mempunyai cinta yang luar biasa.
Aku jatuh cinta sejak pertama berkenalan dengannya. Oh, bukan. Saat itu terlalu cepat untuk menyatakan bahwa perasaanku adalah perasaan cinta.
Aku mulai tertarik dengannya sejak ia mengajak berkenalan di salah satu cafe tempatku sering menghabiskan waktu sendiri.
Sejak saat itu, kami mulai dekat. Aku tertarik dengan wajah tenangnya, kecintaannya pada kopi, bagaimana dia sangat tertarik dengan hasil jepretanku, tawanya yang khas dan senyumnya yang menenangkan. Aku tertarik dengan semua hal yang ada pada dirinya.
Awalnya, aku tak mengerti dengan perasaanku hingga suatu hari, aku sadar. Aku sadar bahwa aku telah jatuh ke dalam pesona seorang Calvin Bramasatya yang memikat.
Hingga hari ini, genap 1 tahun sejak kami menjalin hubungan. Aku menikmati hari-hariku dengannya, sangat. Aku mulai mengerti arti sebuah kebahagiaan darinya. Canda tawa mengisi hari kami, hingga saat kami bertemu dengannya.
"Hai, Vin!" Sapanya ceria membuat Calvin yang sedang bercanda denganku menoleh dan raut wajahnya berubah. Yang tadinya sedang tertawa, sekarang berubah menjadi tak terbaca.
"H-hai, Rani," sapanya balik namun terbata-bata. Aku yakin ia gugup. Ia sedang bertatap muka dengan Rani, mantannya yang meninggalkannya 2 tahun lalu.
"Udah lama gak ketemu, apa kabar?" Tanyanya ramah namun terdengar mengganggu di telingaku.
"Baik kok, lo?" Tanya Calvin baik. Ada apa dengannya? Mengapa ia segugup ini? Harusnya dia biasa saja jika memang sudah tak memiliki perasaan secuil pun untuk si Rani Rani ini, kan?
"Baik juga, ini siapa?" Tanya Rani menunjukku.
"Oh, ini Aleeya. Pacar gue. Aleeya, ini Rani," ucap Calvin mengenalkanku pada Rani.
"Rani," ucapnya mengulurkan tangan sambil tersenyum.
Aku menyambut tangannya dengan ogah-ogahan dan tanpa senyum, malah secara terang-terangan aku menampakkan ekspresi tidak suka ke arahnya. "Aleeya."
"Kita duluan ya, Ran. Ada urusan," pamitku lalu menarik tangan Calvin yang hanya diam saja.
***
Selama perjalanan pulang, Calvin hanya diam dengan tatapan kosong. Saat kutanya, ia hanya menjawab tidak apa-apa.Sesampainya di depan rumah, bukannya turun, aku malah memutar badanku menghadap Calvin.
"Kamu kenapa sih? Sejak ketemu Rani malah jadi diem gini? Kepikiran? Katanya udah gak ada rasa, kok dipikirin sih? Hari ini kita anniv setahun loh, Cal!" Cecarku kesal. Air mata mulai menumpuk di kelopak mataku. Inilah aku, jika emosiku sudah berlebihan, mau itu sedih, senang atau pun marah, air mataku selalu berperan. Dan sekarang ia mulai mengalir di saat yang sangat tidak tepat.
"Aku gak papa, Al. Jangan berlebihan gitu deh," balasnya singkat.
"Terserah kamu lah," ucapku. Keluar dari mobil Calvin lalu berlari masuk ke dalam rumah. Tak ada acara menunggu sampai mobil Calvin hilang di tikungan. Tak ada acara melambaikan tangan sambil tersenyum senang. Yang ada hanya aku berlari menuju rumah dengan emosi yang bergejolak tanpa mau repot-repot menunggu mobil Calvin beranjak meninggalkan rumahku.
Aku takut. Sangat takut dengan hal yang berkaitan dengan masa lalu. Melalui banyak pengalaman orang, salah satu alasan timbulnya masalah dalam suatu hubungan adalah orang dari masa lalu. Ada saja cara Si Masa Lalu menimbulkan sebuah masalah. Baik ia sengaja, mau pun tidak. Dan itu yang aku takuti. Aku takut saat Si Masa Lalu datang, menimbulkan masalah besar dalam hubunganku yang berujung dengan keretakan. Aku takut. Takut akan semua kemungkinan yang akan terjadi pada hubunganku dan Calvin ke depannya.
***
Tiga bulan berlalu, Calvin benar-benar berubah. Menjadi tertutup dan cuek. Aku seperti tak mengenalinya.Ia yang dulunya perhatian, kini cuek. Dulunya selalu mengabari, kini sangat sulit untuk mendapatkan kabarnya. Dulu yang selalu ada, kini sulit untuk ditemukan.
Masalah muncul.
Aku sudah tak sanggup dengan sifat Calvin yang seperti ini. Sudah cukup aku menderita selama tiga bulan ini. Berjuang sendirian. Mempertahankan hubungan ini sendirian. Aku lelah berjuang, disaat yang kuperjuangkan belum tentu menginginkan untuk kuperjuangkan.
***
"Rooftop, 5 minutes from now," perintahku saat berhasil mengumpulkan keberanian untuk menghadang Calvin yang sedang berjalan bersama Rafi, sahabatnya.Aku lalu berjalan mendahului Calvin menuju rooftop tanpa mau repot-repot menoleh ke arahnya.
***
"Kenapa manggil aku kesini?" Sahut sebuah suara saat aku sedang sibuk memerhatikan kegiatan-kegiatan yang terjadi di bawah sana."Aku udah tau semuanya," ucapku tanpa mau menoleh ke belakang, dimana Calvin sedang berdiri.
"Maksud kamu?" Tanyanya, kebingungan.
"Aku tau, kamu dan Rani dekat lagi. Lebih tepatnya, kamu deketin Rani lagi," aku tak dapat menahan sesak di dada saat kalimat itu terlontar.
"Al--"
"Kalian sempat jalan bareng, kalian sering telponan, bahkan video callan. Kalian balik make aku-kamu. Kamu sering jemput dia. Kalian ngelakuin hal yang dulu pernah kita lakuin bareng," lanjutku, menekankan kata dulu.
"Aleeya," panggil Calvin lirih. Aku tak dapat membendung air mataku lagi. Aku berbalik menghadap Calvin.
"Semenjak aku tau kenyataan pahit itu. Untuk dengar nama kamu aja, aku gak bisa. Untuk ketemu sama kamu, ngomong sama kamu kayak sekarang, butuh berhari-hari buat aku pertimbanginnya. Aku takut ngerusak kebahagiaan sementara kamu. Oh, atau mungkin kebahagiaan kamu yang terputus karena hadirnya aku?"
"Kalau kamu mau bertahan sama masa lalu kamu, mau merjuangin masa lalu kamu. Kamu jangan ngasih aku harapan semu yang buat aku berjuangan untuk mertahanin semua ini. Aku bukan pelampiasan disaat pemeran utama di cerita kamu ilang,"
"It hurts me a lot, Cal." Ucapku final, lalu berjalan meninggalkan Calvin.
"Aleeya!" Panggil Calvin, aku menghentikan langkahku, kedua tanganku terkepal kuat di sisi tubuhku.
"Maafin aku, Al." Ucapnya yang kubalas diam. Tanganku semakin kuat mengepal.
"Aku salah, deketin Rani lagi. Mentingin egoku yang mau dapetin Rani lagi dan nyia-nyiain kamu yang berjuang buat pertahanin hubungan kita. Salah udah buat kamu sedih, nangis. Salah udah sakitin kamu kayak gini. But please, don't leave me, Aleeya. Aku nyesel. Tolong jangan pergi, karena pemeran utama dalam cerita aku itu, kamu. Bukan Rani. Bukan siapa pun. It's always been you," ujar Calvin. Aku hanya terdiam di tempatku dengan air mata yang semakin deras mengalir dari pelupuk mata. Tak tau harus bagaimana.
Jangan ninggalin orang yang udah merjuangin kamu demi kesenangan sesaat. Karena yang merjuangin kamu bakal selalu nyari cara biar kamu senang. Sedangkan kesenangan sesaat? Kamu bisa tebak sendiri.
YEAY!! INI SHORT STORY PERTAMAKU YUY🎉🎉🎉AKU LAGI MAGER PARAH BUAT LANJUTIN CERITAKU YANG LAIN, SO I MAKE THE FRESH ONE FOR YOU GUYS. JANGAN BOSEN NUNGGUIN LANJUTAN CERITA-CERITAKU YA💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku atau Masa Lalumu
Short StoryBayangan masa lalu akan selalu ada, tak akan hilang. Kesannya abadi. Namun jangan biarkan bayangan tersebut menjadi penghalang langkah menuju masa depan.