[03] Penyesalan Usai Kepergian

442 34 18
                                    

"‪What do you do when a chapter ends?‬
‪Do you close the book and never read it again?——"

Sharon mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Kedua kelopak matanya terbuka dan iris mata Sharon memperhatikan sekelilingnya. Di kamar. Sharon menghela napas pelan kemudian ia bangkit dari tempat tidurnya.

Sharon ingat betul semalam perutnya sakit sekali. Gadis itu memutuskan untuk menahan rasa sakitnya dan menanggung sendiri bebannya. Mungkin ajal akan menjemputnya kala itu, tetapi di saat mata Sharon terpejam, malah terbuka lagi sekarang.

Mungkin jika ginjal Sharon bisa berbicara, ginjal itu akan berteriak meminta diberhentikan bekerja dengan Tuhan. Ginjal Sharon telah lelah. Sama seperti sang pemilik ginjal.

Namun, Sharon bersyukur masih dapat membuka matanya lagi minimal sampai besok. Karena besok adalah hari natal dan hari ulang tahun Aaron.

Ngomong-ngomong soal Aaron, pemuda itu sedang tertawa lepas di ruang keluarga menonton acara komedi dengan semangkuk popcorn di tangan. Melihat itu, bibir Sharon melengkung ke atas, tersenyum.

"Hai, Aar," sapa Sharon sembari duduk di sebelah Aaron.

Seketika tawa Aaron terhenti dan ia menoleh tajam ke arah Sharon.

"Penganggu," bisik Aaron tajam, pemuda itu kemudian mematikan TV menggunakan remote. Aaron bangkit hendak pergi meninggalkan Sharon, namun cepat Sharon menahan pergerakan Aaron dengan memegang sebelah tangan besar lelaki itu.

Tangan Sharon terasa begitu dingin, membuat Aaron menoleh takut ke arah Sharon.

"Kenapa lari?" tanya Sharon parau.

Aaron melepaskan tangan Sharon di sekitaran tangannya. "Karena lo penganggu."

"Aar, nyanyi bareng Kakak mau?" tanya Sharon penuh harap sekaligus mengganti topik pembicaraan.

Aaron bergeming. Ia memperhatikan setiap inci wajah Sharon. Wajah Sharon tampak dua kali lebih pucat dari biasanya, bibirnya juga begitu, bahkan tangan Sharon terasa begitu dingin ketika memegang tangan Aaron tadi.

Aaron takut. Ia hanya tinggal berdua bersama Sharon di rumah. Mama dan Papa tengah pergi membeli bahan makanan untuk Natal besok.

"Aar, mau ya?"

"Nyanyi lagu apaan?" Tidak tega Aaron tak mengacuhkan Sharon, jadi ia mengiyakan permintaan Sharon. Tidak tahu mengapa. Feeling Aaron mengatakan untuk mengiyakan saja.

Senyum Sharon merekah. "Just hold on?"

Deg!

Lagu itu kan ...

"Ya udah. Bentar gue ambil gitar," ucap Aaron berlalu mengambil gitar di kamarnya.

Sharon mengangguk antusias. Akhirnya setelah hampir tujuh tahun tidak bernyanyi bersama Aaron, hari ini ia akan bernyanyi lagi bersama adiknya.

"Feat?" tanya Aaron ketika ia kembali dari mengambil gitar.

Sharon mengangguk. "Kamu duluan. Ambil bagian awal sampe reff. Nanti Kakak sambung."

Tidak banyak membantah, Aaron mulai memetik senar gitarnya. Dan mulai bernyanyi.

Wish that you could build a time machine
So you could see
The things no one can see
Feels like you're standing on the edge
Looking at the stars
And wishing you were them

Suara Aaron mengalun begitu merdu di telinga Sharon. Mungkin jika ada orang lain di ruangan ini, telinga mereka juga akan berpendapat sama, bahwasanya suara Aaron merdu.

Sharon dan AaronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang