Part Two

44 3 0
                                    

Gak seperti biasanya sore ini gue ngebet banget buat beli buku entah itu novel atau buku yang laen, gue ngidam kali yak. Eh becanda deng. Kebetulan ada bazar buku di sekitar taman kota yang nggak jauh dari rumah gue dan ada diskon buat buku bukunya. Namanya juga anak SMA carinya yang diskon diskonan.

"Bu, Nadia pergi ke bazar buku dulu ya bu."pamit gue sambil ngluarin sepeda ontel kesayangan.

"Iya ati ati, lewat pinggir aja, setelah selesai langsung pulang, ja-."nasehat ibu gue potong.

"Iya bu iya, ntar langsung pulang kok. Assalamulaikum."

"Waalaikumsalam."balas ibu.

Sengaja pake sepeda ontel, sekalian jalan jalan sore gitu. Seklain biar bisa liatin cogan yang lewat secara detail. Eh.
Biasanya kalo keluar selalu ama Manda, tapi kali ini gue mau sendiri menikmati kejombloan ini.

Akhirnya nyampe juga, sore ini yang masih sekitar jam setengah 5, bazar telah dipenuhi. Semua buku ketutup sama badan pengunjung.

Etdah, ini bazar buku apa pasar burung. Rame amat.

"Ini gimana gue milih bukunya?"gumam gue.

Maklum saja, hari ini adalah hari terakhir bazar buku ini, jadi nggak heran kalo pengunjungnya membludak. Begonya gue adalah kenapa gue nggak dateng kemarin aja.

"Aduh...aduh."gue didesak ama seseorang disamping gue.

Bentar, aroma parfum ini.
Kayaknya gue kenal deh.

"Woy!!, biasa aja dong, nggak usah ngedesek gitu.!!"gue marah sama tu orang, gue ngedesak balik, dengan kepala gue yang masih tertunduk pada buku buku diskon yang ditempatkan pada meja buku. Gue nyarinya emang sengaja ke meja dulu baru mengabsen setiap raknya.

Dan saat gue terdongak, yang gue lihat adalah cowok yang nggak asing bagi gue, ya iyalah nggak asing, lha wong cowok itu adalah cowok songong yang gue tabrak tadi pagi.

"Lo lagi?!, astaga nasib gue jelek banget ya, ketemu cewek cupu kayak lo."bentak dia.

"Apa? Lo bilang gue cupu? Heh cowok songong, jangan mentang mentang lo ganteng dan kaya, lo bisa ngomong seenaknya sama gue ya."ceplos gue dengan nada tinggi dan penuh penekanan.

Semua pengunjung bazar menatap gue yang sedang marah sama cowok songong sok ganteng di depan gue saat ini.

"Biasa aja dong."dengan santainya dia berkata saat melihat gue penuh yang penuh akan emosi.

Ini anak siapa sih, songong banget. Belum pernah ditampar bokong kuda ya nih bocah.

"Dasar lo ya!!"geram gue dengan muka yang masih kesel sama tuh bocah dan gue pilih buat melengos pergi.

Tanpa mempedulikan si cowok songong tadi, gue bergegas keluar dari kerumunan orang orang lebih tepatnya adalah pecinta buku yang haus akan diskon besar besaran.

Setelah keluar, dan mengambil sepeda yang diparkir di halaman tempat bazar, gue baru sadar bahwa gue nggak dapet buku apapun karena gue nggak sempet milih buku. Intinya gue nggak jadi dapetin buku satupun. Jauh dari ekspetasi gue yang mau ambil semua tuh buku. Dan semua gara gara cowok songong itu.

"Nih dunia sempit apa gimana sih, kenapa gue selalu ketemu sama cowok itu lagi."gerutu gue di sepanjang jalan.

Sampe rumah, gue nylonong masuk tanpa salam ataupun sapa yang hanya disambut dengan tatapan ibu gue.

Ibu melihat gue bertanya tanya melalui isyarat matanya yang seolah olah berkata "kenapa tuh anak, kusut banget mukanya."

Tanpa mempedulikan tatapan ibu, gue langsung masuk ke kamar. Gue lempar half moon bag gue entah kemana dan membanting tubuh .atas kasur empuk kesayangan gue.

"Sebenarnya tuh cowok siapa sih.kenapa gue selalu ketemu sama dia"bertanya tanya.

Sambil menatap langit langit kamar berhiaskan bintang, kaki gue selonjoran di tembok. Ini yang gue lakuin buat ngrileksin pikiran gue.

"Kalo dipikir pikir, dia cakep juga sih."masih ngomong sendiri di dalam kamar.

"Eh gue ngomong apaan, nggak nggak, dia tuh songong, sok banget jadi orang."gue menepuk nepuk pipi gue.

"Mending gue makan aja, gue belum makan malem, kok gue lupa ya."muka bingung kayak orang abis digendam.

Gue beranjak bangun dari tempat pembuatan pulau pulau pribadi gue lebih tepatnya seni iler gue yang terukir indah di bantal. Langkah kaki menuju sumber berbagai asupan bertempat. Cacing cacing gue meronta, demo bareng bersama komplotanya, bakar ban  dan bersorak sorai.

Hari yang melelahkan membuat gue laper tak tertahankan, dari yang nabrak sampai desak desakan dan berakhir dengan pertengkaran di tengah tengah bazar buku yang sampai akhirnya gue nggak dapetin buku satupun. Kurang sial gimana cobak.

Di meja makan berukuran 3 kursi, bapak dan ibu gue udah duduk dan makan disana. Pak buk ini anaknya laper, dipanggil kek buat makan bareng.

"Maaf ya sayang, bapak sama ibuk makan duluan."ketus bapak dengan mulut penuh makanan.

"Jahat banget, kalo udah beduaan lupa ama anaknya."nih bibir udah monyong bebek, masih berdiri dan tangan gue lipat di dada.

"Lha kamu dari di kamar mulu, jadi ibu sama bapak makan dulu deh, yaudah sini duduk makan malam bareng. "muka ibu watados.

Gue mengambil nasi putih lauknya ayam goreng, sambel terasi sama lalapan pastinya dengan porsi besar.

"Bagaimana sekolahnya nak?"bapak memulai pembicaraan.

"E-e baik kok pak, sekolahnya lancar."gagap gue.

Kalo bapak dan ibu tahu bagaimana kejadian hari ini, pasti mereka nanya terus tanpa ada putusnya. Kan gue jadi bingung jawabnya gimana.

"Alhamdulillah deh kalo baik baik saja."syukurlah bapak gue kagak curiga.

Bapak menyelesaikan makan malamnya. Beranjak ke belakang untuk cuci tangan. Namun langkah bapak terhenti.

"Oh iya, katanya bu Rani, anaknya yang dari London juga sekolah di SMA 1 lho."

Uhukk.
Keselek tulang ayam gue, aeer mana aeer.

"Ada apa nak."tau anaknya keselek malah ditanyain.

"Ah nggak apa apa pak."gue menegak air sebanyak banyaknya, ahh lega.

Selesai minum, gue berpikir.
Masak sih anaknya mami yang dari London itu sekolah di sekolahan gue.

"Nadia."panggil ibu membuyarkan pikiran gue.

"Eh bu, Nadia ke depan dulu ya."

"Dasar Nadia, kebiasaan banget."ibu yang masih di meja makan membersihkan meja makan.

Gue berjalan masih dengan lamunan dan pikiran yang sama. Gue duduk di kursi kayu panjang di teras.

Nggak mungkin ah dia sekolah disana.

Paling juga di sekolah lain yang mewah.

Fiks dia nggak mungkin sekolah di sekolahan gue.

Dia kan anak orang kaya, pasti sekolah di sekolahan sebelah.

Dahi gue mengerut dan memutar mutar bola mata. Berbagai spekulasi ada di otak gue. Eh lagian ngapain gue mikirin gituan. Lagian kalo emang dia sekolah disana juga bukan urusan gue.

Kalo dia bener sekolah disana lumayan juga buat cuci mata.

Gue nengok jam dinding, dan ternyata gue duduk disini udah dua jam terlepas dari makan malam tadi dengan segala dugaan serta lamunan nggak penting, pantesan aja mata gue udah sepet.

"Mending gue tidur aja deh."menguap dan melangkah menuju kamar gue.

Bantal siap, kasur siap, guling ada, matiin lampu dan mimpi indah.

****

Haii sobat, gaes, teman, kawan, sahabat. Etdah banyak amat. Gapapalah biar akrab, kali aja ada tertarik sama gue. Eh.

Gimana ceritanya gaes? Semoga suka ya, jangan lupa vomment ya.
:-)

Oh ya selamat natal ya buat kalian yang merayakan.

Muachh.

Because You SpecialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang