KKBP 01
bag 05Para pengikut Ken Sora yang memang tidak siap untuk berperang itu telah berusaha melawan dengan sekuat tenaga. Seluruhnya binasa di tangan para prajurit Majapahit tak terkecuali ayahnya dalam peristiwa yang mengerikan itu.
Ternyata Mahapati tidak berhenti sampai disitu, keluarga Ken Sora dan pengikutnya ternyata telah ikut menjadi korban. Mereka telah dikejar dan diserbu dimanapun mereka bersembunyi. Atas jasa Mahesa Pawagal dan Lurah Mandana, dia dapat diselamatkan dari penyerbuan pasukan kerajaan Majapahit pada waktu itu. Setelah disembunyikan secara berpindah-pindah dalam asuhan Mahesa Pawagal selama hampir lima tahun, akhirnya Mahesa Pawagal atas saran dari seorang sahabatnya telah menemukan Padepokan Wringin Anom sebagai tempat yang cocok untuk persembunyian dan sekaligus menimba ilmu.
“Berita apakah yang engkau bawa dari Majapahit?” pertanyaan Ki Ajar kepada Mahesa Pawagal telah membuyarkan angan-angan Brajamusti.
Sejenak Mahesa Pawagal menarik nafas panjang. Sambil menghembuskan nafasnya kuat-kuat dia pun kemudian menjawab perlahan, “Sri Maharaja Kertarajasa telah mangkat.”
“He..!” hampir bersamaan Ki Ajar dan Putut Brajamusti terlonjak kaget.
“Benarkah Dyah Sanggramawijaya telah mangkat?” perlahan Ki Ajar bergumam kepada dirinya sendiri. Baginya Sang Maharaja Kertarajasa adalah seorang Raja yang adil dan bijaksana. Walaupun Ki Ajar secara pribadi tidak mengenal dan bahkan belum pernah bertemu, namun kewibawaan pemerintahan Majapahit di bawah Sang Prabu terasa sampai jauh di seluruh pelosok wilayah Majapahit.
“Apakah dewan penasehat dan kerabat istana sudah menentukan penggantinya?” bertanya Ki Ajar kemudian setelah mereka sejenak terdiam.
“Sebenarnya Pangeran Kalagemet yang telah resmi dinobatkan sebagai putra mahkota berhak untuk menggantikan Ayahandanya,” Mahesa Pawagal berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya. Lanjutnya kemudian, “Namun seperti yang telah kita ketahui bersama, pangeran Kalagemet bukan keturunan murni dari tanah Jawa. Ibunya dari tanah Pamalayu. Pengangkatannya sebagai Putra Mahkota pada saat itu pun telah banyak mendapat tentangan dari keluarga istana. Namun pada saat itu orang-orang masih segan dengan Raden Wiajaya.”
Ki Ajar mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Brajamusti tetap saja duduk terpekur sambil memandangi anyaman tikar pandan yang saling membelit, menyilang dan menjelujur dengan cukup rumit.
“Ki Mahesa Pawagal,” berkata Ki Ajar selanjutnya, “Biarlah pengganti Sri Maharaja dipikirkan oleh mereka yang berwenang. Sekarang yang ingin aku ketahui adalah, bagaimanakah masa depan Brajamusti sejalan dengan pergantian pucuk pimpinan di Majapahit? Apakah Brajamusti sudah lepas dari kejaran pemerintah dengan tuduhan pemberontak?”
Mahesa Pawagal menarik nafas dalam-dalam sambil menggelengkan kepalanya. Jawabnya kemudian, “Aku belum tahu Ki Ajar. Semuanya masih menunggu kemanakah angin akan bertiup? Sebaiknya jati diri Brajamusti harus tetap dirahasiakan sebelum benar-benar ada pernyataan pengampunan kepada seluruh kerabat Ken Sora yang dianggap memberontak dari pemerintahan Majapahit.”