"Jika kamu hanya singgah untuk bermain-main, pergilah, aku sedang malas bergurau."
Irene memasuki halaman rumah Amara. Ia membunyikan klaksonnya sesekali untuk memberi tanda bahwa dirinya sudah datang. Tak lama, terdengar suara pintu terbuka dan di sana keluarlah sosok Amara. Wajahnya sedikit merengut. Kesal karena Irene lama menjemputnya.
"Lama banget sih lo Ren, capek gue nunggu tau." sungut Amara menghampiri Irene.
"Yee syukur-syukur gue jemput juga, yaudah gue pulang lagi dah." balas Irene santai.
"E-eh, jangan dong, lu sensian amat elah. Hm btw tumben lo gak bawa mobil."
"Ngapain bawa mobil besar-besar trus isinya cuma lo doang, buang bensin gue aja."
"Lah tay, songong amat lu. Udah ah berangkat kuy, siapa tau kak Ryan sama Danu udah disana, gak sabar uh." ucap Amara bersemangat.
"Enak di elu gak enak di gue nyet. Cepet naik." balas Irene kesal.
Amara mencibir. Ia pun turut naik ke motor Irene. Mereka akhirnya berangkat menuju tempat yang mereka tuju. Melintasi jalanan malam itu dengan sedikit leluasa karena tak terlalu macet.
Pasar malam itu letaknya cukup jauh dari rumah mereka berdua. Walaupun begitu, Irene tetap menemani Amara dengan menyisihkan waktu luangnya. Selalu ada disaat ia dibutuhkan dan selalu menjaga satu sama lain layaknya saudara.
Tak lama menghabiskan waktu untuk membelah jalanan malam itu, mereka pun sampai di tempat parkir pasar malam. Setelah mendapatkan nomor parkirnya, Irene beserta Amara lekas memasuki wisata malam tersebut. Celingak-celinguk tak jelas mencari seseorang yang sudah berjanjian dengan Amara.
Mereka berjalan menyusuri setiap stan-stan penjual. Memperhatikan barang dagangan penjual yang mereka lewati, dan akhirnya mereka berhenti di depan penjual permen kapas. Tidak berniat membeli, hanya mereka sudah tidak tau arah dan tujuan. Itu juga mereka sudah berkeliling selama satu putaran.
"Gue capek keliling gak jelas, kak Ryan lo mana sih?" tanya Irene gusar. Nada bicaranya sudah menunjukkan betenya seorang Irene.
"Gak tau, gue udah chat Danu tapi belom dibales. Udah gue spam padahal. Danu tay."
Irene berkacak pinggang. Tidak ada hal yang paling menyebalkan baginya selain harus menunggu. Apalagi nungguin sesuatu yang tak pasti. Tapi, beda lagi kalau disuruh nunggu martabak manis kesukaannya, itumah bakalan Irene tungguin yang penting harus dapat.
Semakin gusar, Irene hendak mengajak Amara untuk membeli siomay daripada berdiam seperti anak hilang. Niatnya urung ia lakukan ketika matanya menangkap sosok yang ia dan Amara tunggu muncul dari balik keramaian.
"Itu si Danu, Ra." buka Irene sembari menunjuk kearah datangnya Danu menggunakan dagunya. Amara mengikuti arah yang ditunjuk Irene. Benar saja, sosok Danu berdiri di tengah keramaian itu.
Namun, ada yang mengganggu pikiran Amara maupun Irene. Ia tidak melihat sosok kakak kelasnya tersebut. Yang muncul hanyalah sosok Danu seorang. Lebih lama ia perhatikan, Ryan tak muncul juga di belakang Danu. Amara berfikir kalau Ryan mungkin sedikit tenggelam di belakang Danu karena postur badannya yang memang sedikit lebih pendek daripada Danu. Ternyata alibinya salah.
"Dan, kak Ryan mana? Kok lo sendiri sih?" tanya Amara yang mulai gelisah.
"Emm, sorry Ra, tadi Ryan ada urusan mendadak jadi dia gak bisa dateng. Sorry banget." ucap Danu terlihat sedikit bersalah.
"Hah?!" teriak Irene dan Amara bersamaan. Irene menunjukkan sikap kesal dari sorot matanya. Sedangkan Amara terdapat kekecewaan pada nada bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How You Let Me Go?
Fiksi RemajaBenar kata orang, cinta itu indah. Apalagi cinta pertama. Begitu indah dan mengesankan. Ia membawa perasaan yang sulit ku deskripsikan. Serta kenangan-kenangan menggemaskan. Namun, aku salah. Yang manis tidak selamanya manis. Aku lupa hukum cinta ti...