First

4.1K 282 14
                                    

Pagi yang cerah dan dingin, dikala matahari belum benar-benar menampakkan dirinya. Jalanan masih sepi, masih sedikit kendaraan berlalu lalang. Kini di sebuah SMA negeri, seorang pria paruh baya dengan seragam satpam tengah menutup gerbang sambil menyenandungkan lagu kesukaannya.

"TUNGGU PAK!!!" teriakan seorang gadis dengan rambut dikuncir cepol yang sedang berlari terburu-buru mengagetkan satpam yang baru saja ingin menutup gerbang sekolah tersebut. Satpam tersebut hanya menatap datar pada gadis tadi sambil berkacak pinggang.

"Devi, Devi......" ucap satpam itu, "Telat mulu, gak bosen?"

"Habisnya saya kan rumahnya jauh, pak....." balas gadis yang dipanggil Devi tersebut dengan napas terengah-engah.

Satpam tersebut tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, membuat gadis di hadapannya bingung setengah mati. Setelah berusaha meredam tawa, satpam itu menepuk pelan pundaknya, "Devi, coba kamu lihat jam tanganmu, ini jam berapa?"

Dengan cepat gadis tersebut melirik jamnya, ia tertawa canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Jam lima lewat seperempat pak, hehehehe....."

"Tadi itu bapak mau ngecek gemboknya, rusak atau enggak. Tapi kamu tiba-tiba dateng sambil lari, ya saya kaget. Kan biasanya kamu telat." jelas satpam itu panjang lebar.

Gadis itu menampilkan senyum sumringahnya, "Saya boleh masuk, pak?"

"Masuk aja, tapi kelas-kelas masih dikunci. Mas Ijal yang bawa kuncinya belom dateng." balas satpam itu, "Kalau kantin udah buka, kok."

Gadis tersebut mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam area sekolah dengan mantap. Ia tertawa sendiri bak orang gila, menertawai tingkahnya yang aneh. Bagaimana bisa ia lupa melihat jam? Dan yang paling aneh, mengapa ia tidak menyadari bahwa matahari bahkan belum terbit?

"Kamu bego banget sih, Nal." gumam gadis itu pada dirinya sendiri.

Devi Kinal Putri, atau lebih sering dipanggil Kinal, adalah siswa SMA biasa. Wajahnya memang rupawan, tetapi itu merupakan hal yang biasa di sekolahnya. Ia tidak memiliki segudang prestasi, juga tidak benar-benar berminat pada ekskul yang ia ikuti, dan memiliki nilai rata-rata. Walaupun begitu, ia tidak mempunyai reputasi buruk. Teman-temannya cukup banyak, seperti layaknya anak SMA seusia dirinya.

"Huft...." Kinal menghela napas lalu berjalan menuju taman belakang sekolahnya. Ia duduk di salah satu bangku kayu di taman tersebut lalu berdiam diri selagi mendengarkan kicauan burung. Kinal memejamkan matanya, mengistirahatkan badannya sebentar sambil menikmati hembusan angin pagi yang dingin. Sudah cukup lama sejak ia bisa bersantai seperti ini, lokasi rumahnya yang cukup jauh membuat Kinal sering telat. Itu juga karena ia susah dibangunkan, sih.

Kinal membuka matanya ketika ia merasakan sentuhan dingin dari daun yang berguguran. Ia berdiri lagi, hendak berjalan menuju rumah pohon yang dibuat kakak kelasnya dua tahun yang lalu. Kinal memanjat tangga tali rumah pohon tersebut dengan susah payah, mengingat dirinya tidak begitu atletis. Sebenarnya, ini kedua kalinya ia memanjat tangga ini. Pertama kali Kinal mencobanya, ia terpeleset jatuh sehingga menjadi bahan tertawaan teman-teman di sekitarnya.

"Kinal, Kinal, udah tau gak bisa malah manjat..."

Kinal sedikit tersenyum miring mengingat perkataan salah satu temannya. Naasnya, Kinal terlalu lama melamun sehingga tangan kanannya terlepas dari tangga. Sial! Batin Kinal panik sambil menutup matanya, berharap bahwa jatuhnya tidak akan begitu sakit.

Sret!

"Eh...?" gumam Kinal pelan. Ia tidak merasakan apa-apa, badannya terasa seperti melayang di udara. Ah, pasti aku pingsan, batin Kinal lagi.

Prove It!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang