Kinal POV
Oke, aku ingin jujur. Semuanya terasa aneh, bahkan seperti saat ini, aku sedang memakan nasi goreng yang tadi pagi aku beli di depan rumah dengan tangan gemetar. Tidak, bukan karena nasi gorengnya kelewat asin, ataupun aku mengalami serangan jantung yang menyebabkan badanku gemetar seperti ini.
Semua karena dia.
Dia yang sedang santai mengemil pocky selagi membaca buku, tentu dengan earphone menempel di telinganya. Dia yang baru saja duduk di hadapanku beberapa menit yang lalu.
Mario memasang ekspresi yang tidak bisa dijelaskan sambil beringsut lebih dekat ke sampingku, lalu ia menyengir dan terkikik sendiri layaknya orang gila.
"Santai, Nal." ucap Mario sambil menepuk bahuku.
Sejauh mataku melihat, banyak sekali yang memandang kagum dan heran pada manusia bak bidadari di hadapanku ini. Beberapa juga menatap sinis padaku, alasannya tidak perlu dijelaskan. Kejadian saat ini benar-benar langka, bahkan kelewat langka. Kejadian yang mungkin hanya terjadi sekali dalam seratus juta tahun. Ini tidak mungkin, ini tidak mungkin~ di galaksi yang luas ini~ Malah nyanyi. Fokus, Kinal!
Aku mengelap keringat yang mengalir di pelipisku dengan tisu lalu melanjutkan makan, sok tenang padahal pada kenyataannya, dadaku berdebar kencang. Aku melahap sebuah suapan lagi, dan rasa pedas yang luar biasa langsung menguasai mulutku.
"HUWA! PEDES!" dengan reflek aku berteriak sambil mengibas-ngibaskan tanganku. Mataku mulai berair. Gila, ini cabe rawitnya kemakan?!
Mario malah terus tertawa dengan kencang, "Huahahahaha!!!"
Sambil menghirup napas dalam, aku mencari minum. Namun naasnya, minumku serta minum Mario sudah habis. Aish, mana ini pedes banget lagi. Efeknya? Kini aku sedang menaruh kepala di meja, terkulai lemas dengan muka merah akibat kepedesan.
Sebuah sensasi dingin mengenai pipiku, "Minum."
Sepertinya aku mulai berhalusinasi akibat kepedesan. Hahahaha.
"Ck," suara lembut itu kembali membuai telingaku dan sensasi dingin tadi semakin terasa di pipiku. Oke, sepertinya ini bukan halusinasi.
Aku melihat ke atas, dan wajah datar tanpa ekspresi milik Veranda langsung terlihat olehku. Aku cepat-cepat meluruskan badan lalu menatap Veranda sambil menggaruk tengkuk dengan canggung.
"Hehe, makasih." balasku sambil langsung menenggak air mineral tersebut sampai habis. Untung sudah dibuka tutupnya, aku tidak bisa membuka tutup botol yang masih baru. Berkali-kali Mario menertawaiku karena masalah sepele seperti itu.
"Pssst, Nal, arah jam dua," bisik Mario tepat di sebelah telingaku.
Glek.
Aku langsung melihat ke arah yang dimaksud Mario. Gerombolan manusia alias anggota fans club Veranda sedang menatapku layaknya daging empuk yang siap disantap. Astaga.
"Kayaknya lo harus jaga-jaga deh, anggota FC-nya Veranda ngeliatin lo kayak harimau yang mau nerkam mangsanya. Sumpah ngeri liatnya." bisik Mario.
"Anjir, Mar. Gue takut." aku balas berbisik dengan volume yang lebih pelan dari Mario.
"Tegang amat." komentar bidadari di hadapanku ini.
"Hehehehe...." aku dan Mario tertawa canggung secara bersamaan sambil menatap Veranda dengan tatapan yang tidak dapat dijelaskan.
"Nal, cabut yok. Itu nasi goreng bawa sekalian." bisik Mario, lagi.
Aku mengangguk mengiyakan Mario. Aku menutup kembali tutup bekalku, membawanya di tangan lalu berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prove It!
FanfictionHubungan paling aneh di muka bumi ini? Well, sama-sama mencintai tapi memiliki status yang tidak jelas. Complicated and disturbing for both sides. Aturan yang mengekang perasaan mereka masing-masing, malah dituruti layaknya 'patuh atau mati'. Hanya...