Setelah keputusan yang membuat Silvana kesal setengah mati, Zhafran membuka pendapatnya mengenai keputusan Silvana dan gurunya itu.
"Pak, kalo Silvana nggak mau, nggak usah di paksa Pak. Saya bakalan minta tolong sama yang lain."
Mendengar hal itu, tentu saja membuat kepala Silvana panas dan ingin mencakar wajah laki-laki di depannya ini. Bagaimana tidak, Silvana sudah mengiyakan permintaan gurunya itu yang memaksanya tanpa menanyakan apakah dia keberatan atau tidak serta membawa-bawa nama jurusannya yang membuat Silvana kesal ingin mengeluarkan kata-kata pedas.
"Begini Zhafran, Silvana salah satu murid yang mudah untuk diajak kerja sama dan bertanggung jawab dan jangan lupa dia juga siswi yang sangat pemberani." Pak Ridwan meyakinkan bahwa Silvana sangat cocok untuk menjadi penyanyi di kelompok band-nya Zhafran.
"Tapi Pak, kalo hanya modal berani diatas panggung tanpa mempunyai suara yang bagus tidak akan bisa untuk kelompok band kami."
Dasar tidak tau terima kasih. Cibir Silvana yang di dengar oleh Zhafran dan Pak Ridwan.
"Apa Silvana?" Pak Ridwan langsung melontarkan pertanyaan.
"Ha? Itu.. eh, maksud saya Pak, kalo emang Zhafrannya nggak mau ya udah Pak, berarti kan dia tidak mau dibantu saya. Dengan senang hati saya menerimanya, bukan begitu Zhafran?" Silvana menaikkan alis sebelah kirinya ketika bertanya kepada laki-laki yang menghina dirinya tidak mempunyai suara yang bagus.
Memang benar Silvana juga tidak begitu yakin dengan suaranya itu apakah bagus atau tidak, dia hanya sering melatih suaranya di kamar mandi dan ketika lagu yang pas dengan perasaan maka ia akan menyanyikannya terus hingga tergantikan dengan lagu yang lainnya.
Tapi tetap saja kan, ia tersinggung jika dikatakan suaranya tidak bagus apalagi itu dari laki-laki yang cukup tampan di sekolahnya dan di depan gurunya lagi? Tentu saja Silvana tidak terima.
"Saya cukup sadar jika saya di bandingkan dengan Jessica yang mempunyai suara yang bagus suara saya tidak sebagus seperti Jessica, kalo begitu kenapa tidak Jessica saja yang membantu mereka Pak? Saya yakin seyakinnya Jessica akan menerimanya apalagi ada Zhafran yang sangat tampan ini dan mereka merupakan teman sekelas, bukan begitu Pak?." Sengaja di tekankan kata 'sangat tampan' untuk Zhafran mengerti bahwa ia hanya menang modal tampan saja.
"Saya setuju jika Silvana yang jadi penyanyinya, tapi dengan syarat saya akan mengetes suaranya. Gimana Pak?"
"Saya setuju. Silvana?" Tanya Pak Ridwan ketika melihat raut wajah Silvana yang marah terhadap perkataan Zhafran.
"Saya setuju Pak. Tapi saya juga ada syarat Pak, selama saya di tes saya akan menggunakan masker dan kalo saya lulus dia harus beli parfum baru."
"Syaratnya hanya itu? Oke gue setuju."
Sesampainya di kelas, Silvana benar-benar dalam mood yang buruk. Ia bahkan menjahili Tobi dengan menendang tulang keringnya dan hampir mengenai 'junior' si Tobi.
"Eh, buset Sil ampunn!! Sakit beneran ini coeg!!"
"Maaf bi, tapi serius deh kalo nggak jahilin orang rasanya ada yang kurang"
"Kupret nih anak!"
"Bisa gitu ya Sil?" Tanya Listi sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ho'oh" Silvana hanya menjawab sekenanya. Alasannya karena dia dalam mode badmood.
"SILVANA!!"
"Hadir!" Mengacungkan tangannya, tapi dengan posisi kepala berada diatas meja dan mata yang terpejam.
"Noh ada yang nyariin loh! Prince Charming-Nya sekolah!!"
Suara yang lain menjawab. Emang kelasnya Silvana itu di isi oleh suara-suara toa masjid jadi suaranya pada kenceng semua.
"Ah elah! Silvana ileran!!!!"
Teriak anak kelasnya, membuat Silvana harus bangun dan adanya iler di sudut bibirnya.Alasan Silvana di panggil ileran adalah Silvana mudah sekali tidur dan menghasilkan air liur yang menetes ketika ia tidur walaupun sebentar.
Dengan malas, Silvana bangkit dan berjalan sambil menghapus ilernya dengan tisu basah Chika-temannya yang selalu membawa bermacam jenis tisu-.
"Gomawo Chik!"
Sesampai di depan pintu Silvana bertanya kepada temanya tanpa melihat kedepan pintu.
"Mana?" Tanya Silvana yang masih asik mengelap ilernya.
"Depan loe coeg" jawab temennya.
"Oh loe, kenapa?" Ketus Silvana bertanya karena mendapati Zhafran yang tengah mencarinya.
"Gue mau kasih tau besok pulang sekolah kumpul di ruangan musik untuk tes seleksinya"
"Hmm.." Sambil menjawab dan ia pun segera berlalu begitu saja, tapi tangannya segera ditarik oleh Zhafran.
"Cuma gitu aja tanggapan loe?"
"Ya terus, gue harus bilang 'makasih Zhafran yang ganteng' gitu?"
"Nggak gitu juga kali, cukup terima kasih."
"Kan udah tadi. Lagian loe emang ngarepin gue bilang Makasih? Nggak kan? Ya udah kali, untung juga gue tanggepin dari pada gue cuma diam."
"Loe nggak pernah diajarin caranya ngehargain orang ya?" Zhafran mulai kesal dengan sikap Silvana ini.
"Oh, gue diajarin buat orang yang mau hargain aja. Emang loe mau gue hargain berapa? Matus? Cibu?"
"Loe tuh cewek yang nggak punya sopan santun sama sekali" geram Zhafran melihat tingkah Silvana seolah dia adalah sebuah barang yang ingin di beli.
"Loe tuh cowok yang besarin masalah yang sepele"
Setelah mengatakan itu, baik Zhafran ataupun Silvana mulai meninggalkan depan pintu kelas itu.
Can i avoid he? Ucap Silvana dalam hati.
...^...^... ...^...^... ...^...^... ...^...^...
Halo! Semuanya aku kembali! Hehe maaf ya aku updatenya lama.
Btw, ini masih ada yang baca ceritanya?
Aku tau kok ini aku luaaaammaa banget updatenya.
So, bagi yang mau baca silahkan baca..
Danke!
KAMU SEDANG MEMBACA
An&Na
Ficção Adolescente"Eh Lis, itu cowok tadi siapa sih?" Tanya Silvana penasaran. "Oh, yang itu tu, Zhafran Sil, kenapa? Naksir ya lo?" Tebak Listi asal tanpa melihat wajah temannya yang sudah aneh. "Apaan?! Naksir? Yang ada itu hidung gue bermasalah tiap kali lihat muk...