Sebagai permintaan maaf karena telat buat update, aku panjangin cerita yang ada di part ini.
Jangan lupa VotMent ya!!! Dukungan kalian akan sangat berarti buatku!
Okey, happy reading!!
_______________________________________________________________
Aku tidak tahu apakah aku sedang beruntung ataukah sebaliknya.
Sekarang sudah jam sebelas malam. Dua jam telah berlalu. Dan selama dua jam pula aku duduk di sofa di ruang santai asramaku, dengan dua cangkir coklat hangat yang sudah mendingin (Sebenarnya tinggal secangkir, karena cangkir milikku sudah lama kosong), dan memperhatikan orang yang selama dua jam ini duduk di hadapanku.
Dua jam bukanlah waktu yang singkat. Di tambah aku yang hanya memperhatikan orang di hadapanku. Terasa sangat lama.
Biar kuperjelas sekarang juga. Orang ini (tepatnya gadis ini) yang mengetuk−apa boleh kusebut menggedor?−pintu kamar asramaku, dan membuatku terus terjaga sampai saat ini.
Sejujurnya, kesadaranku sepertinya tidak akan bertahan lebih lama lagi. Mataku lama-kelamaan terasa semakin memberat. Di tambah lagi tubuhku yang sudah sangat letih dan kehabisan energi setelah berlatih bersama Darius. Aku benar-benar sangat mengantuk.
Bisa saja dari awal aku tidak mengijinkan gadis ini masuk ke kamar asramaku. Bisa saja dari awal aku langsung menanyakan maksud kedatangannya kemari, menjawab singkat, menutup pintu, dan kembali bergelung dalam selimut dan mengistirahatkan tubuhku yang sudah sangat letih.
Tapi semua itu tidak aku lakukan. Jika ditanya alasannya, jawabannya sederhana.
Aku merasa kasihan terhadap gadis itu
Yap. Kasihan. Bagaimana mungkin aku tidak kasihan, bila ada gadis yang umurnya lebih muda dariku, dengan tubuh gemetar karena baju yang dikenakannya basah kuyup, menangis didepan pintu kamarku?
Karena rasa kasihan itu, aku tidak membentak gadis itu karena telah mengganggu istirahatku, aku bahkan tidak menanyakan alasan kedatangan gadis itu kemari, tetapi langsung menarik gadis itu masuk ke dalam kamar asramaku.
Dan disinilah gadis itu berada. Dengan cangkir berisi coklat panas yang tidak disentuhnya sama sekali, mengenakan baju yang kupinjamkan untuknya, dan terbungkus selimut yang membalutnya seperti kepompong.
Yah, kecuali bahwa dia telah menangis selama dua jam tanpa henti. Aku tidak bermaksud untuk menghinanya. Aku hanya terpana melihatnya menangis dengan air mata yang mengalir tanpa henti dan belum terlihat lelah atau tampak tanda untuk berhenti.
Karena merasa bahwa waktu dua jam telah cukup untuk bermuram durja, aku memutuskan untuk mulai berbicara.
"Maafkan aku jika aku mengganggumu, tapi aku ingin tahu apa kau baik-baik saja?" aku baru sadar makna pertanyaan itu setelah kata-kata itu meluncur keluar dari mulutku. Calistia bodoh. Tidak mungkin ia tampak baik-baik saja. Benar-benar pertanyaan yang konyol.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud−"
"Aku baik-baik saja" jawab gadis itu. Aneh sekali. Aku merasa ada sesuatu yang lain dari gadis ini, tapi aku tidak tahu apa.
Aku tahu dia tidak baik-baik saja, tapi tidak kuhiraukan fakta itu.
"Jadi, bisakah kau menjelaskan alasanmu datang kemari? Dan, aku tidak tahu siapa kau. Kita sepertinya belum pernah bertemu sebelumnya" aku mencoba mengingat-ingat kembali apakah aku pernah bertemu gadis ini, dan aku yakin sekali bahwa aku baru bertemu dengannya malam ini.
Gadis itu masih berusaha untuk menenangkan dirinya ketika menjawab. "Tentu saja kita belum bertemu sebelumnya. Selama tiga hari ini aku tidak ikut pelatihan. Jadi kita baru dapat bertemu malam ini" jawabnya sambil mengusap matanya yang basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lichtwood Academy
FantasyCalistia Evelyn tidak pernah menyangka bahwa dirinya diberi kesempatan untuk menjalani pelatihan penyihir di Lichwood Academy. Namun, Calistia menyadari bahwa kekuatan jahat yang terkubur di masa lalu kembali bangkit dan mengincar dirinya. Selain it...