3

202 10 1
                                    

Rahasia Abel

Fiuhh...

Untung Pak Andi masih mau menerima lembar jawaban ujian matematikaku. Bodoh memang, bisa-bisanya aku salah mengumpulkan! Bukannya lembar jawaban, aku malah mengumpulkan lembar soal.

Aku berjalan menuju lobby sekolah dengan langkah terseret. Dadaku masih naik turun dengan cepat, mengumpulkan oksigen yang terkuras akibat berlari sepanjang koridor sekolah tadi. Asal kalian tahu ya, jarak antara perpus dengan ruang kelas itu lumayan loh (serius!).

Duh, ramainya. Di mana sih Nana? Aku berjinjit sedikit sambil mengedarkan pandangan. Katanya tadi mau ke ruang OSIS bareng, tapi sekarang malah menghilang.

"Minggir", suara itu lagi.

Kali ini aku langsung berbalik menatapnya, tidak peduli suasana yang sumpek yang memenuhi lobby sekolah. Dalam sehari, aku telah bertemu dengannya sebanyak tiga kali.

Aku terkejut sejenak mendapati Azel berdiri terlampau dekat. Lama-lama aku bisa punya penyakit jantung kalau tiap hari begini. Aku refleks mengambil langkah mundur. Aku segera memasang tampang judes, seperti biasa. Dalam sekejap, sisa kegugupan dari wajahku sirna.

"Permisi kak", ujarku sambil memeragakan gaya adik kelas yang seharusnya ketika berbicara dengan seniornya. Senyum ramah yang dibuat-buat menghiasi wajahku ketika aku menatapnya. Untung jantungku sudah terlatih kalau tidak mungkin aku sudah mati di tempat.

Aku tidak pernah melihatnya sedekat ini. Ternyata matanya berwarna coklat gelap. Hatiku berdesir hangat ketika kedua matanya seakan memerangkapku sepersekian detik.

"Gue udah bilang, gue nggak suka manggil lo kak," seketika aku kembali tersadar.

Wajahnya yang datar dan nada suaranya yang rendah entah kenapa malah kembali memacu jantungku. Setengah mati aku berusaha menjinakkannya, namun dia malah berdegup semakin kencang. Oops, seharusnya ini hanya urusanku dengan jantungku, kamu tidak boleh tahu! Ah!

"Jangan suka sok galak, biasa aja," katanya kemudian melangkah pergi. Aku bahkan belom sempat membalas ucapannya!

Seakan belum cukup, kini degup jantungku malah berdentum semakin cepat seakan sedang menggelar konser!

Semua tentang Azel selalu aneh. Jantungku selalu berdegup lebih cepat. Hatiku kadang berdesir hangat. Bahkan aku merasakan sensasi kembang api yang menyenangkan sekaligus mengganggu ketika bertemu Azel.

Aneh, kenapa sih? Apa aku alergi Azel? Memang alergi bisa bikin jantung deg-degan?

Dan di saat yang bersamaan, jauh di dalam hati kecilku, aku tahu persis jawabannya.

***

Rahasia Azel

Tubuhku masih penuh peluh selesai latihan basket, matahari telah terbenam menyisakan semburat jingga di langit. Tepat saat aku tengah beristirahat di bangku pinggir lapangan, aku melihat Abel keluar dari ruang OSIS. Aku segera meraih tas olahragaku.

"Gue duluan ya," ucapku tanpa menunggu jawaban.

Aku mengikuti jejak Abel. Entah dorongan dari mana, namun kali ini aku benar-benar mengikutinya.

Menghampirinya, adalah hal yang sebenarnya ingin kulakukan sejak hari pertama aku melihatnya keluar dari ruang OSIS. Sejak aku tahu bahwa selalu ada rapat hari selasa, bersamaan dengan waktu latihanku.

Langkahku lamban, sengaja. Pikiranku masih berkelana, menewarawang entah apa. Mungkin tentang sesuatu yang selama ini aku sembunyikan.

Rahasiaku.

Rahasia bahwa aku selalu memperhatikan ruang OSIS, menunggu Abel keluar. Memperhatikan langkahnya yang kadang terburu-buru, atau diseret dengan wajah kelelahan.

Ini rahasia yang pertama.

Langkahku telah sampai di gerbang sekolah. Aku kemudian mempercepat langkahku berusaha menyejajari langkahnya. Aku menarik pelan rambutnya yang dikuncir kuda.

"Pulang sendiri?"

"Eh?" Matanya membulat ketika mendapatiku di sebelahnya. Aku balas tersenyum, tidak lagi berusaha menyembunyikannya.

Aku menatap kedua bola matanya. Matanya berwarna coklat terang, aku tahu sejak pertama kali berbicara dengannya. Mata yang selalu menjadi favoritku.

Ini rahasiaku yang kedua.

"Naik apa?"

Kini dia mengernyit bingung. Tidak tahan lagi, tawa menyembur dari mulutku.

"Gue anter ya, gue bawa motor."

"Apaansih? Aneh lo."

"Mau yang lebih aneh?" senyumku melebar.

"Hah?" Hening selama beberapa detik.

"Gue suka," kata itu terlontar begitu saja dari mulutku.

"Hah, suka apa?" kedua alisnya mendekat ketika menatapku dengan wajah bingung.

"Abel," dan ini rahasia ketigaku.

"Eh?"

Matanya membulat besar, bahkan semburat merah mulai muncul di wajahnya. Aku tertawa renyah kemudian menarik lengannya, kembali memasuki sekolah menuju parkiran.

"Yuk, gue anter," ujarku sambil melirik langit yang telah redup. Matahari sudah tenggelam rupanya.

-Menyukainya tidak akan pernah mudah, tapi bukannya tidak mungkin- Derazel

***

Donedonedoneeeeee!!

Kritik saran komen vote, semua selalu kunantikan. 😌 cerita ini emg super pendek, semoga chemistrynya dpt ya WKWKWKWK

Saranghae guyss 😍

Rahasia Azel & Abel [4/4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang