SATU : Hari Pertama

305 20 38
                                    

Suasana baru menyapa sejak Ayunda melangkahkan kaki memasuki gerbang. Gadis cantik berkacamata itu menghentikan sejenak langkahnya tepat di tengah lapangan parkir. Bola matanya  menyusur setiap sudut bangunan tiga lantai yang berdiri gagah dihadapannya.  kemudian menarik napas dalam-dalam. Hari ini adalah hari pertamanya di sekolah ini. Salah satu SMA Negeri di kota Depok.

Gadis itu melanjutkan langkahnya menuju kantor untuk menemui Bu Andini. Guru yang kebetulan teman satu kampus Mamanya dulu.

Ayunda mempercepat langkahnya melewati sepanjang koridor bangunan kantor.

Beberapa murid yang sedang berolah raga di lapangan basket menatap asing menyambut kedatangannya. Dia merasa tidak nyaman berlama-lama disini. Sejak kecil Ayunda tidak suka menjadi pusat perhatian. Nyalinya langsung menciut jika harus berhadapan dengan keramaian. Ditambah lagi Ayunda pertama kali menginjakan kaki di sekolah ini. Sungguh, tatapan-tatapan mata itu seolah menyudutkannya.

"Assalamualaikum. Selamat pagi pak," sapa Ayunda ramah kepada seorang guru berfostur tinggi besar  yang sedang menghukum seorang murid laki-laki berambut gondrong dengan  tampilan semeraut.

"Kamu murid baru itu ya? Bu Andini menunggu kamu di dalam," ucap guru laki-laki bertubuh tinggi besar itu dengan wajah yang masih memerah menyimpan ke kesalan pada murid laki-laki yang sedang jongkok di hadapannya.

Sepertinya Bu Andini sudah menitipkan pesan kepada guru piket berbadan tinggi besar itu.

"Baik Pak. Terimakasih," dengan sisa-sisa keberanian Ayunda berusaha sesopan mungkin.

Ayunda melanjutkan langkahnya menuju pintu kantor yang terbuka. Belum sampai langkahnya ke pintu, seorang guru perempuan cantik muncul dari balik pintu hendak keluar dari kantor.

"Eh Ayunda. Kok nggak dianter Mama?" tanya guru cantik itu ramah.

"Mama langsung berangkat kerja, ada meeting penting katanya," Ayunda menjelaskan dengan suara pelan dan nada paling rendah. Tersirat kekecewaan dari raut wajahnya. Jauh dalam lubuk hatinya  Ayunda berharap bisa didampingi Mamanya saat ini.

"Ya sudah, langsung Ibu antar ke kelas kamu. Kelas kamu di XI MIA 4. Nanti Ibu tunjukan."

Ayunda mengangguk, lalu mengikuti langkah Bu Andini yang sudah berjalan lebih dulu. Sepanjang koridor kelas gadis berkaca mata itu kembali menjadi pusat perhatian. Beberapa murid laki-laki mengintip dari jendela kelas. Ayunda seperti artis baru di sekolah ini. Padahal jauh di dalam hatinya berontak, tak ingin lama-lama menjadi pusat perhatian. Ayunda terus mengikuti langkah Bu Andini menaiki tangga menuju lantai dua gedung kelas ini. Kemudian Bu Andini berhenti di depan pintu salah satu ruang kelas. Ayunda melihat ke arah papan di atas bingkai pintu. Tidak salah lagi ini adalah kelas barunya. Disana tertera tulisan XI MIA-4. Tepat seperti yang Bu Andini katakan di depan kantor tadi.

***

"Anak-anak, kita kedatangan murid baru sekaligus keluarga baru di kelas ini," Pak Doni memberi penjelasan kepada murid kelas Xl MIA-4 yang dari tadi menatap bingung Ayunda, "Ayo sini Nak perkenalkan diri kamu," memanggil Ayunda yang sejak tadi berdiri di dekat pintu dengan Bu Andini.

Ayunda melangkahkan kaki menghampiri Pak Doni yang berdiri di depan papan tulis. Satu lagi yang harus dia lalui yang akan membuat keringat dinginnya bermunculan. Gadis itu menarik napas sedalam-dalamnya berusaha mengusir ketegangan yang hinggap sejak memasuki wilayah sekolah tadi. Ketegangan itu semakin menjadi-jadi setelah memasuki  ruang kelas ini. Detak jantungnya berdegub lebih cepat dari biasanya. Ayunda berusaha melawan rasa takut itu dan membuka suara memperkenalkan diri di depan teman-teman barunya.

"Selamat pagi temen-temen .... Perkenalkan saya Ayunda, saya dari Bandung. Sekarang saya tinggal di Depok."

"Wah.. mojang Parahyangan euy. Akhirnya Dadang ketemu Nyi Iteungnya Dadang," teriak Dadang girang dengan dialek sunda khas Dadang.

Sayap Cinta Yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang